THE CORNER OF MY WORLD

Everyone has a story of their life. And here are my stories about love, friendship, family, dreams, and hopes. These are all in the corner of my world. Fortunately, in this big world I have my own little corner :D

Powered by Blogger.

Aku jahat sekali, bisa lupa ulang tahun sahabatku yang satu ini, Wardatul Marufah. Padahal hari ulang tahunnya, mudah sekali diingat. Hanya selang dua hari setelah HUT Kemerdekaan RI. Jadi aku sudah berkomitmen, menuliskan blog hari ulang tahunnya, sebelum Agustus berakhir.


 

Benar saja, aku baru menulis draft blog ini, tepat di tanggal 31 Agustus. Aku tulis, di sela-sela rapat kerja yang aku hadiri. Maaf yaa kawan, wkwkwk.  

Warda itu, pribadi yang loyal sekali kepada kawan-kawannya. Aku mengenalnya, tentu saja karena kami sekelas di kampus. Kalau kalian sudah baca blogku tentang Istri Sholeha (baca di sini) kalian pasti tahu, Warda adalah salah satu membernya.

Temanku memang banyak sekali yaa selama di kampus, Alhamdulillah. Aku percaya pada prinsip: "Banyak teman, banyak rezeki."

Berteman dengan Warda, juga menjadi salah satu jalan pembuka rezeki buatku. Warda itu, such a smart and ambitious girl di kampus. Jadi bergaul dengannya juga membuatku, kecipratan pintar dan ambisnya dia. 


 

Semester dua, saat kami kesusahan belajar statistik dasar, Warda dengan senang hati menjadi tutor kami. Kemampuan bahasa Inggrisnya yang sangat expert juga memudahkan kami dalam menerjemahkan literatur-literatur asing untuk keperluan mata kuliah.

Tugas kelompok apa pun, kalau sudah se-tim dengan Warda, pasti bisa mendapatkan nilai sempurna. Dia memang sangat perfeksionis and very organized person.  

Banyak dosen mempercayakan projectnya ke Warda, meski Warda bukan kating (ketua tingkat) di kelas.

Warda, juga punya bakat HRD yang mampu menilai karakter dan kemampuan seseorang. Dia bisa menempatkan seseorang in the right position.

Misalnya saat dia memilihku untuk bergabung dengan delegasi, -yang ia rencanakan- untuk ikut HWMUN di Itali. Saat itu, dia hanya bilang,

"Kamu bisa survive sih anaknya ku liat,"

Dan akhirnya, dengan berbagai rintangan, delegasi kami memang bisa berangkat ke HWMUN itu. Dengan 3 orang lain dalam delegasi yang juga dipilih Warda.

Saat satu tim HWMUN itu lah, aku banyak menghabiskan waktu dan momen yang sebagian besar konyol bersama Warda.

Seperti saat kami, hampir setiap hari, bolos kuliah untuk menyebar proposal ke berbagai kota. Kami sampai hafal ruangan DPRD di Karang Paci, saking seringnya ke sana untuk menawarkan proposal.

Di sela-sela menyebarkan proposal itu, kami pernah menghayal, bisa menjadi alumni sukses. Lalu diundang ke pertemuan tahunan jurusan sebagai bintang tamu.

Atau saat kami menyebarkan proposal di Balikpapan tapi tidak satu pun yang goal. Padahal sudah keliling kota, dan menjadi intel dengan mencari rumah-rumah pribadi calon donatur.

Lalu saat kami di Penajam, bertemu dengan pejabat-pejabat daerah untuk memberikan proposal. Aku dan Warda sampai harus menyiapkan banyak buah tangan yang berbeda, sesuai background partainya, untuk menarik simpati mereka.

Misalnya, kalau kami mau mengajukan proposal ke pejabat politik dari partai merah, kami akan memakai baju dengan warna senada, dan membawakan buah tangan yang juga sesuai warnanya. Buah Naga misalnya.... (Haha) >> (Padahal kan, buah naga warna ungu yak, :D) 

Warda dengan kemampuan lip service-nya, akan memuji calon donatur. Dengan sanjungan setinggi langit. Yang penting mereka mau meng-ACC proposal kami. Dan sebagian besar, memang berhasil.

