Jalan – Jalan ke Lumbis Pansiangan

Dari dulu, sudah punya keyakinan. Suatu saat pasti akan ke Malinau. Entah kapan?

Pertama kali dengar ada daerah namanya Malinau itu, pas SMA. Kebetulan ada satu temen yang berasal dari sana, Hazar. Waktu itu, Malinau masih ikut Kaltim. Sebelum pemekaran Kaltim – Kaltara. Dan sekarang, Malinau jadi salah satu kabupaten di Kaltara.

Selama 6 bulan terakhir ini aku di Kaltara, emang udah commit harus ke semua kabupaten/kotanya. Dan yang sudah berhasil dikunjungi, di luar dari Bulungan tempat aku stay, baru Tarakan. Udah dua kali malahan ke sana. Dan Berau, sebenarnya. Tapi karena Berau bukan masuk wilayah Kaltara, jadi ga bisa dihitung deh.

Kemarin sempet ada kesempatan untuk ke Tanah Tidung, tapi karena ga dapet izin bos untuk pergi ke sana (udah drama nangis-nangis karena ga diizinin) jadi gagal pergi.

Tapi alhamdulillah, beberapa pekan setelahnya Allah balas dengan kesempatan jalan-jalan ke dua daerah sekaligus. Malinau dan Nunukan. Tujuan tripnya sebenarnya ke Kecamatan Lumbis Pansiangan di Kabupaten Nunukan. Tapi akses menuju ke sana, melewati Malinau. Jadi di Malinau sebenarnya hanya mampir. Kami pergi ke sana bareng rombongan Dispar Kaltara. Untuk acara peresmian Desa Wisata di Kecamatan Lumbis Pansiangan oleh Pemkab Nunukan.



Salah satu spot sungai di Lumbis Pansiangan 


Kamis sore (18/11) kami berangkat, dan sampai di Malinau sekitar jam 12 malam. Istirahat semalam di hotel sebelum lanjut perjalanan besok siang. 

(Kamis malam, dapat kabar duka. Bapak sahabatku Andes, wafat. Alfatihah. Semoga diberi tempat terbaik di sisi Allah SWT)

Paginya, sempet diajak makan coto makassar sama temen-temen Diskominfo. Dan mampir sebentar ke komplek kantor bupati buat foto sama patung buaya. (Sumpah ga penting banget,)

Terus siangnya, melanjutkan trip bareng rombongan gubernur menuju Mensalong. Dari Mensalong, kami naik perahu mesin (warga setempat menyebutnya long boat) dan melalui perjalanan sungai selama 3 jam. Ya 3 jam saudara-saudara! Mayoritas transportasi antar daerah di Kaltara memang menggunakan jalur air. Aku harus mulai membiasakan diri dengan itu. 

 


Dua jam pertama perjalanan, permukaan sungai cenderung tenang. Tapi makin ke hulu, ternyata banyak giramnya. Alhasil kami sudah seperti main arung jeram. Karena perahu mulai oleng ke kanan dan ke kiri melawan giram. Suara riuh rendah mesin perahu jadi penanda. Ketika menemui arus giram yang deras, kadang perahu mesin dimatikan. Dibiarkan perahu mengikuti arus giram, lalu digas kembali. (Yang malah bikin aku parno, karena ku pikir perahu mati dan kami akan terbawa arus sungai :D)

Spot giramnya memang bikin naik turun sport jantung. Kaya naik roller coaster. Kencang, tenang lagi. Kencang, tenang lagi. Begitu seterusnya sampai ke tempat tujuan. Bagi temen-temen yang punya adrenalin tinggi sih itu pasti menyenangkan. Tapi buat aku, yang parnoan karena gak bisa berenang. Tiap melewati giram, aku merasa itu adalah hari terakhirku. Karena aku pikir perahu akan terbalik dan kami semua akan hanyut di sungai tanpa ada yang menyelamatkan. (Emang aku drama banget anaknya).

