THE CORNER OF MY WORLD

Everyone has a story of their life. And here are my stories about love, friendship, family, dreams, and hopes. These are all in the corner of my world. Fortunately, in this big world I have my own little corner :D

Powered by Blogger.

Hello everyone! Maaf banget nih aku baru berkesempatan menulis tentang trip aku ke Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu). 

Padahal trip ini sudah lewat 6 bulan yang lalu, sekitar di akhir Januari 2024. 

Sadar kalau ga akan bisa nulis di blog dalam waktu dekat, aku sudah mengumpulkan dokumentasi trip ini dalam medio story di Instagram dan postingan di Tiktok yang bisa aku buka kapan aja! 

Untuk kembali mengenang keseruan trip ini,  kumpulan storynya sudah aku Highlight di Bio Instagram hehe. 

Pergi ke Mahulu adalah salah satu bucket list-ku sejak lama. Buat aku pribadi, Mahulu itu sama seperti Kubar (Kutai Barat). Aku ga akan bisa ke sana, kalau ga ada urusan. 

Aku pertama kali ke Kubar aja untuk urusan KKN tahun 2016 lalu. Tanpa itu, mungkin aku ga akan punya kesempatan untuk ke Kubar. 

Begitu juga dengan Mahulu ini, aku kayanya ga akan punya kesempatan ke sana kalau bukan karena urusan pekerjaan. 

Kenapa aku pengen banget ke Mahulu? Pertama, karena Mahulu adalah satu-satunya dari 10 kabupaten/kota di Kaltim yang belum pernah aku kunjungi. Aku ga punya satu pun teman, apalagi kerabat yang bisa aku kunjungi di sana. Kondisi ini membuat peluang pergi ke Mahulu semakin kecil. 

Kedua, Mahulu itu punya panorama alam yang luar biasa inddaaaahh bangettt. Rasanya representasi eksotisme alam Kalimantan Timur itu yaa Mahakam Ulu. Alamnya indah, lingkungannya hijau, sungainya deras, budayanya kental, semuanya ada di Mahakam Ulu. (Aseek, siap jadi Duta Mahulu) 

Dan aku, sudah penasaran banget bisa liat Batu Dinding yang terkenal seseantero dunia itu. Kalau lihat video-video trip tentang Batu Dinding, selalu membatin "kapan yaa bisa ke sana?"

Kesempatan itu akhirnya datang di awal tahun 2024. Ada tugas dari kantor untuk meliput kunjungan pimpinan yang akan meresmikan Kantor Bupati di sana. 

Diutuslah aku, berdua dengan rekan kantor, Mas Adding. Aku bersyukur sekali di trip pertamaku ke Mahulu ini, bisa dapet tandem yang super fun and chill seperti Mas Adding. Jadi perjalanan 'berat' kami tetap terasa menyenangkan. 

Kata 'berat' ini bukan asal bunyi loh. Faktanya perjalanan menuju Mahulu ini memang berat banget. Melelahkan. Makanya ga semua orang mau diutus tugas ke sana wkwkwk. 

Kita membutuhkan waktu sekitar 14 jam menuju Mahulu dengan rute darat dan sungai. 

***

📎 Rabu, 24 Januari 2024 

Kami berangkat jam 10 malam dari Samarinda melalui jalur darat menuju Pelabuhan Tering di Kutai Barat. Waktu tempuhnya sekitar 10 jam lewat jalan hauling batu bara. 


📎Kamis, 25 Januari 2024

Kami sampai di Pelabuhan Tering, Kutai Barat, sekitar jam 8 pagi. Langsung lanjut naik speedboat menuju Ujoh Bilang, Mahakam Ulu. Dengan kapasitas kapal, sekitar 25 penumpang. Dan harga tiketnya dipatok Rp 450 ribu per orang. (Mahal kan?) 


Sepanjang jalan menyusuri sungai itu, kita bisa lihat keindahan alam di pedalaman Kalimantan Timur. Ada kampung-kampung di bantaran sungai, ada hutan, ada aktivitas tambang batu bara, dan banyak lagi sisi kehidupan yang mungkin gapernah aku lihat di kehidupan sehari-hari. 

