THE CORNER OF MY WORLD

Everyone has a story of their life. And here are my stories about love, friendship, family, dreams, and hopes. These are all in the corner of my world. Fortunately, in this big world I have my own little corner :D

Powered by Blogger.

Pergi ke Nusa Penida (selanjutnya aku akan menyingkatnya: Nuspen) adalah manifestasi dalam hati sejak tahun 2016.

Dulu, aku pernah baca travel blognya Cumilebay.com yang nyeritain perjalanan penulisnya ke Nuspen di Bali. Saat itu, Nuspen belum sepopuler sekarang. 

Bahasa blognya super lucu dan humoris tapi tidak mengurangi esensi gambaran keindahan pulau Nuspen yang ada di Kabupaten Klungkung Provinsi Bali itu. Pilihan kata-katanya memang lebay, seperti nama blognya. Tapi justru itu yang bikin pembaca merasa terhibur. 

Usai membaca blog itu, aku manifestasi dalam hati, suatu saat ingin bisa ke Nuspen juga. 

Sayang, saat aku buka lagi alamat blognya sekarang, sudah berubah jadi situs judol wkwkwk. 

Tuhan ternyata mendengar doa meski tak terlafadzkan. Siapa sangka, delapan tahun kemudian akhirnya aku bisa pergi ke Nusa Penida. 

Yep, 20 September 2024 kemarin akhirnya aku ikut open trip ke Nusa Penida. Salah satu keputusan impulsif yang aku ambil, di sela-sela tugasku saat ke Kuta. 

Algoritma instagram selalu bisa membaca pikiran penggunanya. Out of nowhere, tiba-tiba muncul akun jasa open trip ke Nuspen di beranda instagramku. Aku langsung mengontak cp-nya dan sat-set hanya dalam hitungan detik, aku sudah daftar open trip untuk keberangkatan esok hari. 

Sudah daftar dan bayar, baru aku berpikir, gimana kalo ini penipuan? Wkwkwk. 

Di sela kegiatan, aku ketemu Mba Rini Aldila rekan kerja kantor beda instansi yang mau join open tripku ke Nuspen. Asyik, punya teman! 

Keesokan harinya kami bertemu di titik kumpul Pelabuhan Serangan di Denpasar. 

Open trip kami ternyata diikuti 123 pax (peserta) yang semuanya (literally semuanya) bule!

Hanya kami berdua, aku dan Mba Rini yang wisatawan nusantara alias orang dalam negeri haha. Muslim dan berjilbab lagi haha. 

Aku dan Mba Rini

Di situ si aku melihat ekosistem pariwisata Bali yang udah terbangun solid banget! Hebat banget semuanya terbangun senatural itu atmosfer pariwisatanya. Semua aspek mendukung banget untuk berjalannya sistem pariwisata yang terkesan natural tanpa desain teori-teori pembangunan pariwisata yang biasanya ku dengar dari sosialisasi Dispar. 

Aku bahkan ngerasa amaze dengan tour guide nya, para bli-bli lokal Bali yang fasih banget bahasa inggris. Ngomong sama bule-bule itu udah kaya bestie tanpa terkendala salah tafsir bahasa. 

Dan aku menemukan diriku ingin juga punya pengalaman sebagai tour guide turis asing seperti itu. Kenapa telat banget si baru kepikiran sekarang! Haha. 

Mereka juga udah pro banget hospitalitynya ke tamu wisata. Mereka sangat baik dalam memperlakukan semua wisatawan. Tanpa membeda-bedakan mana wisatawan asing dan lokal. 

Saat kami di perjalanan menuju pulau Nuspen, naik fastboat berkapasitas 130 penumpang, para awak fastboatnya memperlakukan kami dengan sangat friendly and welcome. 

Seperti saat kami ga dapat kursi di dek bawah, kami dipersilakan naik ke dek atas. Sebelum menawari kami, dengan sopan para bli-bli awak kapal itu bertanya, 

"Mau di atas kah kak? Tapi bule-bulenya sambil drink party gapapa?" 

Dan kami jawab, "gapapa," haha. 

Di dek atas sambil dengerin para bli-bli kapal yang ngelawak terus 😅

Di sepanjang perjalanan mereka juga bercerita, kalau dari Nuspen kita bisa menyeberang ke Gili Trawangan di Lombok yang hanya butuh waktu 1,5 jam. 

Keindahan Bali ga ada apa-apanya kalau dibandingkan dengan Lombok. Tapi Bali tetap jadi favorit bagi para bule karena di sini lebih bebas dan sesuai dengan lifestyle mereka. Dibanding Lombok yang merupakan daerah mayoritas muslim. Begitu cerita dari para bli-bli di speedboat saat perjalanan kami menuju Pulau Nuspen. 

Sesampainya di Nuspen sudah ada satu tour guide yang akan mengantar kami ke setiap destinasi wisata. Satu tour guide, memimpin enam orang wisatawan. 

Aku dan Mba Rini bertemu dengan dua pasangan bule dari Afrika dan Eropa. Yup, memang bagusnya ke sini tu sama pasangan kali yaa wkwkwk. (Crying in pain) 

Destinasi pertama kami, adalah ke pantai bertebing karang, Broken Beach dan Angel Billabong. Buat temen-temen yang berencana trip ke Nuspen, aku saranin ikut open trip aja. Itu dah paling bener. 