Tapi justru kenangan-kenangan konyol itu lah, yang membuat kehidupan kampus kami jadi penuh tantangan dan lebih berwarna.

Di usia dewasa sekarang, aku menjadikan Warda sebagai penasihat urusan asmara.  Kemampuan analitisnya, sangat rasional untuk menilai seseorang atau case yang berhubungan dengan urusan cinta-cintaan.

Kalau aku merasa ada yang mendekatiku, aku akan menghubungi Warda untuk meminta pendapatnya.

Obrolan kami sekarang juga lebih dewasa. Kami sudah membicarakan bisnis di masa depan, pola hidup sehat, dan bagaimana prinsip-prinsip hidup yang kami jalani. 
Warda sekarang sangat memperhatikan pola hidup sehat. Dia banyak makan buah dan sedang aktif pilates. 


Saat aku di Kaltara, setahun lalu, Warda lah yang paling sering menelponku. Karena dia tahu, aku kesepian.

Warda yang selalu memikirkan apa pun seperti ibu negara, selalu merasa harus memberikan kontribusi di setiap hal yang ia kerjakan.

Di pekerjaannya sekarang, ia merasa punya tanggung jawab untuk meningkatkan status perusahaannya, dari CV ke PT. Warda yang sangat loyal, juga selalu merasa harus membalas kebaikan seseorang.

Cita-citanya memang simpel dan mulia sekali. Ingin menjadi orang baik.

Well, happy birthday orang baik. Semoga semua orang di dunia punya cita-cita yang sama denganmu.

 "Buon compleanno, Bella!"

Ciao
Khajjar. R
 

 

-- Random pict about Warda --


Warda in front of the mirror



 




Warda OOTD



Warda can sleep everywhere









Warda si paling gopro

Warda and I in the bar (tapi cuma numpang cuci piring)

Apa pun yang pertama kali, selalu istimewa di hati. Termasuk ke Jakarta kali ini.

Ini lah kali pertama aku ke Jakarta untuk urusan pekerjaan. Sehingga semua biaya perjalanan (alhamdulillah) dibiayai oleh kantor.

Tentu aku harus berterima kasih dengan atasan, yang sudah berkenan mempercayakan tugas kantor pertamaku di luar kota. Padahal aku ini, masih terhitung sebagai anak baru.

Meski sedikit kewalahan, karena harus menjadi multitasking. Mengerjakan banyak tugas dalam sekali jalan. Tapi Alhamdulillah, aku bisa menuntaskannya.

Dan akhirnya, aku merasakan sibuk yang aku nikmati. Diperkerjaan sebelumnya, rasanya stressfull sekali. Sibuk dan melelahkan. Yang sekarang ini, lebih stressless. Karena pekerjaannya cenderung lebih ringan dan sistematis.

Jakarta kali ini pun meski full selama empat hari hanya mengurusi urusan kantor, tanpa jalan-jalan, tetap terasa menyenangkan. Aku merasa seperti sedang 'wisata kota.' Melihat gedung-gedung tinggi, fasilitas kota yang lengkap, tata kota yang teratur, taman kota yang cantik, jalan yang super lebar, transportasi yang super canggih, dan orang-orang yang keren. 
 
 
Bagi kami anak daerah, melihat Jakarta memang "waaah" sekali. Yang biasanya hanya melihat sungai dan tongkang batu bara, lalu melihat Jakarta yang super megapolitan rasanya sungguh berbeda. Walau di sisi lain, juga merasa ngenes. Karena sungguh jelas ketimpangan yang kami rasakan.

Berada di Jakarta, rasanya sudah seperti keluar negeri. Wajar Jakarta disetarakan dengan kota metropolitan lain seperti Tokyo dan New York. Karena memang benar - benar sudah semaju itu.