Aku adalah orang yang suka meromantisasi setiap perjalanan. Makanya di sepanjang perjalanan di atas sungai itu, aku..... Ngelamun. (😅) 

Melamun sambil memandangi alam 🏞

Perjalanan dari Kecamatan Tering ke Ujoh Bilang relatif ga terlalu lama. Hanya 4 jam aja. Sepanjang jalur sungainya pun relatif aman, belum menemui riam. Walau pun manuver speedboatnya juga tetap ngeri sih saat melalui kelok-kelok sungai. Apalagi saat momen menghindari hanyutan batang kayu di sungai atau saat terkena ombak dari kapal lain. 

Hal yang paling berkesan dari perjalanan pertama kali ke Mahulu ini adalah, akhirnya aku bisa melihat THE WONDERFUL AND MAJESTIC BATU DINDING! 


Ya Allah mau nangiiissss. Akhirnya keindahan pesona Batu Dinding yang biasanya cuma aku lihat dari video-video trip bisa aku saksikan langsung. NYATA DI DEPAN MATA! 😭😭


Bener-bener mau nangisss banget saat itu. Baru melihat Batu Dinding. Gimana kalau liat Ka'bah yaa nanti (Amin Ya Allah).


Just for information, Batu Dinding ini adalah sekumpulan bebatuan karst yang sudah terbentuk sejak ribuan tahun. Kumpulan karst ini terhampar sepanjang 800 meter dengan ketinggian hingga 100 meter.   

Dari kejauhan, Batu Dinding ini tampak terlihat seperti tembok yang kokoh dan memagari Sungai Mahakam. Warga setempat percaya, di balik Batu Dinding ini ada sebuah goa yang ditempati oleh makam leluhur mereka. Magis kan? 

Dokumentasi video batu dinding ini, aku post di Instagram pake backsound musiknya Game of Thrones haha. Keren banget. Berasa dalam negeri era-era kerajaan jugak! 

Kami akhirnya sampai di Pelabuhan Ujoh Bilang. Kampung Ujoh Bilang ini adalah Ibu Kota Mahakam Ulu. Di sini lah pusat administrasi Kabupaten Mahakam Ulu. 

Keren banget sih. Ujoh Bilang sudah seperti kota kecil di tengah-tengah pedalaman hulu Mahakam. 

Bayangin aja, di kanan-kiri wilayahnya masih dikelilingi hutan. Posisi kampungnya juga ada di dataran tinggi bantaran hulu Sungai Mahakam. Tapi ada kehidupan modern di situ. Gokil sih. 

Suasana pagi di Kampung Ujoh Bilang. (Difoto dari balkon penginapan)

Fasilitas di Kampung Ujoh Bilang udah termasuk modern karena sudah tersedia listrik 24 jam. Ada sinyal internet meski hanya Telkomsel. Banyak fasilitas penginapan yang memadai. Ada pasar dan banyak rumah makan untuk kebutuhan kuliner. 

Bahkan ada coffee shop untuk kebutuhan nongki-nongki ala gen-Z juga loh! Canggih Mahakam Ulu. 

Malamnya, aku dan Mas Adding sempet ngafe dengan naik motor yang kami sewa. Keliling kampung malam-malam ga pake helm udah kaya local people wkwkkwk. 

Kami menginap di Penginapan Nur Jannah. Penginapan ini ada di tepian Sungai Mahakam jadi punya view balkon yang menghadap ke Sungai Mahakam! Eksotis. 

Kondisi kamarnya juga bersih dan nyaman. Harga kamarnya mulai Rp 350-an aja per malam. Tinggal pilih mau yang ber-AC atau engga. 

(Fix cita-citaku punya rumah di Mahulu).

📎Jumat, 26 Januari 2024 

Hari H kegiatan, kami fokus di agenda. Yang paling aku ingat si, kami dinaikkan Hilux menuju lokasi kegiatan. Pulangnya kami naik mobil Satpol PP karena ga sabar nunggu Hiluxnya ready ngantar kami balik. 

Untung aku ini, fleksibel dalam segala kondisi. 


📎 Sabtu, 27 Januari 2024 

Adalah waktu kepulangan kami ke Samarinda. Aku membujuk Mas Adding agar kita pulang naik Kapal Taksi aka Kapal Motor (KM) untuk milir ke Samarinda. 

Kapan lagi kan, bisa ngerasain naik Kapal Motor begini. Lagian aku mikirnya, karena ini perjalanan pulang jadi ga perlu buru-buru. Toh besoknya masih hari Minggu. Masi libur, bukan jadwal masuk kantor. Jadi bisa lah... 