Karena perjalanan dari pelabuhan di Nuspen menuju spot-spot wisatanya itu cukup ngeri-ngeri sedap. Masih banyak kondisi jalan di Nuspen yang agregat batu terjal dan curam. Bukan aspal mulus. 

Kami saja rasanya sudah seperti off road di setiap perjalanan menuju destinasi wisata. 

Walau itu semua terbayarkan si, kalau sudah sampai di destinasi wisata yang bagaikan memancarkan keindahan surga di bumi. 

Broken Beach 🌊

Nahan panas sampe jidat mengkilat🌞

Oiya, Nuspen panassssss banget. Untung aku bareng mba Rini yang super well prepared! Dia bawa semua perlindungan sinar UV. Payung, topi, dan sunblock wkwkkwk. 

Angel Billabong

Spot kedua, adalah spot yang jadi primadona wisata di Nuspen. Kelingking Beach. Tebing pantai yang punya satu gugusan pulau ikonik berbentuk lumba-lumba. Ada juga yang bilang dinosaurus. Haha terserah aja. 

Kelingking Beach. Ada juga yang bilang, gugusan tebing ini tuh kaya jari kelingking sesuai namanya. 


 

Our team. Tuh liat aja, couple semua kan mereka!
(Fun fact: tour guide kami sampe manjat pohon demi ambil foto ini! Terdabest 👍🏻)

Rasanya ga bakal lengkap seluruh perjalanan di Nuspen kalau belum ke pantai ini. 

Usai dari Kelingking Beach, kami dapat paket makan siang di resto, baru lanjut lagi ke destinasi wisata terakhir di Crystal Beach. Di sini waktunya agak lama karena para bule pada berenang. 

Aku dan Mba Rini yang ga bawa baju renang akhirnya milih duduk-duduk saja di tenda sambil minum es kelapa. 


Cipak-cipuk bentar di pantai biar afdhol.

Spot wisata yang kami tuju, ternyata adalah west trip. Atau lokasi-lokasi wisata di daerah Nusa Penida Barat. Ada beberapa spot wisata yang juga terkenal di daerah timur. Seperti Diamond Beach, Rumah Pohon, dan Bukit Teletubbies. 

Jadi pastikan temen-temen memilih pilihan trip yang tepat sesuai preferensi tujuan wisata. 

Tapi buat aku yang baru pertama kali ke Nuspen si udah cukup puas banget. 

Oke segitu dulu cerita perjalananku ke Nuspen. Semoga kalian yang baca juga bisa pergi ke sana suatu saat nanti. 

Aku akan menutup tulisan ini, dengan quote meme favorit yang pasti kalian udah pernah denger:

"Kalau masalah ga ada jalan keluarnya, maka keluarlah jalan-jalan!" 

Hehe, cheers! 😉

Khajjar RV 



Hello everyone! Maaf banget nih aku baru berkesempatan menulis tentang trip aku ke Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu). 

Padahal trip ini sudah lewat 6 bulan yang lalu, sekitar di akhir Januari 2024. 

Sadar kalau ga akan bisa nulis di blog dalam waktu dekat, aku sudah mengumpulkan dokumentasi trip ini dalam medio story di Instagram dan postingan di Tiktok yang bisa aku buka kapan aja! 

Untuk kembali mengenang keseruan trip ini,  kumpulan storynya sudah aku Highlight di Bio Instagram hehe. 

Pergi ke Mahulu adalah salah satu bucket list-ku sejak lama. Buat aku pribadi, Mahulu itu sama seperti Kubar (Kutai Barat). Aku ga akan bisa ke sana, kalau ga ada urusan. 

Aku pertama kali ke Kubar aja untuk urusan KKN tahun 2016 lalu. Tanpa itu, mungkin aku ga akan punya kesempatan untuk ke Kubar. 

Begitu juga dengan Mahulu ini, aku kayanya ga akan punya kesempatan ke sana kalau bukan karena urusan pekerjaan. 

Kenapa aku pengen banget ke Mahulu? Pertama, karena Mahulu adalah satu-satunya dari 10 kabupaten/kota di Kaltim yang belum pernah aku kunjungi. Aku ga punya satu pun teman, apalagi kerabat yang bisa aku kunjungi di sana. Kondisi ini membuat peluang pergi ke Mahulu semakin kecil. 

Kedua, Mahulu itu punya panorama alam yang luar biasa inddaaaahh bangettt. Rasanya representasi eksotisme alam Kalimantan Timur itu yaa Mahakam Ulu. Alamnya indah, lingkungannya hijau, sungainya deras, budayanya kental, semuanya ada di Mahakam Ulu. (Aseek, siap jadi Duta Mahulu) 

Dan aku, sudah penasaran banget bisa liat Batu Dinding yang terkenal seseantero dunia itu. Kalau lihat video-video trip tentang Batu Dinding, selalu membatin "kapan yaa bisa ke sana?"

Kesempatan itu akhirnya datang di awal tahun 2024. Ada tugas dari kantor untuk meliput kunjungan pimpinan yang akan meresmikan Kantor Bupati di sana. 

