THE CORNER OF MY WORLD

Everyone has a story of their life. Here are mine: stories about love, friendship, family, dreams, and hopes, all set in the corner of my world. Fortunately, despite this big world, I have found my own little corner :D

Powered by Blogger.

Dear Ayu my best friend, you have to know that I started writing this blog long before your birthday.

Aku menulisnya di sekitar quarter awal tahun ini. Sebagai bentuk rasa syukurku, di awal tahun 2025-ku yang penuh huru-hara, ada kamu yang hadir menemani, menguatkan, mendengarkan cerita keluh-kesahku yang tak berkesudahan. 

Katanya, pertemanan yang bertahan lebih dari 10 tahun, sudah bisa dianggap sebagai saudara. And cheers to our friendship—now we are sisters!

Dari temenan satu kelompok pas ospek jurusan, lanjut jadi satu geng kuliah, dan sampe sekarang. Persahabatan era dewasa yang isinya tiap ketemu cuma update (masalah) kehidupan masing-masing. 

Ayu, cewek asal Sangatta ini aku kenal sebagai cewek kalem, polos, dan sangat religius. Dilihat dari sudut pandang manapun, sepertinya karakter kami ga akan cocok. 

Turns out, Ayu jadi salah satu sahabat terbaik, terlama, dan ter-no dramaku sampai sekarang. 

Somehow, aku ternyata memang punya kecenderungan berteman dengan seseorang yang punya karakter berlawanan denganku. Ayu, mengingatkanku pada sahabat masa SMA-ku, Lathi yang memiliki karakter yang hampir serupa. (Baca: My Bestie Lathi )

Sepanjang ingatanku berteman dengan Ayu, aku tidak punya riwayat berkelahi. Kalau pun sampai kami berkelahi, sudah dipastikan akulah yang salah. 

Bcs, Ayu has no sin! 

Dari jaman kami kuliah, Ayulah penasehat utama hidupku dan pendengar setia semua cerita-ceritaku. 

Dia tau, crush pertamaku di kampus dan hal-hal konyol lain yang hanya ku bagi dengan Ayu. 

Ayu is totally a good listener. No judging, no sentimentality, just listening!

Aku beryukur sekali di kehidupan dewasaku ini, aku punya sahabat seperti Ayu. 

Momen paling mengesankan tentang Ayu adalah kamar kosnya dulu yang selalu rapi. Dan aku, si tidak tau diri ini sering menumpang di kosnya untuk tidur siang. 

Setiap pulang kuliah, pulang organisasi, pulang rapat, selalu ku sempatkan main ke kos Ayu untuk tidur di kasurnya. Dan tidak sekali pun Ayu marah atau melarangku tidur di atas dipannya. 

Di kehidupan kuliah kami, aku dan Ayu sempat mengikuti beberapa kegiatan kemahasiswaan bersama. Pertama di Mushola Fakultas, lalu di Bina Desa, dan terakhir kami jadi relawan mengajar. 

Di dua kegiatan terakhir itu, Ayu bertemu Kak Fadhol yang jadi suaminya sekarang. Aku jadi saksi kisah cinta mereka, yang aku tuliskan di blog sebagai kado pernikahan. (Baca kisah mereka di sini ๐Ÿ‘‰๐Ÿป Love Story: Ayu dan Kak Fadhol)

Setelah menikah, Ayu menetap di Tenggarong. Kami sering bertukar kunjungan saat ke kota masing-masing. Meski lebih sering Ayu yang ke Samarinda daripada aku yang ke Tenggarong. 

Dimana setiap Ayu main ke kos, ada saja yang dia bawakan untukku. 

Banyak deep moment yang juga aku lalui dengan Ayu. Seperti saat kami menikmati suasana sore berdua di sebuah lapangan di Pare sambil makan ketan susu. Atau mimpi kami yang ingin menerbangkan lampion berdua. Lampion itu bahkan sudah kami beli, tersimpan di bawah dipan kamar kos Ayu. Tapi tidak pernah kami terbangkan bersama. 