Selama perjalanan 3 jam itu, kita akan melihat keindahan alam Kaltara. Di sisi kanan-kiri sungai adalah hamparan hutan belantara yang lebat sekali. Yang dalam bayanganku malah terlintas film Warkop DKI yang edisi mereka terdampar di hutan. Dan ditangkap masyarakat adat. Atau film Anaconda, yang mereka cari anggrek di pedalaman hutan Kalimantan. Selama 3 jam perjalanan itu juga membuatku sempat berfantasi, bagaimana kalau beneran ada anaconda di bawah sungai yang kami lalui. Lalu dia muncul dan makan kepala kami satu-satu. Huaaaa.





Tapi Alhamdulillah, Allah memberkahi perjalanan kami. Dan kami sampai dengan selamat. Perahu meski oleng hebat, ga sampai terbalik kaya pikiran parno ku hehe. 

Kami sampai di Kecamatan Lumbis Pansiangan. Ini adalah salah satu kecamatan di perbatasan Nunukan. Yang berbatasan sungai dengan daerah Pagalungan, Malaysia. Mayoritas desa di Kecamatan Lumbis Pansiangan berada di tepi tebing-tebing sungai yang kami lewati tadi. Meski di tepi sungai, perkampungannya cantik. Tidak kumuh. Rumah-rumahnya di cat warna-warni dan ada jembatan kayu panjang menghadap sungai.

Karena kami datang bareng rombongan gubernur, jadi ada tari-tarian sambutan. Tapi aku langsung lari menerobos rombongan buat nyari WC. Malamnya, kami makan malam bersama yang disediain masyarkat desa. Masih ada rangkaian acara menari-nari bersama masyarakat tapi aku sudah tepar dan ketiduran di saung. 

Paginya, acara seremonial peresmian desa wisatanya. Dan momen yang paling membahagiakan, aku bisa foto selfie akrab sama Bu Laura (Bupati Nunukan) hehe. 




Sejak datang ke Kaltara, aku emang baru tau ada bupati perempuan muda keren di sini. Ini kan ikonik banget yaa. Sosok pemimpin perempuan muda kan jarang banget di Indonesia. Karena dunia politik didominasi oleh laki-laki. Jadi menurutku Bupati Nunukan ini merepresentasikan dua hal. Perempuan dan pemuda. Nunukan harus bangga punya sosok seperti Bu Laura. Dan yang begini ini, harusnya bisa lebih terekspos ke dunia luar sih.

Jadi referensi kepala daerah yang keren-keren itu ga mostly hanya di pulau Jawa. Selain Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Ridwan Kamil, kita juga punya, Laura Hafid. Hehe.

Bismillah, masa depan secerah Bu Laura!


Sehabis acara seremoni desa wisata, rangkaian kegiatan dilanjutkan ke PLBN (Pos Lintas Batas Negara) Labang. Well aku udah kaya ibu-ibu BUMN yang ninjau proyek. Karena emang cuma ninjau-ninjau aja di sana. Sambil nanya sama kontraktornya “kapan selesai?” Wkwkwk. 

PLBN ini juga menurutku salah satu prestasi pemerintahan Jokowi sih. Perhatian ke perbatasan mulai jadi prioritas. Sip ya! Semoga cepet selesai.

Apa sudah cocok jadi ibu-ibu proyek?


Setelah peninjauan dari PLBN Labang, rombongan gubernur balik. Karena bos besar sudah pulang, kami jadi lebih santai. Sorenya kami main arung jeram di Sungai Lumbis. Dimana aku sempat kejebur giram dan keputar arus hidrolik sungai. Tenggelam beberapa detik, baru nongol lagi ke permukaan. Kaya ikan koi megap-megap.

Lalu diselamatin Bang Ipal pake pengait dayung dan dibawa ke perahu. Pengalaman once in a lifetime yang ga akan aku lupain sih. Karena selama tenggelam beberapa detik itu, aku udah mikir "apa aku akan mati di sini?" Ternyata masih dikasih kesempatan hidup sama Allah. Dari situ lah aku merasa bahwa anugerah masih dikasih umur itu besar sekali dan patut disyukuri setiap detiknya. 