Karena naik kapal motor seperti ini membutuhkan waktu yang lebih lama. Dua hari × 1 malam. Padahal kalau naik speedboat dan jalur darat seperti saat keberangkatan kemarin, hanya butuh waktu 14 jam.  

Tapi demi pengalaman baru, akhirnya aku berhasil membujuk Mas Adding buat naik Kapal Motor dalam perjalanan balik kami ke Samarinda.

Kelebihannya, biaya jauh lebih murah. Karena kami hanya perlu merogoh kocek sekitar Rp 400 ribuan aja sudah sampai ke Samarinda. Juga hanya perlu satu jalur langsung sampai ke Kota Tepian. Tidak perlu turun naik berganti kendaraan. 

Kami berangkat dari Ujoh Bilang pada Sabtu (27/1/2024) pukul 8 pagi. Sesuai jadwal, kapal yang membawa kami adalah KM Dayak Lestari. Kapal bersandar di Pelabuhan Ujoh Bilang untuk mengambil penumpang. 

(Fun fact, ternyata KM Dayak Lestari ini kapal temenku dooong si Bulan. Sobat sekampus dan KKN bareng di Kubar dulu. Tau gitu kan bisa minta gratis! Hehe canda gratis). 

FYI lagi, kapal motor seperti ini, memang masih mendenyut sebagai trasnportasi andalan warga untuk milir-mudik ke wilayah hulu dan hilir Sungai Mahakam. Selain mengangkut penumpang, kapal motor ini juga menjadi alternatif utama sebagai angkutan logistik bahan kebutuhan pokok dan sembako menuju wilayah perbatasan di Hulu Mahakam.  

Kapal motor yang kami tumpangi, bertipe houseboat konstruksi kayu dengan ukuran panjang kali lebar 24×5 meter. Kapal ini dapat menampung kapasitas penumpang hingga 250 orang dan beban muatan sekitar 4 ton. 

Kabin kapal terdiri dari dua dek. Dek bawah, diisi penumpang, barang, dan motor. Sementara, dek atas hanya diisi oleh penumpang. Dek atas juga disebut dek VIP karena disediakan tilam dan kipas angin bagi penumpang kapal. 


Harga dek atas dibandrol sebesar Rp 440 ribu per orang. Sementara dek bawah sekitar Rp 390 ribu. 

Kami memilih dek atas biar bisa istirahat selama perjalanan. Di dek atas didesain seperti dipan panjang berhadap-hadapan sepanjang kabin. 

Hanya tersisa lorong kecil untuk berjalan di antara dipan. 


Di bawah dipan, tersedia bagasi untuk menyimpan barang bawaan. Setiap dipan juga disediakan tilam ramping seukuran badan orang dewasa untuk berbaring. Sementara dinding kapal dek atas, tersedia kipas angin dan jendela untuk melihat area luar. 

Jendela kapal di dek atas

Di dek atas, juga tersedia balkon yang bisa digunakan untuk bersantai menikmati keindahan alam selama perjalanan. (Ngelamun)

Bengong di balkon

Pas momen pulang, lalu melewati kawasan Batu Dinding lagi, rasanya seperti melewati gerbang perpisahan dengan Mahakam Ulu huhu. (Drama 🥹) 

Kapal motor kami akan mampir di setiap pelabuhan yang ada di kampung-kampung sepanjang sungai untuk mengambil penumpang. 

Beruntungnya saat itu, sedang musim durian. Jadi banyak durian yang dijual murah di setiap pelabuhan. Aku dan Mas Adding sepakat membeli beberapa ikat durian buat oleh-oleh rekan kantor. 

Niatnya sih beli beberapa ikat aja. Tapi karena tiap pelabuhan berhenti, dan selalu ada yang jual durian. Duriannya juga beda-beda, kadang nemu lagi yang lebih besar. Di pemberhentian selanjutnya, nemu durian lagi yang lebih murah. Jadi rasanya hampir di setiap pelabuhan, kami beli duriannya. (✌🏻😅)

Sampai ga sadar, akhirnya kami membawa sembilan ikat durian. Satu ikatnya berisi lima sampai tujuh buah durian dengan harga sekitar Rp 50 ribuan aja. (OMG murraaah banget) bisa sudah kami jual durian di tepian wkwkwk.  

Aku yang awalnya menikmati perjalanan di atas kapal kayu ini, lama-lama bosen juga yaa. Ya bayangin aja 30 jam perjalanan. Kerjaanya cuma makan, tidur, makan lagi, bengong di balkon. 