Atau saat momen susah jaman kuliah, kami selalu meluangkan waktu berdua, menyisihkan uang saku kami untuk makan makanan enak. 

Memori-memori seperti itulah yang sangat berkesan dan sulit terlupakan. Itulah mungkin kenapa, pertemanan dari masa-masa sekolah, kuliah, bisa bertahan jauh lebih lama. Ketimbang pertemanan yang baru terjalin di era dewasa. 

Lagipula, semakin lama kita berteman akan semakin banyak kekurangan masing-masing yang kita temukan. Di situlah kita memilih, tetap berteman atau meninggalkan. 

Dan aku bersyukur Ayu masih memilih untuk menjadi teman, sahabat, dan saudaraku. Di ulang tahunnya sekarang, semoga ia diberikan keberkahan usia, kebahagiaan hidup, dan ketenangan batin dalam semua peran yang ia jalani. Sebagai anak perempuan, sebagai kakak, sebagai istri dan sebagai seorang sahabat. 

--These days, I've had so many friendships break apart. And I find myself able to let go of them very easily. But you are the friend I will hold onto forever.--

Happy Birthday Yu, 

-- Juur --

Our shots:

Ayu 2025 makin glowing✨️


                                                                 *2025



                                                                    *2019

Ayu di momen Yudisiumku *2019

*2017: Bukber pulang organisasi, itu masih pake PDH


Ayu sama Gibran. Kalo ketemu sekarang, udah gabisa digendong anaknya Yu ๐Ÿ™ˆ

Masih jadi anak mushola nonton konser Palestine. *2014


Bina Desa 2014

Tanjung Selor, kota kecil di tepian Sungai Kayan itu, mungkin tak masuk dalam daftar destinasi impian banyak orang. Tapi bagiku, kota ini menyimpan potongan hidup yang tak mungkin kulupakan.


Tiga tahun berlalu sejak aku terakhir kali menjejakkan kaki di Tanjung Selor. Kota yang dulu sempat menjadi tempatku tumbuh, belajar bertahan, dan diam-diam menyembuhkan. Tak selalu manis memang, tapi entah kenapa, saat aku kembali—meski hanya sekejap—aku merasa seperti sedang dipeluk hangat oleh kenangan.

Kunjungan kali ini berawal dari tugas dinas. Ada arahan dari pimpinan untuk mendampingi tugas di sana, lalu aku merespon dengan wajah berbinar-binar penuh makna, "Siap ditugaskan!"

Kantor yang suportif lalu mengirimku mendampingi agenda ke Tanjung Selor.

Tiga hari. Waktu yang sangat singkat, tapi cukup untuk melihat kembali jejak-jejak lama. Kesempatan langka itu aku manfaatkan untuk bertemu teman-teman dan menapak tilas setiap tempat yang pernah ku lalui. 

Kantor-kantor pemerintahan, tepian, indekos, coffee shop, pelabuhan, dan sebagainya. 

Aku bahkan masih mengingat jalan-jalan di sana. Sengkawit, Kol. Soetadji, dan komplek jalan buah-buahan yang seperti labirin. 

Senang sekali bisa kembali ke Tanjung Selor dengan perasaan yang jauh lebih baik.

Ibu Kota Kalimantan Utara ini juga ku lihat tumbuh semakin baik. Ada semakin banyak resto kekinian dan coffee shop yang makin menjamur. Tanda perkembangan ekonominya tumbuh positif. Meski aku yakin, harga-harganya pasti tetap mahal. (๐Ÿ˜…)

Hari pertama, aku dibantu kawan lamaku, Jum, untuk mengurus hotel. Kebetulan dia juga sedang mengurus atasan tempatnya bekerja di hotel yang sama. Sore harinya, aku bertemu Mba Rika—teman sepedaan yang selalu mengejaku dengan nama “Kajar”. 

Kami menyeruput minuman matcha dan cokelat sambil bernostalgia di sebuah coffee shop di Jalan Durian, yang jadi markas wartawan mengetik berita.



Puncak nostalgia terjadi di hari kedua. Usai agenda kerja, malamnya aku bertemu teman-teman lama—rekan kerja seperjuangan saat aku masih berdomisili di sini. Kami berkumpul di tepian Sungai Kayan yang kini telah berubah menjadi pusat kuliner malam. 



