THE CORNER OF MY WORLD

Everyone has a story of their life. And here are my stories about love, friendship, family, dreams, and hopes. These are all in the corner of my world. Fortunately, in this big world I have my own little corner :D

Powered by Blogger.

Tanjung Selor, kota kecil di tepian Sungai Kayan itu, mungkin tak masuk dalam daftar destinasi impian banyak orang. Tapi bagiku, kota ini menyimpan potongan hidup yang tak mungkin kulupakan.


Tiga tahun berlalu sejak aku terakhir kali menjejakkan kaki di Tanjung Selor. Kota yang dulu sempat menjadi tempatku tumbuh, belajar bertahan, dan diam-diam menyembuhkan. Tak selalu manis memang, tapi entah kenapa, saat aku kembali—meski hanya sekejap—aku merasa seperti sedang dipeluk hangat oleh kenangan.

Kunjungan kali ini berawal dari tugas dinas. Ada arahan dari pimpinan untuk mendampingi tugas di sana, lalu aku merespon dengan wajah berbinar-binar penuh makna, "Siap ditugaskan!"

Kantor yang suportif lalu mengirimku mendampingi agenda ke Tanjung Selor.

Tiga hari. Waktu yang sangat singkat, tapi cukup untuk melihat kembali jejak-jejak lama. Kesempatan langka itu aku manfaatkan untuk bertemu teman-teman dan menapak tilas setiap tempat yang pernah ku lalui. 

Kantor-kantor pemerintahan, tepian, indekos, coffee shop, pelabuhan, dan sebagainya. 

Aku bahkan masih mengingat jalan-jalan di sana. Sengkawit, Kol. Soetadji, dan komplek jalan buah-buahan yang seperti labirin. 

Senang sekali bisa kembali ke Tanjung Selor dengan perasaan yang jauh lebih baik.

Ibu Kota Kalimantan Utara ini juga ku lihat tumbuh semakin baik. Ada semakin banyak resto kekinian dan coffee shop yang makin menjamur. Tanda perkembangan ekonominya tumbuh positif. Meski aku yakin, harga-harganya pasti tetap mahal. (😅)

Hari pertama, aku dibantu kawan lamaku, Jum, untuk mengurus hotel. Kebetulan dia juga sedang mengurus atasan tempatnya bekerja di hotel yang sama. Sore harinya, aku bertemu Mba Rika—teman sepedaan yang selalu mengejaku dengan nama “Kajar”. 

Kami menyeruput minuman matcha dan cokelat sambil bernostalgia di sebuah coffee shop di Jalan Durian, yang jadi markas wartawan mengetik berita.



Puncak nostalgia terjadi di hari kedua. Usai agenda kerja, malamnya aku bertemu teman-teman lama—rekan kerja seperjuangan saat aku masih berdomisili di sini. Kami berkumpul di tepian Sungai Kayan yang kini telah berubah menjadi pusat kuliner malam. 



Lampu-lampu kuning temaram, deretan stan UMKM, dan aroma kopi membuat suasana hangat dan hidup. Kami tertawa, mengenang masa lalu, dan tanpa sadar membongkar sisi-sisi diriku yang dulu. 


Rupanya dulu aku dianggap introvert karena jarang ikut nongkrong. Padahal, sepertinya saat itu aku hanya sedang burn out saja... Dan lebih senang menghabiskan waktu sendiri ketimbang ramai-ramai. Hidup memang kadang begitu.

Rencana jogging bareng Mba Rika di hari terakhir harus gagal karena hujan pagi itu terlalu nyaman untuk dilawan. Kami memilih tidur lebih lama. Siangnya, aku menyeberang ke Tarakan, mengejar pesawat ke Balikpapan dari Bandara Internasional Juwata. 

Tapi lebih dari itu, aku punya alasan sentimental: ingin bertemu para sahabat SMA-ku yang menetap di Tarakan—"rumah singgah" ternyaman versiku di Kalimantan Utara.

Kami berkumpul di sebuah kafe di Gunung Lingkas. Tujuh orang, tujuh cerita yang kembali bertaut dalam tawa dan pelukan. Lathi, Adhel, Tika, Hafsa, Halimah, Rahma, dan aku. Tiga jam penuh nostalgia, mengisi ulang energi dan jiwa yang sempat lelah.



Sebelum ke bandara, Lathi mengantarku. Dalam perjalanan, aku melihat kembali potongan hidupku yang pernah terasa berat—tapi ternyata aku berhasil melewatinya.

"One day you will look back on your life and congratulate yourself. Smile and say, it was hard but I did it!"

📍Tarakan, 25 April 2025. From 12,875 ft

Khajjar. R

Pergi ke Nusa Penida (selanjutnya aku akan menyingkatnya: Nuspen) adalah manifestasi dalam hati sejak tahun 2016.

Dulu, aku pernah baca travel blognya Cumilebay.com yang nyeritain perjalanan penulisnya ke Nuspen di Bali. Saat itu, Nuspen belum sepopuler sekarang. 

Bahasa blognya super lucu dan humoris tapi tidak mengurangi esensi gambaran keindahan pulau Nuspen yang ada di Kabupaten Klungkung Provinsi Bali itu. Pilihan kata-katanya memang lebay, seperti nama blognya. Tapi justru itu yang bikin pembaca merasa terhibur. 

Usai membaca blog itu, aku manifestasi dalam hati, suatu saat ingin bisa ke Nuspen juga. 

Sayang, saat aku buka lagi alamat blognya sekarang, sudah berubah jadi situs judol wkwkwk. 