Beli soto di kantin kapal. Harga 25k

Oiya, cerita uniknya si kondisi toiletnya yaa. Jadi toilet kapal yang digunakan untuk MCK itu, tanpa closet. Hanya lubang kayu di lantai kamar mandi yang pembuangannya langsung ke sungai. So natural, hehe meski agak culture shock. 

Tapi lagi-lagi, karena aku adaptif. Fine aja si soal itu. 


📎 Minggu, 28 Januari 2024 

Setelah 30 jam perjalanan, akhirnya kami sampai juga di Samarinda. Melihat bangunan Big Mall dari tepian yang menjadi ikon kota ini, sedikit merasa terharu akhirnya perjalanan yang melelahkan ini, sampai juga. 

Begitulah petualangan menyusuri sungai Mahakam dari hulu sampai ke hilir. Kaltim memang luar biasa! Perjalanan sungai 30 jam, selama itu tapi masih di intra Kaltim aja. Kalau ini di laut, mungkin aku sudah sampai Banda Neira haha. 

Oiya, di Pelabuhan Samarinda aku tidak sengaja bertemu Bapak Zairin Zain. Salah satu tokoh Kaltim yang kini menjabat sebagai Ketua Desain Besar Olahraga Nasional (DBON) Kaltim. Ternyata kami satu kapal, beliau naik dari Melak, Kubar. 

Mirip Pak SBY ga si?

Well, semoga semakin banyak pejabat publik yang mau naik transportasi macam ini. Biar apa? Biar merakyat aja sih... 

Pengalaman ke Mahulu ini mengingatkanku saat trip ke Desa Lumbis Pansiangan di perbatasan Kalimantan Utara (Kaltara) - Malaysia. 

Setipe si perjalanannya. Lewat jalur sungai yang mendebarkan begini. Mana tau kalian mau baca, ini link-nya 👇🏻. 

Jalan-Jalan ke Lumbis Pansiangan

Selang dua bulan setelah perjalanan ini sebenernya aku ke Mahulu lagi. Tapi tetep aja, yang paling berkesan ya moment pertama kali dong! 

Oke itu aja, cerita perjalananku ke Mahakam Ulu. Sampai jumpa di catatan Travelog selanjutnya. 

Cheers 🥂

Khajjar RV 


Salah satu view jalan raya di Mahakam Ulu. Indah banget keliatan Sungai dan hutan hijau sepanjang jalan

Kami diajak jalan-jalan ke Kampung Long Bagun sama Mba Helen


Sensasi makan duren di atas kapal



Mas Adding, sobat 'Siap Menderita' di setiap perjalanan 😅



Badan Pusat Statistik (BPS) baru-baru ini merilis peringkat provinsi paling bahagia di Indonesia. Melalui Survei Pengukuran Tingkat Kebahagiaan (SPTK) tahun 2021.  Dan betapa membanggakan, sekaligus juga mengagetkan. Kalimantan Utara (Kaltara) menempati posisi kedua.

Poinnya bahkan berbeda tipis dengan peringkat nomor satu, Maluku Utara. Hanya berbeda 0,01 poin. Maluku Utara dengan skor 76,34. Dan Kaltara dengan skor 76,33. Data indeks kebahagiaan itu, sontak membuat warga Kaltara senang. Walau pun kebahagiaan tidak menjadi indikator kemajuan suatu wilayah.

Saya yang tujuh bulan terakhir, ditempatkan di provinsi ini, secara pribadi pun mengakuinya. Saya memang lebih bahagia ada di sini.

Klaim itu bahkan tidak datang dari saya pribadi. Awal tahun lalu saya sempat cuti, dan pulang ke kampung asal saya di Kalimantan Timur (Kaltim). Hampir semua orang yang saya temui, bilang saya gemukan. Dan kata mereka, saya terlihat lebih bahagia.

Well, lalu saya bercermin dan melihat wajah saya sendiri. Memang ya, agak gemukan. Haha. (Padahal makanan di Kaltara ini mahal-mahal). 

 Kaltim - Kaltara sebenarnya adalah dua provinsi yang identik. Apalagi, secara history, mereka dulunya satu kesatuan. Sebelum Kaltara mekar menjadi sebuah provinsi pada 2012. Meski demikian, dalam banyak hal, Kaltim - Kaltara memiliki banyak perbedaan. Perbedaan itu lah, yang secara pribadi, menjadi indikator saya lebih betah (bahagia) di Kaltara.

