Pelatihan Jurnalistik Tingkat Dasar (PJTD) LPM Sketsa Unmul

Selamat malam.......................................... karena saya nulisnya malam-malam. Malam ini, (kebanyakan kata malam yaa?) saya menulis sebuah catatan, untuk melengkapi deskripsi video yang saya upload di channel youtube saya. (Link videonya paling bawah, setelah tulisan selesai). Tentang apa? Baca aja dah. Tapi kalau gak mau baca, ya gak papa juga. Nonton aja videonya yaa. Tapi kalau gak mau nonton ya gak papa juga. Karena saya tau, kuota itu mahal saudara-saudara. Trims.

***

Istilah Pelatihan Jurnalistik Tingkat Dasar disingkat PJTD, sudah mafhum di kalangan Pers Mahasiswa. PJTD adalah pelatihan dasar-dasar jurnalistik, menulis, dan pemahaman tentang pers. Tapi di Sketsa, istilah PJTD malah tidak terlalu familiar. Karena memang kita tidak menyebut pelatihan-pelatihan yang biasa kami lakukan terutama untuk anggota baru, dengan istilah PJTD. Ya hanya menyebut dengan kata "Pelatihan". Saya sendiri pertama kali mendengar istilah PJTD saat akan mengikuti PJTLN (Pelatihan Jurnalistik Tingkat Lanjut Nasional) di Palembang pada April 2015. Salah satu persyaratannya adalah sertifikat PJTD. Atau surat keterangan telah mengikuti pelatihan jurnalistik dasar di LPM masing-masing. 

Untuk kemudian saya ketahui, setiap PJTLN memang mewajibkan sertifikat PJTD bagi calon pesertanya. PJTD menjadi pelatihan wajib sebelum mengikuti PJTLN. PJTD dan PJTLN adalah dua pelatihan yang memiliki relevansi dan dianggap sebagai pelatihan resmi dan penting bagi seorang pers mahasiswa. Bahkan beberapa LPM di luar sana, menjadikan PJTLN sebagai syarat anggotanya ketika akan menjabat sebagai pengurus. Di Sketsa aturan itu belum diberlakukan. Nah, oleh karena itu di kepengurusan ini, saya mulai memperkenalkan PJTD dan PJTLN kepada anggota baru. Harapannya kedepan, PJTD dan PJTLN juga menjadi syarat wajib yang harus diikuti seluruh anggota Sketsa.

Untuk pertama kalinya, kami membuat PJTD yang sifatnya terbuka untuk mahasiswa umum. Tujuannya waktu itu, adalah untuk memperkenalkan LPM Sketsa secara lebih luas dan strategi untuk mendapat atensi yang lebih besar dari mahasiswa Unmul dalam Open Recruitment (Oprect) Geleombang II yang akan kami buka. Peserta PJTD kami golongkan menjadi dua. Pertama adalah anggota baru Sketsa yang telah mendaftar oprect gelombang I di bulan November. Kami wajibkan mereka untuk mengikuti PJTD yang kami sebut sebagai pelatihan resmi pertama sebagai anggota baru Sketsa. Dan kedua adalah mahasiswa umum yang membeli tiket pendaftaran. Jadi kalaupun misalnya pada saat itu, PJTD kita gak ada yang daftar, kita masih punya peserta dari anggota baru. (What a great strategy! haha).

Saya dan panitia berusaha mengemas acara semenarik mungkin. Dari mulai pemateri, tema acara, konsep, dan segala hal yang berhubungan dengan PJTD. Pertama, pemateri memang kami siapkan dari kalangan jurnalis. Karena kan pelatihan jurnalistik, pasti lebih ngena kalo yang kasih pemateri memang seorang jurnalis. Kalo dosen, ya apa bedanya sama kuliah? Nah pemateri pertama waktu itu seorang pimpinan redaksi dari perusahaan media cetak terbesar di Kaltim. 

Alhamdulillah, waktu itu emang kayak dikasih kemudahan deh bisa dapetin beliau sebagai pemateri. Cuma dihubungi via telfon langsung oke. Kedua, karena materinya fotografi kami ambil pemateri seorang fotografer lingkungan yang kebetulan juga seorang jurnalis. Ketiga, jurnalis lagi. Tapi bedanya dia masih mahasiswa dan kebetulan memang ketua umum Sketsa periode 2016 sebelum saya. Konsep materi memang kami susun demikian. Jadi pemateri pertama membahas tentang dasar-dasar jurnalistik, pemateri kedua bahas fotografi dan pemateri ketiga lebih ke motivasi mahasiswa untuk menjadi jurnalis. Karena TSO kita memang mahasiswa. 