Tuhan ternyata mendengar doa meski tak terlafadzkan. Siapa sangka, delapan tahun kemudian akhirnya aku bisa pergi ke Nusa Penida. 

Yep, 20 September 2024 kemarin akhirnya aku ikut open trip ke Nusa Penida. Salah satu keputusan impulsif yang aku ambil, di sela-sela tugasku saat ke Kuta. 

Algoritma instagram selalu bisa membaca pikiran penggunanya. Out of nowhere, tiba-tiba muncul akun jasa open trip ke Nuspen di beranda instagramku. Aku langsung mengontak cp-nya dan sat-set hanya dalam hitungan detik, aku sudah daftar open trip untuk keberangkatan esok hari. 

Sudah daftar dan bayar, baru aku berpikir, gimana kalo ini penipuan? Wkwkwk. 

Di sela kegiatan, aku ketemu Mba Rini Aldila rekan kerja kantor beda instansi yang mau join open tripku ke Nuspen. Asyik, punya teman! 

Keesokan harinya kami bertemu di titik kumpul Pelabuhan Serangan di Denpasar. 

Open trip kami ternyata diikuti 123 pax (peserta) yang semuanya (literally semuanya) bule!

Hanya kami berdua, aku dan Mba Rini yang wisatawan nusantara alias orang dalam negeri haha. Muslim dan berjilbab lagi haha. 

Aku dan Mba Rini

Di situ si aku melihat ekosistem pariwisata Bali yang udah terbangun solid banget! Hebat banget semuanya terbangun senatural itu atmosfer pariwisatanya. Semua aspek mendukung banget untuk berjalannya sistem pariwisata yang terkesan natural tanpa desain teori-teori pembangunan pariwisata yang biasanya ku dengar dari sosialisasi Dispar. 

Aku bahkan ngerasa amaze dengan tour guide nya, para bli-bli lokal Bali yang fasih banget bahasa inggris. Ngomong sama bule-bule itu udah kaya bestie tanpa terkendala salah tafsir bahasa. 

Dan aku menemukan diriku ingin juga punya pengalaman sebagai tour guide turis asing seperti itu. Kenapa telat banget si baru kepikiran sekarang! Haha. 

Mereka juga udah pro banget hospitalitynya ke tamu wisata. Mereka sangat baik dalam memperlakukan semua wisatawan. Tanpa membeda-bedakan mana wisatawan asing dan lokal. 

Saat kami di perjalanan menuju pulau Nuspen, naik fastboat berkapasitas 130 penumpang, para awak fastboatnya memperlakukan kami dengan sangat friendly and welcome. 

Seperti saat kami ga dapat kursi di dek bawah, kami dipersilakan naik ke dek atas. Sebelum menawari kami, dengan sopan para bli-bli awak kapal itu bertanya, 

"Mau di atas kah kak? Tapi bule-bulenya sambil drink party gapapa?" 

Dan kami jawab, "gapapa," haha. 

Di dek atas sambil dengerin para bli-bli kapal yang ngelawak terus 😅

Di sepanjang perjalanan mereka juga bercerita, kalau dari Nuspen kita bisa menyeberang ke Gili Trawangan di Lombok yang hanya butuh waktu 1,5 jam. 

Keindahan Bali ga ada apa-apanya kalau dibandingkan dengan Lombok. Tapi Bali tetap jadi favorit bagi para bule karena di sini lebih bebas dan sesuai dengan lifestyle mereka. Dibanding Lombok yang merupakan daerah mayoritas muslim. Begitu cerita dari para bli-bli di speedboat saat perjalanan kami menuju Pulau Nuspen. 

Sesampainya di Nuspen sudah ada satu tour guide yang akan mengantar kami ke setiap destinasi wisata. Satu tour guide, memimpin enam orang wisatawan. 

Aku dan Mba Rini bertemu dengan dua pasangan bule dari Afrika dan Eropa. Yup, memang bagusnya ke sini tu sama pasangan kali yaa wkwkwk. (Crying in pain) 

Destinasi pertama kami, adalah ke pantai bertebing karang, Broken Beach dan Angel Billabong. Buat temen-temen yang berencana trip ke Nuspen, aku saranin ikut open trip aja. Itu dah paling bener. 

Karena perjalanan dari pelabuhan di Nuspen menuju spot-spot wisatanya itu cukup ngeri-ngeri sedap. Masih banyak kondisi jalan di Nuspen yang agregat batu terjal dan curam. Bukan aspal mulus. 

Kami saja rasanya sudah seperti off road di setiap perjalanan menuju destinasi wisata. 

Walau itu semua terbayarkan si, kalau sudah sampai di destinasi wisata yang bagaikan memancarkan keindahan surga di bumi. 

Broken Beach 🌊

Nahan panas sampe jidat mengkilat🌞

Oiya, Nuspen panassssss banget. Untung aku bareng mba Rini yang super well prepared! Dia bawa semua perlindungan sinar UV. Payung, topi, dan sunblock wkwkkwk. 

Angel Billabong

Spot kedua, adalah spot yang jadi primadona wisata di Nuspen. Kelingking Beach. Tebing pantai yang punya satu gugusan pulau ikonik berbentuk lumba-lumba. Ada juga yang bilang dinosaurus. Haha terserah aja. 

Kelingking Beach. Ada juga yang bilang, gugusan tebing ini tuh kaya jari kelingking sesuai namanya. 


