Ku Lari ke Pantai


Tokoh dalam cerita ini: Syarif, Amel, Aku, Darul, Kiki, dan Wawal (Cerita ini bukan fiksi dan mereka semua nyata. Selamat membaca 😁)


Rasanya, ini pertama kali. Geng kami merencanakan liburan. Geng terusan dari organisasi ini, memang biasanya punya agenda pertemuan sebulan sekali. Nongki-nongki di kafe atau tepian. Ngobrol ngalur-ngidur gak jelas.

Di suatu kesempatan, aku bilang ke Amel. Kayanya seru, kalau kita punya trip bareng. Yang jauh dan lama di perjalanan. Mengobrol sepanjang jalan. Naik kereta sama-sama keliling pulau Jawa, jadi misal yang menyenangkan. Cuma saat itu, aku yang baru lulus dan belum dapat kerja. Beberapa yang lain juga masih kuliah. Rasanya tidak tau diri saja. Jalan jauh, minta duit orang tua.

Akhirnya kami putuskan, ya sudah. Yang dekat-dekat saja. Camping ke pantai. Minimal, trip pertama ini, jadi dulu. Next, rencanakan yang lebih jauh. kalau ada kesempatan.

Ku sampaikan lah rencana ini di grup. Anggota perempuan rata-rata semangat. Yang laki-laki diam saja. Malah Wawal nyeletuk. "Bayangkan saja yang indah-indah. Tidak akan jadi rencana kalian itu!"

Tapi kami, terutama yang cewek-cewek. Tetap saja merencanakan. Perencanaannya sampai 3 bulan. Karena sudah biasa mengurus kepanitiaan. Trip ini pun kita buatkan juga panitianya. Aku, sebagai bendahara dan konsumsi. Yang menagih uang iuran, alokasi anggaran, sekaligus ngurus kita makan apa nanti selama camping. Amel dan Syarif perlengkapan. Kiki kesehatan. Dan Wawal transportasi. Tidak ada ketua karena itu tidak dibutuhkan.

28-29 Desember 2019 kita putuskan sebagai hari keberangkatan. Tanggal itu dinilai paling pas. Menghindari malam tahun baru yang kemungkinan ramai.

Sabtu pagi yang kami rencanakan berangkat. Ternyata molor sampai ba'da dhuhur. Gara-garanya Amel. Yang keliru menyebut Sempaja jadi Sambutan. Dia yang harusnya pergi ke Sempaja untuk meminjam tenda. Malah pergi ke arah Sambutan. Padahal dua daerah itu sangat berlawanan. Ke ujung Utara dan ke ujung Selatan. Dan dia, baru menyadari ketika sudah sampai di Sambutan.  

Kami berkumpul di rumah Wawal. Setelah berpamitan dan meminjam beberapa alat dapur di rumahnya, kami berangkat. Berlima. Wawal, Syarif, Amel, Kiki, dan aku. Anggota grup sebenarnya lebih banyak dari ini. Tapi hanya kami lah yang bisa pergi. Plus Darul yang akan kita jemput setelah di Handil.

O ya, tujuan kami adalah ke Pantai Tanah Merah, Samboja. Sebenernya Syarif usul untuk ke pantai di Muara Badak. Lebih bagus katanya. Tapi, karena pertimbangan agar Darul bisa ikut. Kami memilih pantai di Handil. Lagi pula, kami pernah ke pantai itu sekali waktu saat field trip organisasi. Paling tidak, pergi ke sana lagi bisa dijadikan ajang nostalgia.

Untuk pertama kalinya juga, saat itu, kami melintasi jalan tol. Yang memang baru dibuka 1 minggu sebelumnya. Mumpung masih gratis.

Di mobil kami bercerita sepanjang jalan. Dari pembahasan jalan tol, musik, film, dan banyak hal. Bahkan kami juga berandai-andai. Jika sudah berkeluarga nanti, jalan-jalan seperti ini harus tetap diagendakan. Menikmati waktu di perjalanan dan bercerita sepanjang jalan ini lah. Yang menurutku, paling menyenangkan. . . .

Salah satu obrolan paling mengocok perut, adalah perkara lipstik Amel yang merah menyala kek api neraka🔥. Liat aja! 😂

Jalan menuju Handil ternyata lebih jauh dari yang dibayangkan. Aku yang sudah lapar dan tidak sabar bertemu pantai. Mengeluh terus di mobil. Rumah Darul yang kami pikir dekat, ternyata lumayan jauhnya. Melewati jalur ke pantai. Sesampainya di rumah Darul, dia sudah menunggu di halaman. Saat mobil datang, dia langsung memasukkan galon air ke bagasi mobil. Dan bergabung bersama kami. Mobil berputar arah balik menuju jalan ke pantai.