  • ·         Pertama, jumlah penduduknya sedikit

Jumlah penduduk Kaltara tidak terlalu banyak. Hanya sekitar 700 ribu jiwa. Dibanding penduduk Kaltim yang mencapai 3,8 juta jiwa. Jumlah penduduk se-provinsi ini, hanya setara dengan penduduk Kota Balikpapan. Padahal melihat luas wilayahnya, Kaltara berpotensi bisa menambah jumlah penduduk, minimal setengah dari populasi Kaltim.

Gubernur Kaltara, Zainal Arifin Paliwang bahkan menarget, Kaltara bisa menambah jumlah penduduk menjadi 1 juta jiwa dalam dua tahun kedepan. Tapi jujur lah, saya lebih senang keadaannya yang seperti sekarang. Lebih tenang. Jangan terlalu banyak manusia. Saya yang punya sebagian jiwa introvert, sangat menyukai kota yang sepi.

Sedikitnya manusia sejalan dengan sedikitnya jumlah kendaraan di jalan. Jadi potensi polusi udara berkurang dan tidak ada macet. Terutama di wilayah ibu kotanya, Tanjung Selor.

Bahkan, ada anekdot dari warga Tanjung Selor yang bilang "Yang bisa menghentikan kendaraan kita di sini, hanya lampu merah." Tidak ada kendaraan padat merayap oleh sebab kemacetan.

Di sini bisa bersepeda santai, tanpa takut ditabrak orang :D
 

  • ·         Kedua, budayanya masih sangat kental.

Hampir di setiap acara, ada tarian daerah yang ditampilkan. Di Kaltim, tarian daerah yang paling sering saya lihat hanya tarian Dayak. Itu pun, sudah jarang ditampilkan kalau bukan acara besar. Di Kaltara saya bisa melihat tarian dari suku lain. Seperti Tidung dan Bulungan. Ada satu momen, saat perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Bulungan, pada 12 Oktober 2021 lalu. Seluruh orang memakai pakaian adat memenuhi halaman kantor bupati, menari Jepen bersama. Asyik sekali. Sejak itu lah, saya ingin belajar tari Jepen. Di Kaltim, tidak pernah saya memiliki hasrat belajar tari daerah.

Dan satu lagi, tari Semajau. Tarian ini tidak perlu dipelajari. Kita cukup berbaris melingkar, saling memegang pundak orang di depan. Lalu berjalan membentuk lingkaran. Mengikuti irama musik yang diputar. Seru sekali. 

Tari Jepen Bersama oleh masyarakat Bulungan

  • ·         Ketiga, nasionalisme kedaerahan terus dipupuk.

Saya mengakui tagline 'Kaltara dihati' itu mengena sekali.  Kaltara dihati itu, tidak perlu indikator apa pun. Tidak seperti tagline Kaltim misalnya, Kaltim Berdaulat, berdaulat dari apa? Atau Kaltara Terdepan, terdepan dari siapa? Kaltara dihati, kan tidak perlu pembuktian apa pun. Apa pun yang terjadi, kita bisa bilang Kaltara di hati. (Sungkem sama yang bikin jargon)

Bentuk nasionalisme kedaerahan lainnya, adalah menyanyikan lagu Mars Kaltara setelah lagu Indonesia Raya, di setiap acara. Salah satunya, pasti karena faktor geografis Kaltara yang berada di perbatasan luar negeri. Sehingga, nasionalisme cinta daerah, harus terus dipupuk.

Saya sampai hafal lagu Mars Kaltara karena sering mengikuti agenda pemerintah provinsi. Liriknya bahkan terngiang,

"Gunung di perbatasan hijau. Sungai dan laut biru. Sejauh negeri ku datangi, hatiku tetap di Kaltara......"

Padahal, Mars Kaltim saja, saya tidak tahu sama sekali. Bukan salah saya, karena memang tidak pernah dinyanyikan di banyak acara. 

 

  • ·         Keempat, work life balance.

Redaktur saya, yang baru datang dari Balikpapan, kaget. Kedai kopi, baru buka jam 12 siang. Itu lah Kaltara, work life balance haha.

Walau pun dalam konotasi negatif juga terjadi. Misalnya pegawai kantor pemerintahan yang sepi. Senin terasa Sabtu. Work life balance. Yang penting bahagiaaaaa.