 

Our team. Tuh liat aja, couple semua kan mereka!
(Fun fact: tour guide kami sampe manjat pohon demi ambil foto ini! Terdabest 👍🏻)

Rasanya ga bakal lengkap seluruh perjalanan di Nuspen kalau belum ke pantai ini. 

Usai dari Kelingking Beach, kami dapat paket makan siang di resto baru lanjut lagi ke destinasi wisata terakhir di Crystal Beach. Di sini waktunya agak lama karena para bule pada berenang. 

Aku dan Mba Rini yang ga bawa baju renang akhirnya milih duduk-duduk saja di tenda sambil minum es kelapa. 


Cipak-cipuk bentar di pantai biar afdhol.

Spot wisata yang kami tuju, ternyata adalah west trip. Atau lokasi-lokasi wisata di daerah Nusa Penida Barat. Ada beberapa spot wisata yang juga terkenal di daerah timur. Seperti Diamond Beach, Rumah Pohon, dan Bukit Teletubbies. 

Jadi pastikan temen-temen memilih pilihan trip yang tepat sesuai preferensi tujuan wisata. 

Tapi buat aku yang baru pertama kali ke Nuspen si udah cukup puas banget. 

Oke segitu dulu cerita perjalananku ke Nuspen. Semoga kalian yang baca juga bisa pergi ke sana suatu saat nanti. 

Aku akan menutup tulisan ini, dengan quote meme favorit yang pasti kalian udah pernah denger:

"Kalau masalah ga ada jalan keluarnya, maka keluarlah jalan-jalan!" 

Hehe, cheers! 😉

Khajjar RV 



Blog ini aku tulis, saat aku kangen berat sama sahabatku di Tarakan, Lathi. 

Seharusnya si aku memasukkan kategori blog ini ke rubrik #happybirthday. Tapi ternyata, ulang tahunnya masih lama. Di bulan April. 

Jadi ku tulis saja sekarang. Aku akan selalu membacanya ketika aku kangen dengannya. Selalu ada cara untuk menyalurkan rindu...

Lathi adalah sahabatku ketika SMA. Kami bertemu saat mondok Pesantren di Balikpapan. Tahun 2010-2013. 

Dalam kehidupan berasrama itulah aku mengenal Lathi. Tapi kami baru akrab, saat tahun kedua sekolah di kelas XI. 

Kami satu kelas di IPA yang muridnya hanya 15 orang. 

Dekat dengan Lathi pun suatu ketidaksengajaan. 

Saat SMA, aku adalah sekretaris OSIS. Setiap malam selalu begadang di Kantor Madrasah untuk mengerjakan proposal dan pertanggungjawaban OSIS. 

Di Kantor Madrasah itu, ada dua temanku Ida dan Afnajia yang bertugas membersihkan kantor ustadzah. Lathi dengan sukarela selalu membantu mereka berdua. Mereka memang dekat karena sama-sama berasal dari Tarakan. 

Alhasil aku yang sering bertugas di Kantor Madrasah tiap malam, selalu bertemu dengan mereka. 

Kami jadi sering menghabiskan tiap malam bersama. Bahkan selama periode itu, kami lebih sering tidur di kantor madrasah dari pada di kamar asrama. 

Pernah suatu malam, kami mendengarkan radio yang ada di kantor ustadzah diam-diam. Kami sengaja mencari frekuensi radio luar untuk mencari informasi update di luar sana. Maklum, selama nyantri kami dilarang punya handphone dan perangkat digital apa pun. 

Informasi yang kami tau, hanya dari koran dan majalah pesantren. 

Saat menemukan frekuensi radio luar, kami mendengar lagu "Afghan - Bawalah Pergi Cintaku" diputar. Syahdu sekali kami mendengar lagu itu. Diam-diam kami menikmatinya meski dengan volume yang super pelan. 

Jadi lagu itu lah yang sedang hits di luar sana saat itu. 

Wajar, di asrama kami dilarang mendengar lagu selain murottal dan nasyid. 

Bertahun-tahun berlalu setelah momen itu, setiap mendengar lagu Afghan: Bawalah Pergi Cintaku, memoriku kembali ke malam 2011 di sudut kantor ustadzah itu.

Kadang, sebuah lagu memang terikat dengan momen tertentu. 

Karena sering menghabiskan waktu bersama, aku jadi dekat dengan Lathi. Entah bagaimana mulanya, Lathi jadi sering membantuku menemani mengerjakan proposal OSIS. 

Kehadiran Lathi ternyata memberikan warna baru di kehidupan asramaku. Lathi tak hanya menemaniku setiap malam di kantor ustadzah. Tapi membantuku di semua sisi kehidupan berasrama. 

Kami jadi teman makan di dapur umum. Karena setiap santri dijatah makan berpasangan dengan satu ompreng. Sejak bersama Lathi, aku jadi tidak bingung lagi mencari teman setiap jam makan. 

Kami juga memutuskan berbagi lemari. Kebetulan aku punya satu lemari buku warisan sepupu yang sudah lulus dari pesantren. Lemari buku itu, kemudian ku bagi dua bersama Lathi untuk tempat menyimpan buku-buku dan stok cemilan kami. 

Dimana stok cemilan Lathi selalu aku habiskan. Karena aku suka sekali ngemil. Terutama kue-kue bugisnya dan Milo Malaysia. 

Lathi yang super rajin dan rapi, juga sering merapikan lipatan baju di lemariku. Salah satu kemampuan yang tidak pernah aku kuasai selama nyantri, memang "melipat baju." 

Padahal giliranku main ke lemarinya, tak pernah aku melakukan hal yang sama. Kami punya spot lemari yang terpisah lorong. Lorong lemariku berada di poros utama yang menjadi jalan lewat santri keluar-masuk. 