Diutuslah aku, berdua dengan rekan kantor, Mas Adding. Aku bersyukur sekali di trip pertamaku ke Mahulu ini, bisa dapet tandem yang super fun and chill seperti Mas Adding. Jadi perjalanan 'berat' kami tetap terasa menyenangkan. 

Kata 'berat' ini bukan asal bunyi loh. Faktanya perjalanan menuju Mahulu ini memang berat banget. Melelahkan. Makanya ga semua orang mau diutus tugas ke sana wkwkwk. 

Kita membutuhkan waktu sekitar 14 jam menuju Mahulu dengan rute darat dan sungai. 

***

📎 Rabu, 24 Januari 2024 

Kami berangkat jam 10 malam dari Samarinda melalui jalur darat menuju Pelabuhan Tering di Kutai Barat. Waktu tempuhnya sekitar 10 jam lewat jalan hauling batu bara. 


📎Kamis, 25 Januari 2024

Kami sampai di Pelabuhan Tering, Kutai Barat, sekitar jam 8 pagi. Langsung lanjut naik speedboat menuju Ujoh Bilang, Mahakam Ulu. Dengan kapasitas kapal, sekitar 25 penumpang. Dan harga tiketnya dipatok Rp 450 ribu per orang. (Mahal kan?) 


Sepanjang jalan menyusuri sungai itu, kita bisa lihat keindahan alam di pedalaman Kalimantan Timur. Ada kampung-kampung di bantaran sungai, ada hutan, ada aktivitas tambang batu bara, dan banyak lagi sisi kehidupan yang mungkin gapernah aku lihat di kehidupan sehari-hari. 

Aku adalah orang yang suka meromantisasi setiap perjalanan. Makanya di sepanjang perjalanan di atas sungai itu, aku..... Ngelamun. (😅) 

Melamun sambil memandangi alam 🏞

Perjalanan dari Kecamatan Tering ke Ujoh Bilang relatif ga terlalu lama. Hanya 4 jam aja. Sepanjang jalur sungainya pun relatif aman, belum menemui riam. Walau pun manuver speedboatnya juga tetap ngeri sih saat melalui kelok-kelok sungai. Apalagi saat momen menghindari hanyutan batang kayu di sungai atau saat terkena ombak dari kapal lain. 

Hal yang paling berkesan dari perjalanan pertama kali ke Mahulu ini adalah, akhirnya aku bisa melihat THE WONDERFUL AND MAJESTIC BATU DINDING! 


Ya Allah mau nangiiissss. Akhirnya keindahan pesona Batu Dinding yang biasanya cuma aku lihat dari video-video trip bisa aku saksikan langsung. NYATA DI DEPAN MATA! 😭😭


Bener-bener mau nangisss banget saat itu. Baru melihat Batu Dinding. Gimana kalau liat Ka'bah yaa nanti (Amin Ya Allah).


Just for information, Batu Dinding ini adalah sekumpulan bebatuan karst yang sudah terbentuk sejak ribuan tahun. Kumpulan karst ini terhampar sepanjang 800 meter dengan ketinggian hingga 100 meter.   

Dari kejauhan, Batu Dinding ini tampak terlihat seperti tembok yang kokoh dan memagari Sungai Mahakam. Warga setempat percaya, di balik Batu Dinding ini ada sebuah goa yang ditempati oleh makam leluhur mereka. Magis kan? 

Dokumentasi video batu dinding ini, aku post di Instagram pake backsound musiknya Game of Thrones haha. Keren banget. Berasa dalam negeri era-era kerajaan jugak! 

Kami akhirnya sampai di Pelabuhan Ujoh Bilang. Kampung Ujoh Bilang ini adalah Ibu Kota Mahakam Ulu. Di sini lah pusat administrasi Kabupaten Mahakam Ulu. 

Keren banget sih. Ujoh Bilang sudah seperti kota kecil di tengah-tengah pedalaman hulu Mahakam. 

Bayangin aja, di kanan-kiri wilayahnya masih dikelilingi hutan. Posisi kampungnya juga ada di dataran tinggi bantaran hulu Sungai Mahakam. Tapi ada kehidupan modern di situ. Gokil sih. 

Suasana pagi di Kampung Ujoh Bilang. (Difoto dari balkon penginapan)

Fasilitas di Kampung Ujoh Bilang udah termasuk modern karena sudah tersedia listrik 24 jam. Ada sinyal internet meski hanya Telkomsel. Banyak fasilitas penginapan yang memadai. Ada pasar dan banyak rumah makan untuk kebutuhan kuliner. 

Bahkan ada coffee shop untuk kebutuhan nongki-nongki ala gen-Z juga loh! Canggih Mahakam Ulu. 

Malamnya, aku dan Mas Adding sempet ngafe dengan naik motor yang kami sewa. Keliling kampung malam-malam ga pake helm udah kaya local people wkwkkwk. 

Kami menginap di Penginapan Nur Jannah. Penginapan ini ada di tepian Sungai Mahakam jadi punya view balkon yang menghadap ke Sungai Mahakam! Eksotis. 

Kondisi kamarnya juga bersih dan nyaman. Harga kamarnya mulai Rp 350-an aja per malam. Tinggal pilih mau yang ber-AC atau engga. 