Work life balance: pagi kerja - malam nongki

                                                                      --**--

Di luar dari indikator kebahagiaan itu, tentu saja ada banyak sekali yang kurang di daerah ini. Seperti tidak ada bioskop. Sedih sekali, para masyarakat di Kaltara yang ingin menonton film favorit. Harus menunggu film itu rilis di kanal streaming. Atau kalau yang nakal, menonton secara ilegal. Saya saja, kemarin harap-harap cemas. Apakah sempat menonton Spiderman di bioskop Samarinda.

Lalu fasilitas kesehatan yang masih sangat minim. Saya yang berkaca mata, harus memeriksakan kesehatan mata saya minimal 6 bulan sekali. Belum ada klinik mata yang proper di sini. Misalnya ketika ingin lasik, apa saya harus pergi ke Samarinda?

Dan tentu, saya harus menyuarakan kebutuhan hedon milenial sekarang. Tidak ada Starbucks, Jco, McD, KFC, UNIQLO, SOHO dan sebangsanya. Walau pun, dari segi kantong, itu menguntungkan!

Tapi toh semua kekurangan itu bukan keajaiban yang harus diturunkan Tuhan dari langit. Asal ada kemauan, yang tidak ada itu bisa diadakan.  Kesimpulannya, di Kaltara tetap lebih bahagia! Kalau tidak percaya, Anda bisa buktikan sendiri.

Kenapa harus membuktikan? Karena bahagia adalah koentji, namaste! 

 

Salam bahagia, 

 --Khajjar RV--  


Artikel ini sudah terbit dalam: Catatan Redaksi SKH Koran Disway Kaltara Edisi Rabu (19/1/2022) dan https://nomorsatuutara.com/kaltara-bahagia/amp/ 

 (--Khajjar RV will return in the next blog, stay tune!--)




Identitas Buku
Judul Buku                 : Rakyat Belum Merdeka, Sebuah Paradigma Budaya
Jenis Buku                  : Non Fiksi
Penulis                        : Rendra
Penerbit                     : Pustaka Firdaus
Tahun Terbit             : 2000
Jumlah Halaman        : 47

Sinopsis
Indonesia adalah Negara merdeka. Tapi bangsa Indonesia belum merdeka. Para penindas rakyat yang nyata adalah lembaga eksekutif (pemerintah) orde lama (orla) orde baru (orba) dan semua partai politik yang ada. Adalah kenyataan budaya bahwa sejak zaman raja-raja, kolonialisme Belanda dan Jepang, serta rezim orla dan orba, rakyat tidak pernah menjadi warga Negara dengan hak penuh untuk bebas berpartisipasi dalam urusan kemasyarakatan, pemerintahan dan kenegaraan. 

Di zaman raja-raja dan kolonialisme Belanda, rakyat adalah kawula atau massa hamba sang raja. Zaman kolonialisme Jepang, rakyat adalah barisan massa budak yang harus membantu Dai Nippon dalam perang antar imperialis, Perang Dunia II. Zaman rezim orba, rakyat adalah massa revolusi dan partai politik. Kemudian di zaman rezim orba yang didukung oleh ABRI, rakyat hanya dianggap sebagai koor bebek.  Daya kritisnya dirusak dan cara berpikir diseragamkan. Sejak permulaan reformasi sampai kini, kemerdekaan rakyat tidak pernah diperjuangkan secara konkrit dan eksplisit oleh para elit DPR dan MPR. Para elit politik hanya memperjuangkan posisi partai dan golongan. Disangkanya mereka sendiri adalah suara rakyat padahal mereka sebenarnya adalah golongan politik di antara golongan-golongan lain dalam masyarakat.


Kelebihan buku
Buku ini menumbuhkan daya kritis pembaca dan semangat dalam pemberdayaan masyarakat. Tulisan-tulisan  Rendra membuka cakrawala pemikiran kita tentang hal yang selama ini kita anggap lazim, ternyata tidak. Seperti rakyat Indonesia yang kita anggap sudah merdeka seperti negaranya, ternyata belum. Hubungan antara masyarakat dengan pemerintah yang kita anggap lumrah ternyata adalah tradisi feodalisme masa kini. Pemerintah yang sejatinya adalah melayani rakyat malah terasa sebaliknya. Rakyat yang melayani pemerintah.