Sedangkan lorong lemari Lathi, lebih ekslusif. Berada di ujung dinding kamar lemari. Lemarinya yang tinggi membuatnya dekat dengan ventilasi udara. Aku sering tidur di atas lemarinya sambil merasakan semilir angin yang masuk dari ventilasi dan sela-sela jemuran pakaian santri yang harum pewangi. 

Kami juga selalu mencuci bersama di kamar mandi. Bahkan karena dekat dengan Lathi, aku bisa jadi member tetap di kamar mandinya. Wkwkwk.

Fun fact di asrama kami, hanya ada 18 kamar mandi untuk ratusan santri. Tiap kamar mandi itu, sudah ada member tetapnya. Bagi santri yang tidak jadi member tetap, hanya luntang-lantung menumpang di setiap kamar mandi. Termasuk aku. 

Setelah dekat dengan Lathi, aku bisa bergabung di kamar mandinya. Yang salah satu membernya adalah Ketua Dewan Santri (DS). Wow, tiba-tiba naik level strata sosial kamar mandi wkwkwk. 

Aku dan Lathi kemudian membentuk satu geng persahabatan, bersama ketiga teman kami di kelas IPA lainnya. Mereka adalah Daya, Nenti, dan Nitha. 

Meski nama gengnya super norak. Five Chun. "Five" karena kami berlima. Dan "Chun" diambil dari nama aktor Taiwan idola Lathi, Wu Chun. 

Lathi pun kami panggil Lathi Chun. Sampai sekarang. Bahkan akun instagramnya bernama "Chunna". 

Selama berteman dengan Lathi, tak pernah sekali pun kami punya riwayat berkelahi. Lathi memang berhati seperti malaikat. Dia sepertinya tidak punya emosi marah atau kesal. 

Misalnya, aku sering membangunkannya di tengah malam. Minta ditemani ke kamar mandi saat aku kebelet buang air kecil. Karena jarak asrama dan kamar mandi umum memang cukup jauh. Dan aku ini, super penakut. Apalagi kalau gelap. 

Sementara, giliran Lathi yang ingin ke WC tengah malam, tidak pernah membangunkanku. 

Lathi juga selalu mendukungku dalam karir organisasi di sekolah. Aku yang super sibuk karena menjabat Sekretaris OSIS dan Ketua Club Theater selalu terbantu dengan kehadiran Lathi. Dia sudah seperti aspri yang mendampingiku kemana-mana. 

Lathi juga jadi teman curhat yang super adem karena mampu meredam amarah. Aku yang super meledak-ledak dan impulsif bisa menjadi tenang setelah curhat dengan Lathi. 

Setelah lulus SMA di tahun 2013, Lathi kembali ke kota asalnya di Tarakan. Ia megambil kuliah Farmasi di sana. Sementara aku melanjutkan studi di Samarinda. 

Kami bertemu lagi empat tahun kemudian di 2017. Saat aku pergi ke nikahan teman SMA kami di Tarakan, Tika. 

Hal yang menandakan kedekatan kami, meski bertahun-tahun tidak bertemu dan tanpa komunikasi. Ketika bertemu kembali, tidak ada kecanggungan sama sekali. Rasanya masih sama seperti saat kami di asrama. 

Momen kebersamaan di asrama yang telah bertahun-tahun berlalu, rasanya hanya "seperti kemarin." 

Pada tahun 2020, Lathi menelponku untuk minta restu menikah. Hal yang aku pelajari, berarti aku juga harus meminta restunya saat aku menikah nanti. 

Beberapa tahun kemudian aku kembali tidak berkomunikasi dengan Lathi. Sampai datanglah takdir yang membawaku tinggal di Tanjung Selor selama setahun di medio 2021-2022. 

Tanjung Selor hanya berseberangan pulau dengan Tarakan. Di saat itu lah aku sempat beberapa kali menyeberang ke Tarakan dan bertemu kembali dengan Lathi. 

Lebaran 2022 juga aku habiskan waktuku bersama Lathi di sela roadshow ku ke tiga pulau di Kaltara. 

Lathi kini sudah berumah tangga dan bekerja di Apotek KF. Dia bahkan memasukkan dataku sebagai pelanggan tetap di perusahaan farmasi plat merah itu. Jadi sampai sekarang setiap butuh membeli obat, aku pasti ke KF. Karena ingat, sahabatku bekerja di sana. Itu sebagai bentuk dukungan agar perusahaannya tetap jaya dan temanku sejahtera.  

Kepada Lathi, aku bisa cerita apa saja tanpa batasan. Aku bisa merendahkan diri serendah apapun yang ku rasa. 

Ungkapan: "Good friends only know about best stories in your life. But best friends have lived them with you," adalah Lathi dihidupku. 

Missyuuuu bestie, 

Khajjar RV. 


Tujuh bulan setelah blog ini ditulis, akhirnya bisa ketemu lagi sama Lathi. (Tarakan 25/4/2025)


Rinda. Nama lengkapnya Rinda Rizki Fitriana. Wanita berkulit seputih susu yang punya senyuman manis. Wajahnya juga teduh. Meski kalau sedang tidak tersenyum, juga punya aura judes. 


Aku mengenalnya saat sama-sama sebagai mahasiswa baru (maba) di sebuah kampus negeri di Samarinda. Kebetulan kami sekelas. Penghubung kami sebenarnya adalah Nure. Nure dan Rinda sudah lebih dulu berkenalan sebagai maba lalu memutuskan bersahabat. Aku join saja dengan mereka karena memang tidak mengenal siapa-siapa di kelas baru perkuliahan. 

