Pterygium Survivor (Eye Surgery Experience)

Butuh keberanian dan pemikiran berulang-ulang untuk aku akhirnya memutuskan, meng-up cerita ini ke blog. 

Aku niatkan menulis ini, sebagai sarana sharing. Mungkin di luar sana ada orang yang mengalami penyakit yang sama dan bisa belajar dari ceritaku. 

Jadi aku adalah penderita pterygium di kedua mataku. Sudah hampir 10 tahun aku mengalaminya. 

Bagi kalian yang belum tahu, pterygium adalah penyakit mata berupa tumbuhnya selaput yang tumbuh di jaringan bening hingga area bola mata. Diagnosa medisnya, adalah H11.0 

Image source: iStock


Aku mulai menderita penyakit ini pada tahun 2013 sejak kelas 3 SMA. Teman sekelasku lah yang menyadari, ada selaput kecil yang tumbuh di mata kananku. 

Setahun kemudian, aku memeriksakannya ke Rumah Sakit Mata SMEC di Samarinda. Saat itulah aku tahu, bahwa selaput kecil yang tumbuh di mataku itu bernama pterygium. 

Dan satu-satunya cara mengobati penyakit ini hanya dengan operasi. Hanya saja saat itu, aku belum disarankan operasi. Karena selain umur yang masih terlalu muda, selaput yang tumbuh juga masih sangat kecil. Dokter hanya memberikan obat untuk mencegah pertumbuhan selaputnya. 

Bertahun-tahun kemudian, aku membiarkan selaput putih itu bersarang di mataku. Hingga tanpa sadar, tiba-tiba mata kiriku juga tumbuh selaput yang sama. 

Aku sempat mencoba membeli obat herbal. Namun tidak ada efeknya kecuali rasa perih di mata. 

Selama masa kuliah, pterygium itu sebenarnya tidak mengganggu aktivitasku. Karena memang masih samar terlihat jika tidak diperhatikan. 

Pterygium itu baru menggangguku saat aku mulai bekerja. Karena selain selaputnya yang tumbuh semakin besar, secara estetika juga mengganggu penampilan. 

Hingga aku putuskan menggunakan softlens setiap bekerja untuk menyamarkan pterygium yang ada di mataku. 

Awal tahun 2023, aku kembali memeriksakan pterygiumku ke Rumah Sakit Swasta. Dan betapa kagetnya aku, saat pemeriksaan update mata minus, ternyata aku teridentifikasi memiliki silinder. Padahal sebelumnya aku tidak punya gejala silinder sama sekali. 

Dokter bilang, itu salah satu efek dari pertumbuhan pterygiumnya. 

Karena mulai merasa pterygium ini semakin membahayakan, aku memeriksakan secara rutin mataku ke RS Pemprov. 

Di check up pertama, dokter bilang pterygiumku masih Grade-I dan belum berbahaya. Masih aman. 

Padahal aku merasa, pterygium ini sudah sangat mengganggu. Terasa mengganjal, gatal, merah, dan terkadang panas dan perih. 

Dokter menolak melakukan tindak operasi dan hanya memberikan resep obat setiap kontrol. 

Aku berniat ganti dokter atau pindah saja ke RS Swasta. 

Saat ganti dokter inilah, aku merasa diagnosanya pas seperti apa yang aku rasakan. Bahkan di pemeriksaan pertama kami, dokter sudah menyarankan untuk dilakukan tindak operasi. 

"Wah ini sudah Grade-II, kita operasi yaa. Karena kalau dibiarkan, nanti dia semakin tumbuh ke tengah dan semakin susah kita angkat," kata dokter spesialis mata yang memeriksaku, dr. Irwan Arziansyah. 

Aku langsung setuju karena I am so sick with this pterygium thing in my eyes. Benar-benar ingin secepatnya punya mata normal just like everyone else.

Pekan depan aku langsung dijadwalkan operasi mata. Sat set-sat set tanpa rehat. Sepulangku dari perjalanan di luar kota, aku langsung operasi. 

Operasi pertama dilakukan untuk mata kananku. Karena mata kananlah yang memiliki pterygium lebih besar. 

Sebelum operasi aku mengisi beberapa data diri untuk surat persetujuan operasi dan anestesi. Lalu perawat mengecek tekanan darahku. 

"Operasi pertama mba?" 

"Iya," 

"Tegang?" 

"Nda, biasa aja," sok cool.

Ternyata pemeriksaan tekanan darahku, 130/90. Padahal biasanya tekanan darahku selalu rendah. Tidak pernah lebih 100. Aku memang agak kicep. 

Momen operasi itu tidak akan aku lupa seumur hidup. Inilah momen operasi pertamaku. Jika bisa memilih, tentu aku tidak akan pernah mau yang namanya masuk ke ruang operasi. Sungguh ruang yang dingin dan menyeramkan.

Aku ditangani langsung oleh dokter mataku, dr. Irwan Arziansyah dibantu dengan dua orang perawat. 

Setelah dibius lokal, mataku diganjal dengan penahan besi agar tetap terbuka selama operasi.  

Karena tetap sadar, aku melihat apa pun yang masuk ke mataku. Tapi karena di bawah pengaruh obat bius tentu aku tidak merasakan sakit. Malah nyaman mata seperti digaruk ketika gatal. Lalu nyess disiram air pendingin, lalu disayat, dikoret, dilas, dibersihkan, disiram tetes mata pendingin lagi, dibersihkan. Dan selesai. 