(Fix cita-citaku punya rumah di Mahulu).

📎Jumat, 26 Januari 2024 

Hari H kegiatan, kami fokus di agenda. Yang paling aku ingat si, kami dinaikkan Hilux menuju lokasi kegiatan. Pulangnya kami naik mobil Satpol PP karena ga sabar nunggu Hiluxnya ready ngantar kami balik. 

Untung aku ini, fleksibel dalam segala kondisi. 


📎 Sabtu, 27 Januari 2024 

Adalah waktu kepulangan kami ke Samarinda. Aku membujuk Mas Adding agar kita pulang naik Kapal Taksi aka Kapal Motor (KM) untuk milir ke Samarinda. 

Kapan lagi kan, bisa ngerasain naik Kapal Motor begini. Lagian aku mikirnya, karena ini perjalanan pulang jadi ga perlu buru-buru. Toh besoknya masih hari Minggu. Masi libur, bukan jadwal masuk kantor. Jadi bisa lah... 

Karena naik kapal motor seperti ini membutuhkan waktu yang lebih lama. Dua hari × 1 malam. Padahal kalau naik speedboat dan jalur darat seperti saat keberangkatan kemarin, hanya butuh waktu 14 jam.  

Tapi demi pengalaman baru, akhirnya aku berhasil membujuk Mas Adding buat naik Kapal Motor dalam perjalanan balik kami ke Samarinda.

Kelebihannya, biaya jauh lebih murah. Karena kami hanya perlu merogoh kocek sekitar Rp 400 ribuan aja sudah sampai ke Samarinda. Juga hanya perlu satu jalur langsung sampai ke Kota Tepian. Tidak perlu turun naik berganti kendaraan. 

Kami berangkat dari Ujoh Bilang pada Sabtu (27/1/2024) pukul 8 pagi. Sesuai jadwal, kapal yang membawa kami adalah KM Dayak Lestari. Kapal bersandar di Pelabuhan Ujoh Bilang untuk mengambil penumpang. 

(Fun fact, ternyata KM Dayak Lestari ini kapal temenku dooong si Bulan. Sobat sekampus dan KKN bareng di Kubar dulu. Tau gitu kan bisa minta gratis! Hehe canda gratis). 

FYI lagi, kapal motor seperti ini, memang masih mendenyut sebagai trasnportasi andalan warga untuk milir-mudik ke wilayah hulu dan hilir Sungai Mahakam. Selain mengangkut penumpang, kapal motor ini juga menjadi alternatif utama sebagai angkutan logistik bahan kebutuhan pokok dan sembako menuju wilayah perbatasan di Hulu Mahakam.  

Kapal motor yang kami tumpangi, bertipe houseboat konstruksi kayu dengan ukuran panjang kali lebar 24×5 meter. Kapal ini dapat menampung kapasitas penumpang hingga 250 orang dan beban muatan sekitar 4 ton. 

Kabin kapal terdiri dari dua dek. Dek bawah, diisi penumpang, barang, dan motor. Sementara, dek atas hanya diisi oleh penumpang. Dek atas juga disebut dek VIP karena disediakan tilam dan kipas angin bagi penumpang kapal. 


Harga dek atas dibandrol sebesar Rp 440 ribu per orang. Sementara dek bawah sekitar Rp 390 ribu. 

Kami memilih dek atas biar bisa istirahat selama perjalanan. Di dek atas didesain seperti dipan panjang berhadap-hadapan sepanjang kabin. 

Hanya tersisa lorong kecil untuk berjalan di antara dipan. 


Di bawah dipan, tersedia bagasi untuk menyimpan barang bawaan. Setiap dipan juga disediakan tilam ramping seukuran badan orang dewasa untuk berbaring. Sementara dinding kapal dek atas, tersedia kipas angin dan jendela untuk melihat area luar. 

Jendela kapal di dek atas

Di dek atas, juga tersedia balkon yang bisa digunakan untuk bersantai menikmati keindahan alam selama perjalanan. (Ngelamun)

Bengong di balkon

Pas momen pulang, lalu melewati kawasan Batu Dinding lagi, rasanya seperti melewati gerbang perpisahan dengan Mahakam Ulu huhu. (Drama 🥹) 

Kapal motor kami akan mampir di setiap pelabuhan yang ada di kampung-kampung sepanjang sungai untuk mengambil penumpang. 

Beruntungnya saat itu, sedang musim durian. Jadi banyak durian yang dijual murah di setiap pelabuhan. Aku dan Mas Adding sepakat membeli beberapa ikat durian buat oleh-oleh rekan kantor. 

Niatnya sih beli beberapa ikat aja. Tapi karena tiap pelabuhan berhenti, dan selalu ada yang jual durian. Duriannya juga beda-beda, kadang nemu lagi yang lebih besar. Di pemberhentian selanjutnya, nemu durian lagi yang lebih murah. Jadi rasanya hampir di setiap pelabuhan, kami beli duriannya. (✌🏻😅)

Sampai ga sadar, akhirnya kami membawa sembilan ikat durian. Satu ikatnya berisi lima sampai tujuh buah durian dengan harga sekitar Rp 50 ribuan aja. (OMG murraaah banget) bisa sudah kami jual durian di tepian wkwkwk.  