Nure (tengah) Rinda (kanan). Dok pribadi tahun 2016

Baca Juga: Happy Birthday Nure

Takdir lalu menggabungkan kami ke geng persahabatan berisi 11 orang yang diberi nama Ishol. Ga usah nanya yaa singkatannya. 

Karena geng kami berkomposisi gemuk, aku jadi jarang punya momen berdua dengan Rinda. Selama kehidupan kampus, selain di kelas perkuliahan kami juga tidak punya banyak momen bersama. Wajar, saat kuliah Rinda lebih aktif berbisnis sementara aku sibuk di organisasi. 

Karena jarang punya momen bersama itu lah, sebagian orang mengira kami sudah tidak berteman... wkwkwk 

Bahkan Budeku saja sempat bertanya, "Kamu masih temenan sama Rinda?" 

"Masih, Bude..." 

Saking rasanya kami memang tidak punya things in common yang membuat kami jadi sahabat. 

Pasca lulus kuliah, Rinda masih aktif menjalankan bisnis sambil bekerja di sektor swasta. Sementara aku, kerja di media. 

Saat itu sebenarnya kami masih satu kota. Tapi karena pekerjaanku di media yang tidak kenal waktu (hanya mengenal deadline) aku jadi tidak punya kesempatan untuk nongki-nongki dengan teman-teman. Termasuk Rinda.  

Setelah itu aku malah sempat pindah kerja ke kota lain. Sementara Rinda tetap setia menetap di kotanya, Samarinda. 

Pada periode pindah di kota lain itu lah aku baru merasa kangen dengan teman-temanku. Saat masih di Samarinda aku merasa karena teman-temanku dekat, meski tidak pernah ketemu aku merasa baik-baik saja. Saat pindah dan tinggal sendiri di kota lain, baru lah rindu itu terasa. 

Hidupku yang jungkir balik, membawaku kembali lagi ke Samarinda. Di momen itu lah aku membayar rindu kepada teman-temanku dengan sering bertemu nongki-nongki bersama. Termasuk dengan Rinda. 

Alhamdulillah sekarang pekerjaanku juga punya jam kerja yang lebih teratur. Jadi aku bisa membagi waktu, kapan saatnya bekerja dan kapan quality time dengan teman-teman. 

Sekarang, juga ada something in common yang menyatukan aku dan Rinda. Pound fit. Olahraga kardio yang kami lakukan tiap sepekan sekali. 


Rinda yang aku kenal, adalah pribadi yang pekerja keras. Dia sudah mulai bekerja saat kami kuliah. Kalau saat jadi mahasiswa, kami taunya minta duit ke orang tua. Rinda sudah mulai mencari cuan sendiri. 

Bahkan pekerjaan pertamaku sebagai guru privat, juga dari Rinda. 

Padahal, Rinda yang bapaknya pensiunan PNS ini sepertinya tidak punya masalah kesulitan ekonomi. Tapi dia tetap rajin bekerja mencari cuannya sendiri. 

Posisinya sebagai anak perempuan pertama juga membentuknya sebagai pribadi yang kuat. In some cases, aku mengagumi ketangguhannya. Kalau aku jadi Rinda, rasanya aku ga akan sekuat itu. 

Karakter lain yang aku kagumi dari dia, adalah keberaniannya mengungkapkan perasaan. She bravely will show her feelings to someone she loved. The opposite with me, I rather be quite forever or burn the feelings till die. 

Rinda juga dengan besar hati akan mengaproach duluan, kalau dia merasa ada masalah dengan seseorang. Ga kaya aku yang suka silent treatment 😅

Mungkin kesamaan kami adalah kopi dan gift. Aku dan rinda punya love language yang sama. Suka memberi dan diberi gift hehe. Bahkan dengan tangan dinginnya, Rinda mendirikan usaha gift shopnya sendiri, Petticoat.  

Oiya cewek virgo penggemar warna earth tone ini, juga jago bahasa korea loh. Dia udah berbulan-bulan ngambil kelas hangul. Memang super rajin!

Di ulang tahunnya sekarang, tentu aku mendoakan harapan umum yang diharapkan perempuan seusia kami. JODOH BAIK. HIDUP BAHAGIA. SEHAT SENTOSA. KAYA RAYA. 

Salute! Salute! 

Khajjar RV


A glimpse of us....








Hello everyone! Maaf banget nih aku baru berkesempatan menulis tentang trip aku ke Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu). 

Padahal trip ini sudah lewat 6 bulan yang lalu, sekitar di akhir Januari 2024. 

Sadar kalau ga akan bisa nulis di blog dalam waktu dekat, aku sudah mengumpulkan dokumentasi trip ini dalam medio story di Instagram dan postingan di Tiktok yang bisa aku buka kapan aja! 

Untuk kembali mengenang keseruan trip ini,  kumpulan storynya sudah aku Highlight di Bio Instagram hehe. 

Pergi ke Mahulu adalah salah satu bucket list-ku sejak lama. Buat aku pribadi, Mahulu itu sama seperti Kubar (Kutai Barat). Aku ga akan bisa ke sana, kalau ga ada urusan. 

Aku pertama kali ke Kubar aja untuk urusan KKN tahun 2016 lalu. Tanpa itu, mungkin aku ga akan punya kesempatan untuk ke Kubar. 

Begitu juga dengan Mahulu ini, aku kayanya ga akan punya kesempatan ke sana kalau bukan karena urusan pekerjaan. 