Dan tentu aku masih selamat karena doa orang tua juga. Beberapa jam sebelum main arung jeram memang sempet nelpon orang rumah. Setelah ngabari kalau bapak teman ku meninggal, aku juga minta doa. "Aku mau main arung jeram. Doain yaa, biar selamat. Jangan bilang-bilang bapak. Karena nanti aku pasti diomelin, 'ga bisa renang. Jangan banyak tingkah!"

Well, habis jatuh sekali itu sebenernya ga mau nyobain lagi main arung jeram. Tapi karena temen-temen yang terlalu suportif aku disuruh nyobain sekali lagi untuk rafting. Dengan jaminan ga akan jatuh. Karena tim diset sama orang-orang ahli.

Untung aku ini tidak traumatik anaknya, well yeah jadi aku nyoba lagi. Dan yes! Memang berhasil melewati jeram dan ga jatoh. Tapi tetep aja yang ku ingat, adalah rafting pertama yang aku jatuh, tenggelam, dan megap-megap kaya ikan koi.

***

Minggu pagi, akhirnya kami bersiap pulang. Alam sana seperti sedih melepas kepergian kami, sehingga hujan turun dengan deras. (Kepedean. Padahal kata hujan, emang gue lagi mau turun aja sih)

Hujan belum sepenuhnya reda, tapi karena perahu sudah siap, kami tetap pergi. Hujan-hujanan. Kami udah kaya refugees yang nyari suaka ke perbatasan. Perjalanan balik, yang harusnya berasa lebi cepat. Ternyata sama aja. Ya 3 jam juga, ga kurang. Ga nawar. Wkwkwk. 

Sebelum melanjutkan trip darat menuju Tanjung Selor. Kami sempet istrirahat di Malinau. Dan makan coto makassar (lagi). Baru mulai start dari Malinau sekitar jam 4 sore. Dan melalui perjalanan darat selama kurang lebih 6 jam menuju Tanjung Selor, Bulungan. 

Karena mobil kami tidak punya musik, jadi sepanjang jalan kami mengobrol saja biar tidak mengantuk. Dari ngomongin pohon yang ada pinggir jalan, ngomongin kebab, ngomongin kampus, sampai ngomongin potensi bisnis helm di Sekatak. Karena pas melewati perkampungan itu, banyak sekali orang naik motor ga pake helm. 

Akhirnya sampai di Tanjung Selor, jam 10 malam. Aku yang empat hari selama di Lumbis Pansiangan ga ketemu sinyal internet. Tidak tahu bagaimana kabar dunia luar, langsung random menelpon teman-temanku. Nure dan Syarif. Terutama untuk menanyakan bagaimana kabar Andes. 

Dan tentu saja, nelpon rumah untuk ngabarin aku selamat main arung jeram. Baru akhirnya tertidur. Dan paginya, baru aku rasakan badan ku remuk. Bangun-bangun aku susah napas karena hidungku mampet. Mungkin efek tenggelam dan ngirup air sungai. Lalu kaki ku terasa keram dan kecengklok. Sampai jalan pincang-pincang. 

Efek batuk-pileknya bahkan masih terasa sampai seminggu kemudian. Tapi gapapa. Itu sebanding sama pengalaman ke Lumbis Pansiangan yang eksotis dan menegangkan. Suatu saat, pengen bisa balik ke sana lagi. Bahkan, kalau memang akan menetap di Kaltara. Sepertinya bagus punya villa di Lumbis Pansiangan wkwkwk. Jadi bisa healing kapan pun kalau lagi stress hidup di kota. Hehe. Mimpi aja dulu kan.

 Yuk bisa yuk, kemana lagi abis ini?

 --Khajjar RV--


 Dokumentasi foto-foto lain 👇

Bareng Mba Helga Dispar yang aku remas lengannya tiap ngelewatin giram (😂✌️) dan motoris kapal yang kalo mesin mati, aku panik nengok ke Bapak, tapi beliau lempeng saja.






Jembatan Merah Putih jadi jalan penghubung internal desa


Ini waktu foto sama patung buaya di Malinau. Perkara kemakan cerita mistis, kalau malam katanya patung buayanya ilang. Pergi ke sungai :D

Dan beneran ketemu buaya asli di desa!




Perjalanan menuju PLBN Labang (narsis banget yang di depan yaa)


 

Share:

0 komentar