Selain wisata kota, yang bisa aku lakukan di sela-sela pekerjaan, adalah wisata kuliner. Pertama, kami makan di Shaburi Senayan City. Restoran buffet makanan Jepang dan grill. Konsep grillnya langsung dengan api, jadi bisa lebih terasa. Bukan dipanggang di atas pan, seperti tempat-tempat grill lainnya. (Terima kasih Mba Indri dkk, yang sudah men-service makan di sini, hehe).


 

Hari berikutnya, sempat makan siang di Bakso Lapangan Tembak. Tempat makan yang kami pilih random, agar dekat dengan lokasi acara. Yang istimewa, aku asal saja memilih menu tongseng kambingnya. Yang ternyata, luar biasa enak sekali. Entah memang seenak itu, atau aku memang sedang lapar.

Bumbu kuahnya pas, sedap sekali. Daging kambingnya empuk dan tidak amis. Ada campuran sayur kubis untuk menetralisir konsumsi kolesterol daging. Disajikan dengan super panas + (plus) nasi hangat. Lalu ku tambahkan dengan kecap dan perasan jeruk nipis. Amboy..... Sedapnya.

Sampai lupa foto, saking laparnya.

Wisata kuliner selanjutnya, ini yang sengaja aku cari. Memang aku sempatkan, harus bisa makan The Halal Guys selama di Jakarta. Ini adalah resto makanan ala middle east dari New York. Aku sudah lama ingin makan The Halal Guys, karena menonton Vlog Gita Savitri Devi. Sejak mereka buka di Jakarta tahun 2017, aku sudah memimpikan, kapan yaa bisa makan The Halal Guys.

Dan Alhamdulillah, BM ini akhirnya keturutan. Aku menemukan gerai The Halal Guys di Grand Indonesia. Walau rasanya, not that nice seperti yang aku bayangkan.

Aku pesan menu gyro beef. Sayangnya, sajian menunya dingin. Karena memang mereka hanya menumpuk-numpuk rangkaian menu yang sudah siap. Nasi, daging sapi panggang, selada, tomat, dan roti pita. Lalu disiram bumbu merah, dan di topping dengan saus dan mayonase sesuai selera. Nasinya pun, nasi biasa. Bukan biryani.


 

Andai nasinya biryani, lalu disajikan dengan daging sapi panggang panas-panas. Pasti ah, lebih mantap. Tapi tidak papa, yang penting sudah merasakan. Jadi bisa melunaskan keinginan.

Sudah itu saja. Agenda ku di Jakarta kembali disibukkan dengan urusan pekerjaan. Tidak sempat jalan-jalan melihat tempat-tempat ikonik di Jakarta. Ke SCBD melihat Citayam Fashio Week misalnya, wkkwkwk. Bahkan ingin merasakan naik KRL saja, tidak sempat. Padahal sudah download aplikasinya.

Susah juga, karena sahabatku Whyda, tour guide terbaikku di Jakarta sudah tidak ada di sana. Saat aku ke Jakarta kala itu, Whyda lah yang menemani dan bercerita segala hal tentang Jakarta. Tidak ada Whyda di Jakarta, rasanya sedikit berbeda.

Demikian Jakarta Kali Ini. Semoga akan ada Jakarta Lain Kali. 

Khajjar RV








Awalnya, judul blog ini hanya Lebaran di Sebatik. Tapi setelah ku pikir-pikir, karena aku juga pergi ke dua pulau lainnya, aku rangkum saja di judul. Menjadi Lebaran di Tiga Pulau, (hehe).

Jadi, blog ini adalah rangkuman perjalananku saat menghabiskan momen Lebaran Idul Fitri 2022 lalu, di tiga pulau terluar di Provinsi Kalimantan Utara. Pulau Sebatik, Pulau Nunukan, dan Pulau Tarakan.

Ya, ketiganya merupakan pulau terpisah di tengah laut. Jadi setiap menuju pulaunya, harus menyeberang menggunakan kapal (speedboat). What a memorable trip!

Keputusan untuk tidak pulang kampung saat lebaran demi bisa menghabiskan waktu keliling Kalimantan Utara, memang sudah aku rencanakan. Karena mempertimbangkan, usai lebaran sepertinya aku akan meninggalkan Kalimantan Utara.