Kenapa aku pengen banget ke Mahulu? Pertama, karena Mahulu adalah satu-satunya dari 10 kabupaten/kota di Kaltim yang belum pernah aku kunjungi. Aku ga punya satu pun teman, apalagi kerabat yang bisa aku kunjungi di sana. Kondisi ini membuat peluang pergi ke Mahulu semakin kecil. 

Kedua, Mahulu itu punya panorama alam yang luar biasa inddaaaahh bangettt. Rasanya representasi eksotisme alam Kalimantan Timur itu yaa Mahakam Ulu. Alamnya indah, lingkungannya hijau, sungainya deras, budayanya kental, semuanya ada di Mahakam Ulu. (Aseek, siap jadi Duta Mahulu) 

Dan aku, sudah penasaran banget bisa liat Batu Dinding yang terkenal seseantero dunia itu. Kalau lihat video-video trip tentang Batu Dinding, selalu membatin "kapan yaa bisa ke sana?"

Kesempatan itu akhirnya datang di awal tahun 2024. Ada tugas dari kantor untuk meliput kunjungan pimpinan yang akan meresmikan Kantor Bupati di sana. 

Diutuslah aku, berdua dengan rekan kantor, Mas Adding. Aku bersyukur sekali di trip pertamaku ke Mahulu ini, bisa dapet tandem yang super fun and chill seperti Mas Adding. Jadi perjalanan 'berat' kami tetap terasa menyenangkan. 

Kata 'berat' ini bukan asal bunyi loh. Faktanya perjalanan menuju Mahulu ini memang berat banget. Melelahkan. Makanya ga semua orang mau diutus tugas ke sana wkwkwk. 

Kita membutuhkan waktu sekitar 14 jam menuju Mahulu dengan rute darat dan sungai. 

***

📎 Rabu, 24 Januari 2024 

Kami berangkat jam 10 malam dari Samarinda melalui jalur darat menuju Pelabuhan Tering di Kutai Barat. Waktu tempuhnya sekitar 10 jam lewat jalan hauling batu bara. 


📎Kamis, 25 Januari 2024

Kami sampai di Pelabuhan Tering, Kutai Barat, sekitar jam 8 pagi. Langsung lanjut naik speedboat menuju Ujoh Bilang, Mahakam Ulu. Dengan kapasitas kapal, sekitar 25 penumpang. Dan harga tiketnya dipatok Rp 450 ribu per orang. (Mahal kan?) 


Sepanjang jalan menyusuri sungai itu, kita bisa lihat keindahan alam di pedalaman Kalimantan Timur. Ada kampung-kampung di bantaran sungai, ada hutan, ada aktivitas tambang batu bara, dan banyak lagi sisi kehidupan yang mungkin gapernah aku lihat di kehidupan sehari-hari. 

Aku adalah orang yang suka meromantisasi setiap perjalanan. Makanya di sepanjang perjalanan di atas sungai itu, aku..... Ngelamun. (😅) 

Melamun sambil memandangi alam 🏞

Perjalanan dari Kecamatan Tering ke Ujoh Bilang relatif ga terlalu lama. Hanya 4 jam aja. Sepanjang jalur sungainya pun relatif aman, belum menemui riam. Walau pun manuver speedboatnya juga tetap ngeri sih saat melalui kelok-kelok sungai. Apalagi saat momen menghindari hanyutan batang kayu di sungai atau saat terkena ombak dari kapal lain. 

Hal yang paling berkesan dari perjalanan pertama kali ke Mahulu ini adalah, akhirnya aku bisa melihat THE WONDERFUL AND MAJESTIC BATU DINDING! 


Ya Allah mau nangiiissss. Akhirnya keindahan pesona Batu Dinding yang biasanya cuma aku lihat dari video-video trip bisa aku saksikan langsung. NYATA DI DEPAN MATA! 😭😭


Bener-bener mau nangisss banget saat itu. Baru melihat Batu Dinding. Gimana kalau liat Ka'bah yaa nanti (Amin Ya Allah).


Just for information, Batu Dinding ini adalah sekumpulan bebatuan karst yang sudah terbentuk sejak ribuan tahun. Kumpulan karst ini terhampar sepanjang 800 meter dengan ketinggian hingga 100 meter.   

Dari kejauhan, Batu Dinding ini tampak terlihat seperti tembok yang kokoh dan memagari Sungai Mahakam. Warga setempat percaya, di balik Batu Dinding ini ada sebuah goa yang ditempati oleh makam leluhur mereka. Magis kan? 

Dokumentasi video batu dinding ini, aku post di Instagram pake backsound musiknya Game of Thrones haha. Keren banget. Berasa dalam negeri era-era kerajaan jugak! 

Kami akhirnya sampai di Pelabuhan Ujoh Bilang. Kampung Ujoh Bilang ini adalah Ibu Kota Mahakam Ulu. Di sini lah pusat administrasi Kabupaten Mahakam Ulu. 

Keren banget sih. Ujoh Bilang sudah seperti kota kecil di tengah-tengah pedalaman hulu Mahakam. 

Bayangin aja, di kanan-kiri wilayahnya masih dikelilingi hutan. Posisi kampungnya juga ada di dataran tinggi bantaran hulu Sungai Mahakam. Tapi ada kehidupan modern di situ. Gokil sih. 