Aku yang awalnya menikmati perjalanan di atas kapal kayu ini, lama-lama bosen juga yaa. Ya bayangin aja 30 jam perjalanan. Kerjaanya cuma makan, tidur, makan lagi, bengong di balkon. 

Beli soto di kantin kapal. Harga 25k

Oiya, cerita uniknya si kondisi toiletnya yaa. Jadi toilet kapal yang digunakan untuk MCK itu, tanpa closet. Hanya lubang kayu di lantai kamar mandi yang pembuangannya langsung ke sungai. So natural, hehe meski agak culture shock. 

Tapi lagi-lagi, karena aku adaptif. Fine aja si soal itu. 


📎 Minggu, 28 Januari 2024 

Setelah 30 jam perjalanan, akhirnya kami sampai juga di Samarinda. Melihat bangunan Big Mall dari tepian yang menjadi ikon kota ini, sedikit merasa terharu akhirnya perjalanan yang melelahkan ini, sampai juga. 

Begitulah petualangan menyusuri sungai Mahakam dari hulu sampai ke hilir. Kaltim memang luar biasa! Perjalanan sungai 30 jam, selama itu tapi masih di intra Kaltim aja. Kalau ini di laut, mungkin aku sudah sampai Banda Neira haha. 

Oiya, di Pelabuhan Samarinda aku tidak sengaja bertemu Bapak Zairin Zain. Salah satu tokoh Kaltim yang kini menjabat sebagai Ketua Desain Besar Olahraga Nasional (DBON) Kaltim. Ternyata kami satu kapal, beliau naik dari Melak, Kubar. 

Mirip Pak SBY ga si?

Well, semoga semakin banyak pejabat publik yang mau naik transportasi macam ini. Biar apa? Biar merakyat aja sih... 

Pengalaman ke Mahulu ini mengingatkanku saat trip ke Desa Lumbis Pansiangan di perbatasan Kalimantan Utara (Kaltara) - Malaysia. 

Setipe si perjalanannya. Lewat jalur sungai yang mendebarkan begini. Mana tau kalian mau baca, ini link-nya 👇🏻. 

Jalan-Jalan ke Lumbis Pansiangan

Selang dua bulan setelah perjalanan ini sebenernya aku ke Mahulu lagi. Tapi tetep aja, yang paling berkesan ya moment pertama kali dong! 

Oke itu aja, cerita perjalananku ke Mahakam Ulu. Sampai jumpa di catatan Travelog selanjutnya. 

Cheers 🥂

Khajjar RV 


Salah satu view jalan raya di Mahakam Ulu. Indah banget keliatan Sungai dan hutan hijau sepanjang jalan

Kami diajak jalan-jalan ke Kampung Long Bagun sama Mba Helen


Sensasi makan duren di atas kapal



Mas Adding, sobat 'Siap Menderita' di setiap perjalanan 😅


Kenapa judulnya Jakarta Jogja, Sat-set? Karena memang pergi ke dua tempat ini, buru-buru dikejar waktu. Segalanya dilakukan dengan super cepat. Sat-set. 

Ada penugasan dari kantor untuk mendampingi atasan menghadiri agenda di Jakarta dan Jogja. Infonya H-1 keberangkatan. Hari ini baru diinfo, besok langsung berangkat. 

Image source: marchelloka.com

Ke Jakarta dan Jogja hanya dalam waktu empat hari. Hari pertama dan terakhir adalah waktu perjalanan. Praktis di lokasi, hanya sehari-sehari. 

Berangkat Selasa menuju Jakarta. Rabu pagi kegiatan. Rabu sore off to Jogja. Kamis pagi, kegiatan. Jumat pagi sudah kembali pulang ke Samarinda. Luar biasa! 

Tapi Alhamdulillah, aku sangat menikmati perjalanan kali ini. Akhirnya ada Jakarta lagi, setelah Jakarta Kala Itu. ( Klik👉 di sini)


Semalam di Jakarta

Hanya ada waktu semalam di Jakarta, aku sempatkan untuk naik MRT. Terpenting! Karena aku ini, punya obsesi dengan kereta. 

Untungnya di Jakarta, ada tour guide gratis. Willy, junior di organisasi jaman kampus. 

Sebenarnya dulu sudah pernah nyobain naik MRT sekali. Tahun 2020. Saking pengennya nyobain naik MRT, ambil jalur pendek. Dari Dukuh Atas BNI ke Bundaran HI. Hanya 2 menit. 

Kali ini, nyobain lagi naik MRT dengan jalur yang lebih panjang. Dari Bundaran HI ke Bendungan Hilir . Karena kita mau makan di McD Plaza Sentral di daerah Setiabudi yang buka 24 jam. 

Di McD kami makan dan ngobrol sampe jam 1 malam. Banyak banget yang diobrolin. Soal kerjaan, cerita nostalgia jaman di organisasi, sampe ngomongin masa tua pengen tinggal dimana wkwkwk. 

Willy (kiri): Masa dia bilang aku selama di organisasi galak. Aku loh baik hati dan tidak sombong 🤣

Willy dan pekerjaannya adalah dream life ku dulu. Tinggal di kota besar, bekerja di bidang sesuai passion, hidup sendiri di tanah rantau, dan menikmati kesibukan kerja. 