Jadi waktu yang tersisa, harus dimanfaatkan dengan optimal. Aku harus sudah sampai ke ujung Kalimantan Utara. Supaya tidak ada penyesalan di kemudian hari. Bisa jadi penghiburan juga, meski nanti sudah tidak lagi di sini, paling tidak aku sudah sampai ke ujungnya. Yang penting sudah sampai ke Sebatik. Itu harga yang paling setimpal jika harus meninggalkan Kalimantan Utara.

*** 

Sabtu, 30 April 2022

Perjalananku ke tiga pulau, dimulai langsung dari yang terujung. Ke Pulau Sebatik. Aku berangkat H-2 lebaran. Perjalanan dimulai dari Tanjung Selor, domisiliku selama di Kalimantan Utara.  Di Tanjung Selor, aku janjian bertemu dengan sahabatku, Nure. Dia lah tuan rumah yang akan menampungku selama di Sebatik. 

Nure sudah memulai perjalanan sehari sebelumnya, dari Samarinda. Melalui perjalanan darat, Samarinda - Berau - Tanjung Selor. Kami bertemu di Pelabuhan Penyeberangan Kulteka. Lalu naik speedboat selama 1,5 jam menuju Tarakan. 

Sebenarnya, perjalanan laut itu bisa dipangkas dengan langsung mengambil rute Tanjung Selor - Nunukan. Tapi saat itu adalah arus mudik lebaran. Susah sekali mendapatkan tiket kapal. Belum lagi harus mencocokkan jadwal kedatangan Nure di Tanjung dengan jadwal keberangkatan kapal. 

Jadi kami putuskan untuk melewati jalur reguler, Tarakan - Nunukan. Nunukan  - Sebatik. Jika diakumulasi, total perjalanan laut dari Tanjung Selor menuju Sebatik ini, bisa sampai 5 jam. Luaaarrr biassaaaa. 

Dari Tarakan ke Nunukan, kami naik speed besar kapasitas 30 orang. Dimana beli tiket ini, sudah seperti rebutan BLT. Susah sekali. Katanya setiap arus mudik lebaran memang sesulit itu mendapatkan tiket. (Tolong dong, Dishub…)

Kami berhasil mengamankan dua tiket speedboat Sadewa Express untuk keberangkatan jam 3 sore. Walau akhirnya, kami dialihkan naik speedboat Minsen Express, karena jadwal keberangkatan yang lebih cepat.

Dari Tarakan menuju Nunukan, perjalanan laut ditempuh selama kurang lebih 3 jam. Alhamdulillah, tidak ada drama mabuk laut. Aku sepertinya sudah terbiasa dengan transportasi air, setelah dari Lumbis Pansiangan. Terima kasih Lumbisss.

Baca perjalanan seru lainnya: Jalan - Jalan ke Lumbis Pansiangan 

Speed kami bersandar di Pelabuhan Nunukan. Dari sana kami langsung dioper ke speed kecil menuju Pulau Sebatik. Dari Nunukan ke Sebatik ternyata dekat sekali. Hanya 10 menit. Speednya pun kecil, dengan kapasitas maksimal 8 orang. Persis seperti speed penyeberangan Balikpapan - Penajam.

Nunukan dan Sebatik memang dua pulau yang saling berhadapan. Dari arah laut, melihat Pulau Sebatik ternyata besar juga. Bahkan lebih besar dari Pulau Nunukan.

Aku tidak bisa menyembunyikan kenoraanku saat speed semakin mendekat ke Pulau Sebatik. Tidak percaya saja, aku akan sampai ke sana. Dalam perjalanan hidup, terkadang memang selalu punya kejutan-kejutan manis.

Motoris speed kami dengan baik hati, sempat mematikan mesin di tengah laut. Agar aku bisa mengambil gambar Pulau Sebatik. 


Sebatik merupakan sebuah pulau terdepan dan terluar di Kalimantan Utara yang berbatasan langsung dengan Malaysia. Secara administratif, Sebatik merupakan kecamatan di bawah Kabupaten Nunukan. Daratan Pulau Sebatik ini, terbagi ke dalam dua teritori negara. Di bagian selatan, masuk ke dalam wilayah Indonesia. Dan di sisi utara, masuk ke Negara Bagian Sabah, Malaysia.