Suasana pagi di Kampung Ujoh Bilang. (Difoto dari balkon penginapan)

Fasilitas di Kampung Ujoh Bilang udah termasuk modern karena sudah tersedia listrik 24 jam. Ada sinyal internet meski hanya Telkomsel. Banyak fasilitas penginapan yang memadai. Ada pasar dan banyak rumah makan untuk kebutuhan kuliner. 

Bahkan ada coffee shop untuk kebutuhan nongki-nongki ala gen-Z juga loh! Canggih Mahakam Ulu. 

Malamnya, aku dan Mas Adding sempet ngafe dengan naik motor yang kami sewa. Keliling kampung malam-malam ga pake helm udah kaya local people wkwkkwk. 

Kami menginap di Penginapan Nur Jannah. Penginapan ini ada di tepian Sungai Mahakam jadi punya view balkon yang menghadap ke Sungai Mahakam! Eksotis. 

Kondisi kamarnya juga bersih dan nyaman. Harga kamarnya mulai Rp 350-an aja per malam. Tinggal pilih mau yang ber-AC atau engga. 

(Fix cita-citaku punya rumah di Mahulu).

📎Jumat, 26 Januari 2024 

Hari H kegiatan, kami fokus di agenda. Yang paling aku ingat si, kami dinaikkan Hilux menuju lokasi kegiatan. Pulangnya kami naik mobil Satpol PP karena ga sabar nunggu Hiluxnya ready ngantar kami balik. 

Untung aku ini, fleksibel dalam segala kondisi. 


📎 Sabtu, 27 Januari 2024 

Adalah waktu kepulangan kami ke Samarinda. Aku membujuk Mas Adding agar kita pulang naik Kapal Taksi aka Kapal Motor (KM) untuk milir ke Samarinda. 

Kapan lagi kan, bisa ngerasain naik Kapal Motor begini. Lagian aku mikirnya, karena ini perjalanan pulang jadi ga perlu buru-buru. Toh besoknya masih hari Minggu. Masi libur, bukan jadwal masuk kantor. Jadi bisa lah... 

Karena naik kapal motor seperti ini membutuhkan waktu yang lebih lama. Dua hari × 1 malam. Padahal kalau naik speedboat dan jalur darat seperti saat keberangkatan kemarin, hanya butuh waktu 14 jam.  

Tapi demi pengalaman baru, akhirnya aku berhasil membujuk Mas Adding buat naik Kapal Motor dalam perjalanan balik kami ke Samarinda.

Kelebihannya, biaya jauh lebih murah. Karena kami hanya perlu merogoh kocek sekitar Rp 400 ribuan aja sudah sampai ke Samarinda. Juga hanya perlu satu jalur langsung sampai ke Kota Tepian. Tidak perlu turun naik berganti kendaraan. 

Kami berangkat dari Ujoh Bilang pada Sabtu (27/1/2024) pukul 8 pagi. Sesuai jadwal, kapal yang membawa kami adalah KM Dayak Lestari. Kapal bersandar di Pelabuhan Ujoh Bilang untuk mengambil penumpang. 

(Fun fact, ternyata KM Dayak Lestari ini kapal temenku dooong si Bulan. Sobat sekampus dan KKN bareng di Kubar dulu. Tau gitu kan bisa minta gratis! Hehe canda gratis). 

FYI lagi, kapal motor seperti ini, memang masih mendenyut sebagai trasnportasi andalan warga untuk milir-mudik ke wilayah hulu dan hilir Sungai Mahakam. Selain mengangkut penumpang, kapal motor ini juga menjadi alternatif utama sebagai angkutan logistik bahan kebutuhan pokok dan sembako menuju wilayah perbatasan di Hulu Mahakam.  

Kapal motor yang kami tumpangi, bertipe houseboat konstruksi kayu dengan ukuran panjang kali lebar 24×5 meter. Kapal ini dapat menampung kapasitas penumpang hingga 250 orang dan beban muatan sekitar 4 ton. 

Kabin kapal terdiri dari dua dek. Dek bawah, diisi penumpang, barang, dan motor. Sementara, dek atas hanya diisi oleh penumpang. Dek atas juga disebut dek VIP karena disediakan tilam dan kipas angin bagi penumpang kapal. 


Harga dek atas dibandrol sebesar Rp 440 ribu per orang. Sementara dek bawah sekitar Rp 390 ribu. 

Kami memilih dek atas biar bisa istirahat selama perjalanan. Di dek atas didesain seperti dipan panjang berhadap-hadapan sepanjang kabin. 

Hanya tersisa lorong kecil untuk berjalan di antara dipan. 


Di bawah dipan, tersedia bagasi untuk menyimpan barang bawaan. Setiap dipan juga disediakan tilam ramping seukuran badan orang dewasa untuk berbaring. Sementara dinding kapal dek atas, tersedia kipas angin dan jendela untuk melihat area luar. 

Jendela kapal di dek atas

Di dek atas, juga tersedia balkon yang bisa digunakan untuk bersantai menikmati keindahan alam selama perjalanan. (Ngelamun)

Bengong di balkon

Pas momen pulang, lalu melewati kawasan Batu Dinding lagi, rasanya seperti melewati gerbang perpisahan dengan Mahakam Ulu huhu. (Drama 🥹) 

Kapal motor kami akan mampir di setiap pelabuhan yang ada di kampung-kampung sepanjang sungai untuk mengambil penumpang. 

Beruntungnya saat itu, sedang musim durian. Jadi banyak durian yang dijual murah di setiap pelabuhan. Aku dan Mas Adding sepakat membeli beberapa ikat durian buat oleh-oleh rekan kantor. 