Lampu-lampu kuning temaram, deretan stan UMKM, dan aroma kopi membuat suasana hangat dan hidup. Kami tertawa, mengenang masa lalu, dan tanpa sadar membongkar sisi-sisi diriku yang dulu. 


Rupanya dulu aku dianggap introvert karena jarang ikut nongkrong. Padahal, sepertinya saat itu aku hanya sedang burn out saja... Dan lebih senang menghabiskan waktu sendiri ketimbang ramai-ramai. Hidup memang kadang begitu.

Rencana jogging bareng Mba Rika di hari terakhir harus gagal karena hujan pagi itu terlalu nyaman untuk dilawan. Kami memilih tidur lebih lama. Siangnya, aku menyeberang ke Tarakan, mengejar pesawat ke Balikpapan dari Bandara Internasional Juwata. 

Tapi lebih dari itu, aku punya alasan sentimental: ingin bertemu para sahabat SMA-ku yang menetap di Tarakan—"rumah singgah" ternyaman versiku di Kalimantan Utara.

Kami berkumpul di sebuah kafe di Gunung Lingkas. Tujuh orang, tujuh cerita yang kembali bertaut dalam tawa dan pelukan. Lathi, Adhel, Tika, Hafsa, Halimah, Rahma, dan aku. Tiga jam penuh nostalgia, mengisi ulang energi dan jiwa yang sempat lelah.



Sebelum ke bandara, Lathi mengantarku. Dalam perjalanan, aku melihat kembali potongan hidupku yang pernah terasa berat—tapi ternyata aku berhasil melewatinya.

"One day you will look back on your life and congratulate yourself. Smile and say, it was hard but I did it!"

๐Ÿ“Tarakan, 25 April 2025. From 12,875 ft

Khajjar. R

Newer Posts Older Posts Home

Best of Mine

Best of Mine
Don't judge me too much if you don't know me too well

ABOUT AUTHOR

Suka Nulis || Suka Cerita || Suka Hal Baru || Dan Suka Kamu!! Terima Kasih Sudah Berkunjung :D

AmazingCounters.com

Blog Archive

  • ▼  2025 (2)
    • ▼  September (1)
      • Happy Birthday Ayu!
    • ►  April (1)
      • Nostalgia Kecil di Tanjung Selor
  • ►  2024 (5)
    • ►  October (1)
    • ►  September (2)
    • ►  July (1)
    • ►  February (1)
  • ►  2023 (3)
    • ►  June (1)
    • ►  March (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2022 (9)
    • ►  August (2)
    • ►  July (1)
    • ►  June (1)
    • ►  May (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  February (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2021 (2)
    • ►  November (1)
    • ►  July (1)
  • ►  2020 (4)
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ►  June (1)
    • ►  March (1)
  • ►  2019 (2)
    • ►  October (2)
  • ►  2018 (15)
    • ►  December (2)
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ►  September (1)
    • ►  August (2)
    • ►  May (3)
    • ►  April (1)
    • ►  February (3)
    • ►  January (1)
  • ►  2017 (12)
    • ►  December (2)
    • ►  November (2)
    • ►  October (2)
    • ►  September (3)
    • ►  March (2)
    • ►  February (1)
  • ►  2016 (8)
    • ►  December (1)
    • ►  September (4)
    • ►  June (1)
    • ►  May (1)
    • ►  March (1)
  • ►  2015 (2)
    • ►  November (1)
    • ►  August (1)

Categories

  • Article
  • Impression
  • Prolife
  • Travelog

POPULAR POSTS

  • CATATAN SKETSA: JADI GINI RASANYA DEMIS. . .
  • 15 TH OCTOBER
  • CATATAN SKETSA: BEHIND THE SCENE (BTS) BINCANG EKSKLUSIF BERSAMA PAK REKTOR
  • Review Film: Dilan 1990

Copyright © 2016 THE CORNER OF MY WORLD . Created by OddThemes | Distributed By Gooyaabi Templates