Speed kecil yang kami tumpangi akhirnya sampai di Pulau Sebatik. Kami menepi di daerah Bambangan. Dari sana, kami dijemput orang tua Nure, menuju rumah mereka di daerah Sungai Nyamuk, Sebatik Timur.

Kami melalui jalan utama Lingkar Sebatik yang sudah aspal mulus. Sepanjang jalan, banyak pos jaga TNI AD. Itu lah karakteristik wilayah perbatasan. Ketahanan nasional harus diperkuat dengan pertahanan militer. Untuk menjaga wilayah kedaulatan negara dan antisipasi ancaman dari negara lain.

Di jalan lingkar itu, belum masuk ke wilayah pemukiman. Jadi sepanjang kanan - kiri jalan masih wilayah hutan. Walau sebagian, sudah beralih fungsi jadi kebun sawit. Aku juga menerima banyak informasi tentang Sebatik saat obrolan di dalam mobil, bersama Bapak Nure, Haji Palani. 

"Sebatik ini ada 5 kecamatan, tapi semuanya Sebatik. Sebatik Induk, Sebatik Barat, Sebatik Tengah, Sebatik Utara, dan Sebatik Timur"

"Mayoritas sukunya om?"

"Bugis,"

Mayoritas suku di sebatik, hampir 90 persen memang Bugis. Suku aslinya seperti Tidung dan Dayak tidak terlalu banyak bermukim di pulau ini.

Sampai di rumah Nure, sudah menjelang sore. Kami langsung berbuka puasa bersama. Mama Nure sudah menyiapkan menu special, mie goreng hitam, telur mata sapi setengah matang, dan palumara. Bagi anak kos, makanan rumahan memang selalu istimewa. 


Usai bersantap buka puasa, kami langsung beristirahat. Perjalanan seharian di tengah laut, meski seru, tetap saja melelahkan. 

Hari-hari di Sebatik, lebih sering kami habiskan di dalam rumah. Bukan tanpa alasan, itu karena cuaca di Sebatik, panas sekali. Karakteristik daratan pesisir yang berada di dekat laut. Sebatik merupakan sebuah pulau, maka disetiap sisinya dikelilingi oleh laut. Wajar cuaca di sana, terik sekali. Saking panasnya, aku dan Nure hanya keluar rumah di sore dan malam hari. Nure memang sudah mewanti-wanti sebelumnya, “Jangan kaget yaa, di Sebatik panas sekali.” 

 


 

Hari H Lebaran, Senin 2 Mei 2022

Hari H lebaran kami menghabiskan waktu keliling rumah kerabat keluarga Nure. Keluarga Nure, banyak sekali. Setiap bertemu keluarganya, aku harus melenturkan lidahku memanggil Pak Cik dan Mak Cik. Karena di sana, tidak ada istilah om dan tante. 

Meski panggilan orang di sana menggunakan Bahasa Melayu, tapi bahasa tuturnya lebih banyak menggunakan Bahasa Bugis. Bahkan semua percakapannya full Bugis. Membuat ku hanya terdiam mendengar mereka bercakap-cakap begitu serunya. 

Kadang, bahkan aku tersenyum-senyum sendiri mendengar percakapan mereka, meski aku tidak mengerti. Mendengar dan melihat cara  mereka berbicara itu sangat menyenangkan. The way they talk just so fun.

Meski tidak mengerti bahasanya, aku bisa memaknai apa yang mereka sampaikan dari ekspresi wajah dan logat. Jadi ketika mereka tertawa aku ikut tertawa. Karena pasti hal lucu yang sedang diceritakan.

Bahasa daerah memang kadang terdengar lebih menggairahkan, ekspresif, dan penuh semangat. Kadang ada beberapa kata dalam bahasa daerah, yang tidak ditemukan padanannya dalam bahasa Indonesia. Atau pun jika ada, maknanya jadi berbeda. Tidak sedalam apa yang dimaksud. Itu lah kekuatan magisnya bahasa daerah. Hidup bahasa daerah!!! 