Niatnya sih beli beberapa ikat aja. Tapi karena tiap pelabuhan berhenti, dan selalu ada yang jual durian. Duriannya juga beda-beda, kadang nemu lagi yang lebih besar. Di pemberhentian selanjutnya, nemu durian lagi yang lebih murah. Jadi rasanya hampir di setiap pelabuhan, kami beli duriannya. (✌🏻😅)

Sampai ga sadar, akhirnya kami membawa sembilan ikat durian. Satu ikatnya berisi lima sampai tujuh buah durian dengan harga sekitar Rp 50 ribuan aja. (OMG murraaah banget) bisa sudah kami jual durian di tepian wkwkwk.  

Aku yang awalnya menikmati perjalanan di atas kapal kayu ini, lama-lama bosen juga yaa. Ya bayangin aja 30 jam perjalanan. Kerjaanya cuma makan, tidur, makan lagi, bengong di balkon. 

Beli soto di kantin kapal. Harga 25k

Oiya, cerita uniknya si kondisi toiletnya yaa. Jadi toilet kapal yang digunakan untuk MCK itu, tanpa closet. Hanya lubang kayu di lantai kamar mandi yang pembuangannya langsung ke sungai. So natural, hehe meski agak culture shock. 

Tapi lagi-lagi, karena aku adaptif. Fine aja si soal itu. 


📎 Minggu, 28 Januari 2024 

Setelah 30 jam perjalanan, akhirnya kami sampai juga di Samarinda. Melihat bangunan Big Mall dari tepian yang menjadi ikon kota ini, sedikit merasa terharu akhirnya perjalanan yang melelahkan ini, sampai juga. 

Begitulah petualangan menyusuri sungai Mahakam dari hulu sampai ke hilir. Kaltim memang luar biasa! Perjalanan sungai 30 jam, selama itu tapi masih di intra Kaltim aja. Kalau ini di laut, mungkin aku sudah sampai Banda Neira haha. 

Oiya, di Pelabuhan Samarinda aku tidak sengaja bertemu Bapak Zairin Zain. Salah satu tokoh Kaltim yang kini menjabat sebagai Ketua Desain Besar Olahraga Nasional (DBON) Kaltim. Ternyata kami satu kapal, beliau naik dari Melak, Kubar. 

Mirip Pak SBY ga si?

Well, semoga semakin banyak pejabat publik yang mau naik transportasi macam ini. Biar apa? Biar merakyat aja sih... 

Pengalaman ke Mahulu ini mengingatkanku saat trip ke Desa Lumbis Pansiangan di perbatasan Kalimantan Utara (Kaltara) - Malaysia. 

Setipe si perjalanannya. Lewat jalur sungai yang mendebarkan begini. Mana tau kalian mau baca, ini link-nya 👇🏻. 

Jalan-Jalan ke Lumbis Pansiangan

Selang dua bulan setelah perjalanan ini sebenernya aku ke Mahulu lagi. Tapi tetep aja, yang paling berkesan ya moment pertama kali dong! 

Oke itu aja, cerita perjalananku ke Mahakam Ulu. Sampai jumpa di catatan Travelog selanjutnya. 

Cheers 🥂

Khajjar RV 


Salah satu view jalan raya di Mahakam Ulu. Indah banget keliatan Sungai dan hutan hijau sepanjang jalan

Kami diajak jalan-jalan ke Kampung Long Bagun sama Mba Helen


Sensasi makan duren di atas kapal



Mas Adding, sobat 'Siap Menderita' di setiap perjalanan 😅


Older Posts Home

Best of Mine

Best of Mine
Don't judge me too much if you don't know me too close

ABOUT AUTHOR

Suka Nulis || Suka Cerita || Suka Hal Baru || Dan Suka Kamu!! Terima Kasih Sudah Berkunjung :D

AmazingCounters.com

Blog Archive

  • ▼  2025 (1)
    • ▼  April (1)
      • Nostalgia Kecil di Tanjung Selor
  • ►  2024 (5)
    • ►  October (1)
    • ►  September (2)
    • ►  July (1)
    • ►  February (1)
  • ►  2023 (3)
    • ►  June (1)
    • ►  March (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2022 (9)
    • ►  August (2)
    • ►  July (1)
    • ►  June (1)
    • ►  May (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  February (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2021 (2)
    • ►  November (1)
    • ►  July (1)
  • ►  2020 (4)
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ►  June (1)
    • ►  March (1)
  • ►  2019 (2)
    • ►  October (2)
  • ►  2018 (15)
    • ►  December (2)
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ►  September (1)
    • ►  August (2)
    • ►  May (3)
    • ►  April (1)
    • ►  February (3)
    • ►  January (1)
  • ►  2017 (12)
    • ►  December (2)
    • ►  November (2)
    • ►  October (2)
    • ►  September (3)
    • ►  March (2)
    • ►  February (1)
  • ►  2016 (8)
    • ►  December (1)
    • ►  September (4)
    • ►  June (1)
    • ►  May (1)
    • ►  March (1)
  • ►  2015 (2)
    • ►  November (1)
    • ►  August (1)

Categories

  • Article
  • Impression
  • Prolife
  • Travelog

POPULAR POSTS

  • CATATAN SKETSA: JADI GINI RASANYA DEMIS. . .
  • 15 TH OCTOBER
  • CATATAN SKETSA: BEHIND THE SCENE (BTS) BINCANG EKSKLUSIF BERSAMA PAK REKTOR
  • Review Film: Dilan 1990

Copyright © 2016 THE CORNER OF MY WORLD . Created by OddThemes | Distributed By Gooyaabi Templates