“Pemerintah menyebut dirinya sebagai ‘pejabat’ dan membedakan diri dengan mahluk yang disebut ‘pegawai’. Di zaman revolusi setiap orang biasa disapa dengan sebutan ‘bung’ atau saudara. Tetapi begitu kemerdekaan Negara sudah akan mapan, mereka disapa sebagai ‘bapak’. Dan kalau rakyat datang bertemu, disebut sebagai ‘menghadap’. Sikap kurang ajar tersebut malah disebut sebagai ‘tata-tertib’.” (hal.13)



Buku ini menjadi sempurna karena diawal berisi kritik konstruktif pada pemerintah namun dilengkapi dengan solusi-solusi inovatif lewat 9 Agenda Perjuangan Memerdekakan Rakyat yang disusun oleh Rendra.


Kelemahan Buku
Kelemahan dari buku ini adalah bahasa yang mungkin sulit dipahami oleh orang awam. Meski buku ini mengatas namakan rakyat, namun isi dalam buku ini hanya dapat dipahami oleh kalangan tertentu. Karena bahasa yang digunakan adalah bahasa politik. Seperti satire, status quo, up-grade, feodalisme, fasisme. Selain itu terdapat beberapa istilah tanpa keterangan seperti Sapta Marga, GBHN, dan Security Approach. Dalam beberapa kalimat juga menggunakan kiasan sehingga memerlukan penerjemahan makna yang mendalam dari maksud kalimat tersebut. Contohnya “plasma-plasma yang diadakan hanyalah dekor dari basa-basi ide pemerataan belaka” (hal. 13)

Bahasa yang digunakan juga sedikit provokatif sehingga dapat menumbuhkan apatisme masyarakat kepada pemerintah. Seperti “Birokrat adalah golongan yang paling ‘sok’ di  dalam masyarakat kita” (hal.12)


Kesimpulan
Kesimpulan dari buku karya seorang budayawan dan sastrawan, Rendra ini adalah pemikiran-pemikiran dan kritik pada pemerintah Indonesia yang masih membawa tradisi-tradisi lama era kolonialisme sampai orde baru yang tidak mengutamakan kepentingan rakyat. Untuk itu, dalam buku ini Rendra menyusun 9 Agenda Perjuangan untuk memerdekakan rakyat. Baginya memerdekakan rakyat adalah tugas masing-masing tiap warga Negara. Dengan cara mandiri, berdikari, berkarya kemudian bermanfaat bagi sekitar bahkan bangsa dan Negara.
Older Posts Home

Best of Mine

Best of Mine
Don't judge me too much if you don't know me too well

ABOUT AUTHOR

Suka Nulis || Suka Cerita || Suka Hal Baru || Dan Suka Kamu!! Terima Kasih Sudah Berkunjung :D

AmazingCounters.com

Blog Archive

  • ▼  2025 (1)
    • ▼  April (1)
      • Nostalgia Kecil di Tanjung Selor
  • ►  2024 (5)
    • ►  October (1)
    • ►  September (2)
    • ►  July (1)
    • ►  February (1)
  • ►  2023 (3)
    • ►  June (1)
    • ►  March (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2022 (9)
    • ►  August (2)
    • ►  July (1)
    • ►  June (1)
    • ►  May (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  February (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2021 (2)
    • ►  November (1)
    • ►  July (1)
  • ►  2020 (4)
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ►  June (1)
    • ►  March (1)
  • ►  2019 (2)
    • ►  October (2)
  • ►  2018 (15)
    • ►  December (2)
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ►  September (1)
    • ►  August (2)
    • ►  May (3)
    • ►  April (1)
    • ►  February (3)
    • ►  January (1)
  • ►  2017 (12)
    • ►  December (2)
    • ►  November (2)
    • ►  October (2)
    • ►  September (3)
    • ►  March (2)
    • ►  February (1)
  • ►  2016 (8)
    • ►  December (1)
    • ►  September (4)
    • ►  June (1)
    • ►  May (1)
    • ►  March (1)
  • ►  2015 (2)
    • ►  November (1)
    • ►  August (1)

Categories

  • Article
  • Impression
  • Prolife
  • Travelog

POPULAR POSTS

  • CATATAN SKETSA: JADI GINI RASANYA DEMIS. . .
  • 15 TH OCTOBER
  • CATATAN SKETSA: BEHIND THE SCENE (BTS) BINCANG EKSKLUSIF BERSAMA PAK REKTOR
  • Review Film: Dilan 1990

Copyright © 2016 THE CORNER OF MY WORLD . Created by OddThemes | Distributed By Gooyaabi Templates