Di sisi lain, aku hanya merasa senang saja. Bisa berada dan merasakan momen seperti itu. Sepenuhnya di tempat asing, dengan orang asing, berbahasa asing, tapi justru aku merasa sangat diterima dan familiar. 

Aku senang bisa mengetahui akulturasi budaya yang sudah sangat melebur. Seolah memang sudah seharusnya seperti itu. Bagaimana orang-orang sebatik berbusana Melayu, tapi masih berbahasa Bugis. 

Hari terakhir di Sebatik, aku sempatkan ke semua tempat-tempat ikonik di sana. Mulai dari Tugu NKRI, Patok Perbatasan, dan Rumah Merah Putih.  


Tugu Perbatasan Garuda Perkasa, Sebatik Utara











Patok Perbatasan


Rumah Merah Putih


Kamis, 6 Mei 2022: Sebatik-Nunukan

Dari Sebatik, aku bertolak ke Nunukan. Memulai perjalananku sendirian dari sana. Nure dan Pak Ciknya mengantarku kembali ke pelabuhan speed di Bambangan. Speedku dibayarkan Pak Cik Nure sebesar 20 Ringgit. Agar speed ku langsung jalan, meski hanya dua penumpang.

Aku lupa menyebut, di Sebatik transaksi ekonomi di sana memang menggunakan dua mata uang. Rupiah dan Ringgit. Aku bahkan mengantongi 40 Ringgit Malaysia sebagai oleh-oleh THR dari sana (haha). 

Hanya perlu 10 menit menyeberang dari Sebatik ke Nunukan. Speedku bersandar di pelabuhan Sungai Bolong, Nunukan.

Aku di jemput Dayah, sahabatku saat sekolah menengah atas. Pertemuan itu, sedikit mengharukan. Karena itu adalah pertemuan pertama kami, setelah 9 tahun lamanya berpisah pasca lulus dari asrama. 

Cerita Tentang Daya

Aku hanya semalam tinggal di Nunukan. Bersama Dayah aku diajak keliling Nunukan. Pada malam hari kami nongkrong sebentar di alun-alun, lalu ke cafe di atas laut. Dan siangnya, pergi ke Islamic Center Nunukan sambil menunggu tiket kapal menuju Tarakan. 


 

Jumat, 6 Mei 2022: Tarakan  

Dari Nunukan aku naik speed lagi menuju Tarakan. Kali ini, speednya lebih besar dengan kapasitas 70 penumpang. Di sepanjang perjalanan, aku sempat menelpon Bapak yang mengkhawatirkan perjalananku di trip kali ini. Jadi di setiap pemberhentian, aku selalu mengabarkan bagaimana keadaanku, dimana posisiku, dan dengan siapa aku bersama. Beliau selalu senewen kalau aku sedang berada di atas laut. Karena aku tidak bisa berenang. Mungkin beliau juga heran, kenapa anak perempuannya satu ini, senang sekali pergi jauh.

Di Sebatik ada siapa? 

Temen pak.

Di Nunukan?

Temen juga,

Di Tarakan? 

Temen juga. 

Banyak betul temanmu? 

Iya ternyata...

Sampai di Tarakan, aku dijemput Lathi di Pelabuhan SDF. Dia gercep sekali menjemputku langsung di gedung terminal. Lalu tiba-tiba mendatangiku, tepat sebelum aku naik bis DAMRI.

"Hey" sergahnya.

"Heeeeey," jawabku dengan lebih panjang.

Selama tinggal di Kalimantan Utara setahun terakhir, aku memang sempat beberapa kali menyeberang ke Tarakan. Dan Lathi selalu menjamuku. Sehingga rasanya dia sudah terbiasa dengan kedatanganku di kotanya. 

With Lathi

Di Tarakan, aku juga hanya bermalam satu kali. Datang Jumat sore, Sabtu siang sudah pergi lagi untuk pulang ke Tanjung Selor. Sehingga nyaris tidak pergi kemana-mana selama di Tarakan. Padahal, kalau mau berkeliling banyak juga temanku yang tinggal di kota ini. 