Sampai di gerbang pintu masuk ke Pantai Tanah Merah. Kami membeli tiket dan melapor untuk camping semalam. Ternyata, syarat untuk camping. Harus mengisi data anggota dan melampirkan fotocopy KTP ketua tim. Sebagai perwakilan. Kami kompak menunjuk Wawal jadi ketua tim. Dari situ kami menyadari, ternyata seorang ketua tetap dibutuhkan. 

Memasuki bibir pantai, kami semua membuka kaca mobil. Angin pantai yang datang dari arah laut, berembus mengusap wajah. Setelah menemukan spot camping. Syarif yang sejak perjalanan bertugas menjadi sopir, memarkir mobil di samping spot yang dipilih. Kegiatan pertama, menurunkan barang-barang dan memasang tenda. Tentu saja, itu tugas laki-laki. Jadi biarkan Darul, Syarif dan Wawal yang melakukannya. Sementara aku, Amel dan Kiki berkeliling mencari sudut untuk berfoto. Kami kembali ke spot, setelah tenda selesai dibangun dan bersiap menyajikan bekal. Makan sore (baru inget kalo laper). 

Perkara mau foto aja susah bener dah




Sore menjelang petang, beberapa memilih berenang. Beberapa yang lain, mencari ranting kayu kering untuk agenda bakar-bakar nanti malam. Karena kami semua adalah beginner sebagai anak camping. Membuat api unggun untuk bakar jagung dan singkong saja, kewalahan. Alhasil jagung dan singkongnya tidak matang sempurna. Persediaan yang dibawa juga sangat terbatas. Tidak ada lampu penerang kecuali satu lampu emergency yang sinar cahayanya sudah redup. Tidak ada gitar atau ukulele untuk bersenandung dimalam hari.

Sementara di kanan-kiri kami. Adalah spot camping yang sangat well prepared. Mereka menggunakan lampu sorot yang terang benderang. Suara musik juga diputar keras melalui speaker. Mungkin menu makan mereka juga sesuai dengan menu camping di pantai. Bakar ikan. Sementara kami, hanya milo hangat dan Indomie goreng. Walau itu semua, juga sudah cukup sih buat kami. Karena camping yang hampir gagal ini, akhirnya jadi juga. 

Kami sebenarnya punya 3 tenda untuk tidur di malam hari. Tapi kami semua sepakat tidur dihamparan terpal biru depan tenda. Beratap bintang-bintang dilangit. Yang makin terpancar terang karena gelap. Kalau itu siang hari, mungkin kami sudah jadi ikan kering. Karena tidur berbaring-berjejer seperti ikan dijemur. 

Dalam moment itu kami saling bercerita. Tentang bagaimana 2019 dilewati dan bagaimana nanti 2020 akan dilalui. Kiki yang mungkin akan ke Bandung setelah lulus. Amel yang menikmati peran barunya sebagai penyiar radio, aku yang baru saja bekerja di media dan berharap bisa menemukan pekerjaan baru yang lebih aku sukai. Entah, Wawal, Syarif dan Darul bercerita apa. Samar-samar, sepertinya soal bola. Sampai akhirnya kami semua, tertidur sampai pagi. Di atas pasir, di bawah deretan pohon pinus, dengan taburan kerlip bintang menyelip di antaranya. Suara deburan ombak, angin yang berhembus dari arah laut, dan kepiting kecil serta entah hewan pantai apa lagi - - melintas disekitar badan. Menemani malam itu. 

Selamat pagiiiiiii 🌞
Liat kan mana yang kerja, mana yang tinggal makan!

Menu sarapan: Lontong pecel + nasi goreng



Setelah makan dan bersih-bersih. Akhirnya, kami bersiap pulang.

Dibalik foto ini, ada tebangan pohon Pinus yang permukaannya bisa buat taruh hp. Unik banget lagi nemunya. "Eh bagus! Sini-sini!" Dan muncul lah itu anak 3 di belakang. 



Foto-foto terbaik ini, hasil jepretan tetangga camping yg kita kasih arang sisa semalam, buat mereka bakar ayam. (Terus kita dikasih juga ayam bakarnya 🍗🍗) Sungguh barter yang tak seimbang 😅.


Perpisahan sama Darul di rumahnya. Bye Rul, see yu soon...

Darul nyupir bentar. Sementara Syarif, turun derajat. Duduk dikursi paling belakang sama panci-panci.

Selamat Lebaran Qurban 1441 H. (Kek foto keluarga abis sholat Ied soalnya 😅)

Ini dia trip pertama geng ini yang kami kasih nama "Ku Lari ke Pantai," seperti puisi Rangga di AADC. Semoga next time bisa trip lagi. Yang lebih jauh - - yang lebih lama. 

Instastory karya Amel

Tahun depan long trip di Jawa naik KERETA!!! Gombe!!!


Share:

0 komentar