Tapi itu dulu. Aku yang sekarang lebih memilih hidup tenang. Dengan pekerjaan yang work life balance. 

Bahkan kalau bisa memilih, ingin suatu saat nanti bisa bekerja di daerah yang sepi dengan kondisi alam yang nyaman. Misalnya di Maluku, Manado, atau Samosir, atau Atambua sekalian (hehe).  

Aku sepertinya bakal stress kalau bekerja di Jakarta. Kota yang super sibuk dan penuh ambisi. 

Keyakinanku diperkuat, saat pagi harinya. Jadi aku ditugaskan oleh atasan untuk menghadiri kegiatan dari KI Pusat di Hotel Pullman Jakarta. Sendirian. 

Di sana, ada pengumuman hasil Indeks KIP (Keterbukaan Informasi Publik) 2023 untuk seluruh provinsi. Sementara atasan and the whole team mengikuti kegiatan internal di tempat berbeda. 

Pergi ke Pullman, aku memilih naik ojek motor online dari Jakarta Pusat ke daerah Jakarta Barat. Macccceeeeeet! 

Mana panas, semua orang rasanya penuh emosi. Klakson beruntun. Driverku juga marah-marah ke pengguna jalan lain. Naik motor sudah seperti dikejar setan. Aku juga panik, karena memang sudah mepet waktu acara. Dan sempat salah hotel! Seharusnya di Pullman Central Park aku ke Pullman Thamrin. 

Rasanya tidak sanggup kalau harus menjalani kehectic-kan dan berkutat dengan macet setiap hari. 

Tapi Alhamdulillah semuanya right on schedule. Aku tetap datang tepat waktu di acara dan mengikuti sesi hingga selesai. 

Sorenya, langsung dijemput oleh bos dan Mba Intan (admin bos) untuk off to Jogja. 

Penerbangan domestik ke Jogja pukul 5 sore lewat terminal 2 Soekarno Hatta (Soetta). Masih bangunan lama yang ikonik. Dimana setiap aku melihat bangunan bandara Soetta yang ikonik ini, aku selalu terbayang adegan Cinta mengejar-ngejar Rangga di film AADC. Atau Tita mencari-cari Adit di film Eifel I'm in Love. 

Penerbangan menuju Jogja ternyata tidak sat-set. Pesawat delay hampir satu jam. Untung selama menunggu di gate, ketemu anak perempuan lucu bernama Fafa. Lumayan ada hiburan. 


Dua Malam di Jogja

Landing di Jogja, sekitar jam 7 malam. Hal menyenangkan pertama yang terjadi di Jogja adalah, NAIK KERETA! Yeay. 

Walau momen naik kereta itu, cukup menegangkan. Karena kami baru beli tiket di empat menit sebelum keberangkatan kereta. Saking buru-burunya, satu dari tiga tiket yang kami print, robek! 

Bersyukur satpam peron yang baik hati, tetap memperbolehkan kami bertiga masuk, meski tiketnya robek satu. 

Sampai peron, tinggal satu menit sebelum pintu kereta tertutup. Berlarilah kami sampai di kereta. Fyiuh, alhamdulillah sampai tekejar wkwkwk. 

Ngerasa bersalah juga sama bos yang rela lari-lari demi nurutin anak buahnya pengen naik kereta. (Kurang poin nih 😅) 

Setelah mengurus check-in hotel, aku dan Mba Intan makan di daerah sekitar hotel di kawasan Dagen. Kami memilih warung terdekat, karena kaki sudah lempoh habis lari-lari ngejar kereta. 

Begonya kami, keluar make sandal hotel yang setipis tisu. Jadi kaki tambah sakit kena kerikil jalanan. 

Menu makan malam pertama kami di Jogja, jatuh pada Gudeg. Walaupun sudah dapat rekomendasi gudeg terenak di Jogja katanya Gudeg Mak Tinah, kami hanya memilih warung gudeg random yang kami lewati. 

Aku memesan menu Burung Dara Goreng, Gudeg, dan Krecek. Sementara Mba Intan memilih menu Gudeg, Telur Bacem, dan Pete Goreng. Maknyussss langsung ludes karena kelaparan dan kehabisan energi habis lari-lari. 


 

Malamnya istirahat untuk persiapan agenda besok pagi. 

Paginya, meski agak telat aku sempatkan bersepeda di sekitaran hotel. Menyewa sepeda yang disediakan hotel, 50 ribu per jam. (Harusnya sepeda itu bisa jadi fasilitas hotel gratis buat para tamu ga si? >> Protesku dalam hati) 

Sebenarnya sudah niat jogging pagi sejak di Jakarta. Tapi karena suasana sekitar hotel Jakarta saat itu, kurang mendukung. Jadi ku urungkan niatku sampai di Jogja. 

Di Jogja karena nemu sepeda, ya memilih gowes daripada lari. Lari-lari cukup di stasiun kereta saja. Haha 

Karena hotel ada di sekitaran Malioboro, aku keliling bersepeda di sepanjang jalan itu. Menyenangkan sekali bersepeda pagi di pedestrian yang sangat terkenal se-seantero Jogja. 