Terus biar acara semakin menarik, kita siapkan doorprize. Gak main-main doorprizenya waktu itu. Kita siapkan dua novel. Pertama novel Trilogi 5 Menara dan Tetralogi Buru Karya Pramoedya Ananta Toer. Jadi total ada tujuh novel yang jadi doorprize. Yang lebih keren lagi, Novel Trilogi 5 Menara-nya itu ada tanda tangan (ttd) penulis. Kebetulan waktu itu, penulisnya A Fuadi lagi ngisi PJTLN di LPM Dinamika Medan. Nah saya minta temen saya di sana buat belikan novelnya sekaligus mintain tanda tangan A Fuadi. Dan dikirim ke Samarinda. Mahal banget ongkosnya. Tapi demi tanda tangan penulis idola mah apa sih yang enggak. Saya dengan berat hati sebenarnya melepas novel itu sebagai doorprize. Karena saya juga mau T_T, tapi demi PJTD, ya baiklah.

Terus doorprize kedua itu gak kalah dramanya. Kalian tahu kan gimana fenomenalnya tetralogi Pulau Buru karya sastrawan besar Pramoedya Ananta Toer yang namanya berkali-kali masuk sebagai kandidat penerima nobel sastra. Pasti mahal, dan susah dapetin yang asli. Saya aja punya satu yang sekuel ke-empat beli bajakan di Pare. Itu juga hadiah dari temen. Dan akhirnya kami dapet novelnya, tapi mahal, harganya Rp 500 ribu lebih. Jadi kami masukin proposal ke toko bukunya. Dan ditolak! Tapi akhirnya kami tetep beli, demi memberikan doorprize yang berfaedah bagi mahasiswa dan semoga bernilai pahala karena kami mendorong budaya literasi di kampus dengan memberikan sebuah buku. 

Selain doorprize, banyak lagi drama pra PJTD. Salah satunya masalah ttd Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan di sertifikat peserta. Kebetulan, waktu itu bapaknya lagi opname di rumah sakit karena asam urat kaki. Gimana pun caranya, kami harus dapat ttd beliau. Karena udah terlanjur publikasi kalo peserta bakal dapat sertifikat langsung pas acara. Kami jenguklah bapaknya, dengan membawa segepok sertifikat untuk di ttd-in. Tapi beliau cuma mau ttd 30 dari 150 lembar. Sampe H-1, 120 sertifikat belum di ttd-in. Akhirnya setelah merayu, memohon, dan meminta dengan sangat, Pak Wakil Rektor luluh dengan memandatkan sekretarisnya untuk memberikan stempel ttd-nya di sertifikat kami. Hamdalah.

Hari H terlaksana pada Sabtu, 10 Desember 2016. Secara keseluruhan, acara sukses. Tapi ada beberapa cacat juga. Pertama, acara ngaret. Jam 8 peserta sudah membludak, tapi kami panitia malah belum siap. Konsumsi snack dan seminar kit juga lambat datang. Udah gitu, acara yang harusnya mulai 8.30 pagi, molor satu setengah jam, karena kita nungguin pembina yang akan ngebuka acara. Terus, pemateri pertama yang paling kita harapkan, malah ngasih materi yang out of the context. Padahal kita udah kasih TOR, untuk membahas tentang dasar-dasar jurnalistik. Tapi beliau malah bahas tentang medianya. Alibinya kalau teori dasar-dasar jurnalistik bisa dibaca dibuku. Ya tapi kan pak, ah ya udahlah. Untung pemateri dua dan tiga setelahnya, bagus aja sesuai arahan. Coba kalau sama kayak pemateri pertama. Ya udah kalo gitu peserta suruh baca buku aja semua.  

Terlepas dari itu saya tetep bersyukur karena acara berjalan dengan lancar. Panitia yang terlihat keren karena pake kaos baru yang kita tetapkan sebagai PDL (pakaian dinas lapangan). Tulisan depannya "PERS MAHASISWA" dan di belakang punggung tulisan bahasa Jerman "Das schreiben ist ar beiten eine ewigkeit" yang artinya "menulis adalah kerja keabadian" kata-kata magis dari Om Pram (Pramoedya Ananta Toer). Buat para sponsor acara kita juga dari Shofy Copy, yang bisa kita hutangin ATK dan nyiapin seminar kit keren. Dan konsumsi hits dari Ayam Gepreks. Oke lah semuanya.


I'll never forget this moment...


Khajjar.R

Desain Publikasi PJTD. Desain by Rizky Rachmadiani

Moderator Achmad Syahrif dan Pemateri Fotografi Bapak Yustinius Sapto Hardjanto
Peserta PJTD

Panitia

Share:

0 komentar