Saat selesai itu bersamaan dengan hilangnya pengaruh obat bius, mata ku sakit luar biasa. Perih dan panas. Di depan ruang operasi aku terduduk menangis ditemani oleh satu suster. 

Suster memberiku obat pil pereda nyeri. Tapi tidak ku minum karena aku tidak bisa menelan obat pil. (Fun fact about me, aku ga bisa minum obat pil terutama dalam bentuk kapsul besar). 

Jadi suster masuk lagi untuk menghancurkan obatnya ke dalam bentuk sebuk dan memberiku potongan kue untuk ku makan sebelum minum obat. 

Di momen itu aku merasa ngenes sekali. Menangis sambil memegang potongan kue, sendirian. Sampai aku berpikir, aku punya dosa apa yaa di masa lalu sampai harus menjalani cobaan sakit seperti ini. 

Sakit tak terperi.

Setelah minum obat, nyeri di mataku memang sedikit mereda. Tapi tidak tahu kenapa rasanya aku masih ingin terus menangis karena sedih akan penyakit mataku. 

Keesokan harinya, aku langsung check-up dengan kondisi mata kanan diplester seperti bajak laut. Aku belum melihat mataku sama sekali setelah operasi karena memang ditutup plester. 

Saat dokter membuka mataku dan aku melihatnya di cermin, hatiku nyess. Hancur dan menangis lagi di dalam hati karena betapa buruknya kondisi mataku. Merah, bengkak, dan masih tersisa sisa selaput pterygiumnya. 

Kata dokter, memang tidak bisa diangkat sampai bersih. Terutama dibagian area bola mata. Karena kalau diangkat akan berisiko melukai kornea. Sisa selaput itu, kata dokter akan menipis secara alami dengan bantuan obat. 

Sad, 

Dua hari pasca operasi aku masih terus menangis melihat kondisi mataku. Walau dokter bilang mataku sudah baik-baik saja dan akan segera pulih. Aku tetap menangis karena sedih akan kondisiku. Karena menangis terus, rasanya mataku tetap merah karena sembab.

Aku tidak bisa bekerja, tidak bisa memasak, tidak bisa melakukan aktivitas apapun. 

Sepekan kemudian, aku langsung operasi mata kiri lagi. Dokter memang menyarankan secepatnya, agar masa pemulihan juga lebih cepat. Jadi dokter bisa mengecek kembali kondisi mata minus dan silinderku pasca operasi. Sebab idealnya, jika operasi berhasil dan pterygiumnya hilang, minus dan silindernya seharusnya juga akan menurun. 

Aku setuju untuk operasi secepatnya, selain karena aku memang ingin segera punya mata yang sehat, aku takut sudah hilang keberanian untuk operasi lagi jika ditunda lebih lama. 

Jadi ayo cepat saja kita tuntaskan dengan keberanianku yang tersisa. 

Butuh mental kuat untuk masuk ke ruang operasi itu lagi. 

Saat operasi mata kiri, ternyata less drama. Tidak semenyedihkan operasi mata kanan. Karena selaput mata kiri memang lebih tipis. Jadi operasi lebih cepat. 

Dokter juga memberikan takaran obat bius yang lebih banyak. Jadi, efek biusnya bisa bertahan lebih lama sampai pulang ke rumah. Dan aku tidak perlu lagi menangis keperihan di ruang operasi hehe. 

Keesokan paginya aku kontrol lagi. Masih dalam kondisi seperti bajak laut. Tapi kali ini, mata kiri yang diplester. 

Dokter mengecek kedua mataku, memberi resep obat, dan menyuruhku kontrol dua pekan setelah operasi. 

Big possible aku akan menjalani operasi mata kanan lagi untuk membersihkan sisa selaputnya. Bukan karena aku hobi sekali operasi, tapi aku memang sudah bertekad membersihkan pterygium ini di mataku sampai tuntas! What ever it takes.

Setelah semua ini selesai, dokter akan memeriksa kembali kondisi mata dan mengukur jarak penglihatanku. Semoga minusnya bisa menurun dan silindernya hilang. 

Aku niatkan proses pengobatan mata yang aku jalani ini sebagai ikhtiar menjaga pemberian Tuhan. Karena nikmat penglihatan merupakan anugerah terbesar dalam kehidupan. 

Usaha tak akan berarti tanpa doa. Sembari berikhtiar, aku selalu melafadzkan doa yang ada di dalam Al-Matsurat:  

اللَّهُمَّ عَافِنِي فِي بَدَنِي، اللَّهُمَّ عَافِنِي فِي سَمْعِي، اللَّهُمَّ عَافِنِي فِي بَصَرِي، 

"Allahumma afini fi badani, allahumma afini fi sam'i, allahumma afini fi bashari."

(Ya Allah berikanlah kesejahteraan kepadaku di badanku, berikanlah kesehatan di pendengaranku, berikanlah kesehatan di penglihatanku). 


Laa ilaha illa anta, 


Khajjar. R 


After right eye surgery (17/3/2023). Sembab habis nangis nahan perih T_T

A week later, left eye surgery (24/3/2023). Dengan kondisi mata kanan masih super red and looks so bad 

Seumur-umur masuk RS dan menjalani operasi, ya baru ini... Sehat selalu masa depan! 

Yang nemenin selama operasi dan menjenguk di masa semedi 


Dijengukin Geng Ishol



Dijengukin temen pondok, Ijot dan Upit. Jazakillah bestie

Share:

0 komentar