Baiknya, teman-teman pondok sepakat datang ke rumah Lathi. Kami mengadakan reuni kecil. Ada Adhel, yang sekarang menjadi ustadzah di RA. Dia berubah menjadi sangat alim dan bercadar. Suaminya, sedang menyelesaikan studi di Al Azhar Mesir. (Ayat-Ayat cinta in real life wkwkkwk)

Ada Rahma, yang dulu sangat tomboy dan hits di asrama sekarang juga sudah beranak tiga. Ada Sirah yang juga sudah menikah dan membawa anak-anaknya. Dan Nurul Mawaddah yang ku kenal saat kami sama-sama kursus di Pare dulu. Senang sekali rasanya bisa berkumpul bersama mereka lagi meski pun singkat. 


Sabtu, 7 Mei 2022: Kembali ke Tanjung Selor

Sabtu sore aku kembali ke Tanjung Selor karena Minggu sudah kembali bekerja. Puas sekali rasanya selama lebaran, bisa road show ke tiga pulau. Setelah ini aku tidak akan menyesal jika harus meninggalkan Kalimantan Utara, karena sudah keliling hingga ke ujung-ujungnya. 

Meski masih ada tiga tempat lain yang ingin ku datangi. Krayan, Sei Menggaris, dan Bunyu. Semoga bisa di kesempatan lain....

Salam, Kaltara di hati

Khajjar.R

 

-- Photo Dump -- 

Di speed Tjs - Tarakan



Shalat Ied


Bersama Makci2 centes




Ketemu Wana



PLBN Sei Pancang, Sebatik       








Foto dengan background daratan Tawau, Malaysia


Good bye Sebatik






View Pulau Sebatik dari Nunukan  





Speedboat Nunukan - Tarakan kapasitas 70 penumpang

Newer Posts Older Posts Home

Best of Mine

Best of Mine
Don't judge me too much if you don't know me too close

ABOUT AUTHOR

Suka Nulis || Suka Cerita || Suka Hal Baru || Dan Suka Kamu!! Terima Kasih Sudah Berkunjung :D

AmazingCounters.com

Blog Archive

  • ►  2025 (1)
    • ►  April (1)
  • ►  2024 (5)
    • ►  October (1)
    • ►  September (2)
    • ►  July (1)
    • ►  February (1)
  • ►  2023 (3)
    • ►  June (1)
    • ►  March (1)
    • ►  January (1)
  • ▼  2022 (9)
    • ▼  August (2)
      • Happy Birthday Warda
      • Jakarta Kali Ini
    • ►  July (1)
      • Lebaran di Tiga Pulau
    • ►  June (1)
    • ►  May (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  February (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2021 (2)
    • ►  November (1)
    • ►  July (1)
  • ►  2020 (4)
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ►  June (1)
    • ►  March (1)
  • ►  2019 (2)
    • ►  October (2)
  • ►  2018 (15)
    • ►  December (2)
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ►  September (1)
    • ►  August (2)
    • ►  May (3)
    • ►  April (1)
    • ►  February (3)
    • ►  January (1)
  • ►  2017 (12)
    • ►  December (2)
    • ►  November (2)
    • ►  October (2)
    • ►  September (3)
    • ►  March (2)
    • ►  February (1)
  • ►  2016 (8)
    • ►  December (1)
    • ►  September (4)
    • ►  June (1)
    • ►  May (1)
    • ►  March (1)
  • ►  2015 (2)
    • ►  November (1)
    • ►  August (1)

Categories

  • Article
  • Impression
  • Prolife
  • Travelog

POPULAR POSTS

  • CATATAN SKETSA: JADI GINI RASANYA DEMIS. . .
  • 15 TH OCTOBER
  • CATATAN SKETSA: BEHIND THE SCENE (BTS) BINCANG EKSKLUSIF BERSAMA PAK REKTOR
  • Review Film: Dilan 1990

Copyright © 2016 THE CORNER OF MY WORLD . Created by OddThemes | Distributed By Gooyaabi Templates