Pagi itu, Malioboro sudah ramai dengan semua aktivitasnya. Baik oleh wisatawan yang berolahraga dan jalan-jalan, penjual jamu, penjual sarapan, tukang becak, dan tukang delman. 

Aku bersepeda lurus menyusuri pedestrian Malioboro. Sampai terhenti di Stasiun Tugu Jogja. Dan menonton kereta api lewat. Selalu ada sirine berbunyi sebagai pertanda kereta api akan melintas. Memang aku ini, norak sekali kalau lihat kereta api. 

Kembali ke hotel untuk mendampingi bos sebagai narasumber di suatu acara. Ternyata acara dimajukan dari jadwal awal jam 2 siang, ke jam 9 pagi. 

Mba Intan sudah panik menungguku selesai bersepeda. Lalu kami berdua (tanpa mandi) sat-set ganti baju dan hadir di acara. 

Acara selesai di siang hari. Di sini, kami sudah bebas sampai malam. Untungnya punya bos yang super mandiri. Jadi kami tidak perlu mendampingi sepanjang waktu. 

Siang itu aku dan Mba Intan memutuskan ke Pasar Gede Beringharjo. Aku memang ingin sekali ke sana setelah menonton film pendek, Tilik. Dimana ada dialog Bu Tedjo yang fenomenal. 

"Dadi wong ki sing solutif. Wes, ke Pasar Beringharjo wae," (Jadi orang tu yang solutif. Kita ke pasar Beringharjo aja) wkwkwk. Ga akan ngerti kalau kalian ga nonton filmnya. 

Link Film: 👉 Tilik

Pasar Beringharjo, luar biasa! Bersih dan nyaman. Bahkan ada eskalator di dalam pasar. Koleksi batik yang dijual, bejibun. Sampai aku yang awalnya tidak niat membeli apa-apa, akhirnya tidak bisa menahan diri untuk membeli batik. (Setan boros dalam diriku berkata: "Borong aja, kapan lagi ke Jogja? Duit bisa dicari lagi")


 

Dari pasar Beringharjo kami naik becak motor kembali ke hotel di kawasan Dagen. Sengaja memilih becak motor karena nda tega dengan pengayuhnya kalau naik becak sepeda. 

Ketawa terus selama naik becak. Karena maksa banget biar muat berdua.

Kenapa harus kembali ke hotel? Pertama untuk menaruh belanjaan yang cukup banyak. Dan kedua, aku harus mengetik berita lalu menyiapkan draft media cetak. Ingat, ke Jogja ini bekerja, bukan jalan-jalan. Jadi pekerjaan tetap harus diprioritaskan. 

Malam harinya, kami kembali eksplore Jogja. Sekaligus wisata kuliner untuk makan malam. Alhamdulillah punya travelmate yang akomodatif. Mba Intan mengikuti pilihan menu makan malamku. Dimana aku ingin makan Sate Klatak dan membeli Bleger plus Kopi Bia milik pasangan artis idolaku, Hanung Bramantyo dan Zaskia Adya Mecca. 


 

Ingin mencoba sate klatak juga karena menonton vlog mereka, The Bramantyo's. 

Setelah take away membeli Bleger dan kopi Kafe Mamahke di daerah Keraton, kami memutuskan makan Sate Klatak Pak Kasdi di daerah Malioboro. 

Sebenarnya, kalau membaca review, sate klatak yang terkenal adalah Sate Klatak Mak Adi dan Sate Klatak Pak Pong. Tapi keduanya tidak memungkinkan. Sate Klatak Mak Adi katanya sudah tutup setengah 9 malam. Dan Sate Klatak pak Pong selalu antre. Bisa sejam menunggu antrean. 

Jadi kami memilih Sate Klatak Pak Kasdi meski tidak sesuai rekomendasi. Yang penting sudah nyobain sate klatak. 

Sate klatak adalah sate kambing muda yang dibakar dengan ditusuk besi. Bukan ditusuk lidi seperti sate ayam pada umumnya. Lalu disajikan dengan kuah, bukan bumbu kacang. 

Satenya gurih dan kuahnya sedap asin. Karena ini sate kambing, mengunyahnya penuh effort. Rasanya sudah dikunyah 33 kali sesuai Sunnah Rasul, tapi tidak juga halus. 



 

Setelah makan sate klatak, kami naik becak lagi untuk keliling Malioboro. Petualangan Mba Intan mencari kain batik ternyata belum selesai. Kami keluar masuk toko batik di sepanjang jalan Malioboro. Di salah satu tokonya, ada toko klasik yang masih menjalankan tradisi kejawen, membakar dupa. Di dalam tokonya juga banyak patung-patung replika khas Jawa. 



 

Mba Intan yang lemah bulu, langsung merinding dan pindah ke toko lain. Aku mengikuti saja. Padahal aku suka bau kemenyannya wkwkkwk. 

Setelah selesai menemani mba Intan belanja, gantian Mba Intan yang menemaniku untuk hunting foto di Titik Nol Jogjakarta. Di depan gedung BNI 1946 yang jadi landmark Kota Jogja.

Meski sudah siap membawa kamera agar bisa foto-foto. Tetap saja kami tergiur menyewa jasa street photographer karena hasil foto mereka yang lebih bagus. 


 

Sampai tidak terasa sudah pukul 1 malam, baru kami putuskan pulang. Masih menggunakan jasa becak motor yang sudah kami sewa. Sudah selarut itu, kami masih saja receh sepanjang jalan. Karena rasanya becak motor yang kami naiki, selalu oleng saat menikung jalan. Seperti akan terpisah, antara motor dan gerobak becaknya.

Belum lagi di jalanan Jogja yang sempit, kami harus berbagi dengan delman yang lewat. Lalu bersebelahan dengan kuda yang mencicit. Dekat sekali bersebelahan. Sampai rasanya seperti akan disosor cocot kuda. 

Sampai hotel, kami langsung packing karena jam 6 pagi kami sudah harus check out dan pergi ke Stasiun Tugu naik kereta menuju bandara. Yeay, naik kereta lagi. 

Tapi kali ini, tidak perlu lari-lari karena sudah booking tiketnya secara online.  

Sepanjang perjalanan menuju bandara, aku berdiri di dekat pintu kereta untuk menikmati pemandangan. Karena sebelumnya, saat naik kereta di hari pertama kedatangan di Jogja, pas malam hari, aku tidak bisa menikmati pemandangan. Tidak tahu kereta berjalan maju atau mundur. 

Sepanjang jalan, aku berdiri di pinggir pintu untuk menatap keindahan Jogjakarta. Sawah, pohon, sungai. Semuanya dilalui rel kereta. Sampai aku berpikir, di masa tua nanti ingin punya rumah di pedesaan Jogjakarta yang dilalui rel kereta. Biar bisa menonton kereta lewat setiap hari. (Aneh memang) 



Petugas Facility Care kereta juga ku ajak mengobrol dan ku tanya-tanya soal kereta. Ternyata akses kereta - bandara ini baru tersedia setahun yang lalu. Bersamaan dengan pembangunan bandara baru, YIA (Yogyakarta International Airport). 

Kereta yang kami tumpangi, berjenis KRD (Kereta Rel Diesel) yang digerakkan oleh mesin diesel dan memiliki lima gerbong. Perjalanan dari stasiun tugu menuju YIA membutuhkan waktu 30 menit. Mampir sekali di Stasiun Wates. 

Good bye keretaku, semoga bisa naik lagi kapan-kapan. Ini sebenarnya bukan kali pertama naik kereta sih, dulu udah pernah (baca: Kereta Api Tuut..Tuut.. pardon, tulisannya yang acak adut dan sok-sok'an pake bahasa 'gue' baru kenal ama anak Jakarta kayanya waktu itu).
 Tapi tetep aja norak setiap naik kereta wkwkwk. 

Penerbangan kami, pukul 09.30 menuju Balikpapan. Alhamdulillah landing dengan selamat kembali ke Kalimantan Timur pukul 12 siang. 

Terima kasih Tuhan untuk anugerahnya bisa berpetualang di Jakarta - Jogja selama empat hari. Aku yang hobi traveling selalu menikmati setiap perjalanan meski dalam penugasan kerja. 


Cant wait for another trip!


Khajjar RV 


 


Older Posts Home

Best of Mine

Best of Mine
Don't judge me too much if you don't know me too well

ABOUT AUTHOR

Suka Nulis || Suka Cerita || Suka Hal Baru || Dan Suka Kamu!! Terima Kasih Sudah Berkunjung :D

AmazingCounters.com

Blog Archive

  • ▼  2025 (1)
    • ▼  April (1)
      • Nostalgia Kecil di Tanjung Selor
  • ►  2024 (5)
    • ►  October (1)
    • ►  September (2)
    • ►  July (1)
    • ►  February (1)
  • ►  2023 (3)
    • ►  June (1)
    • ►  March (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2022 (9)
    • ►  August (2)
    • ►  July (1)
    • ►  June (1)
    • ►  May (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  February (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2021 (2)
    • ►  November (1)
    • ►  July (1)
  • ►  2020 (4)
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ►  June (1)
    • ►  March (1)
  • ►  2019 (2)
    • ►  October (2)
  • ►  2018 (15)
    • ►  December (2)
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ►  September (1)
    • ►  August (2)
    • ►  May (3)
    • ►  April (1)
    • ►  February (3)
    • ►  January (1)
  • ►  2017 (12)
    • ►  December (2)
    • ►  November (2)
    • ►  October (2)
    • ►  September (3)
    • ►  March (2)
    • ►  February (1)
  • ►  2016 (8)
    • ►  December (1)
    • ►  September (4)
    • ►  June (1)
    • ►  May (1)
    • ►  March (1)
  • ►  2015 (2)
    • ►  November (1)
    • ►  August (1)

Categories

  • Article
  • Impression
  • Prolife
  • Travelog

POPULAR POSTS

  • CATATAN SKETSA: JADI GINI RASANYA DEMIS. . .
  • 15 TH OCTOBER
  • CATATAN SKETSA: BEHIND THE SCENE (BTS) BINCANG EKSKLUSIF BERSAMA PAK REKTOR
  • Review Film: Dilan 1990

Copyright © 2016 THE CORNER OF MY WORLD . Created by OddThemes | Distributed By Gooyaabi Templates