THE CORNER OF MY WORLD

Everyone has a story of their life. And here are my stories about love, friendship, family, dreams, and hopes. These are all in the corner of my world. Fortunately, in this big world I have my own little corner :D

Powered by Blogger.

Blog ini aku tulis, saat aku kangen berat sama sahabatku di Tarakan, Lathi. 

Seharusnya si aku memasukkan kategori blog ini ke rubrik #happybirthday. Tapi ternyata, ulang tahunnya masih lama. Di bulan April. 

Jadi ku tulis saja sekarang. Aku akan selalu membacanya ketika aku kangen dengannya. Selalu ada cara untuk menyalurkan rindu...

Lathi adalah sahabatku ketika SMA. Kami bertemu saat mondok Pesantren di Balikpapan. Tahun 2010-2013. 

Dalam kehidupan berasrama itulah aku mengenal Lathi. Tapi kami baru akrab, saat tahun kedua sekolah di kelas XI. 

Kami satu kelas di IPA yang muridnya hanya 15 orang. 

Dekat dengan Lathi pun suatu ketidaksengajaan. 

Saat SMA, aku adalah sekretaris OSIS. Setiap malam selalu begadang di Kantor Madrasah untuk mengerjakan proposal dan pertanggungjawaban OSIS. 

Di Kantor Madrasah itu, ada dua temanku Ida dan Afnajia yang bertugas membersihkan kantor ustadzah. Lathi dengan sukarela selalu membantu mereka berdua. Mereka memang dekat karena sama-sama berasal dari Tarakan. 

Alhasil aku yang sering bertugas di Kantor Madrasah tiap malam, selalu bertemu dengan mereka. 

Kami jadi sering menghabiskan tiap malam bersama. Bahkan selama periode itu, kami lebih sering tidur di kantor madrasah dari pada di kamar asrama. 

Pernah suatu malam, kami mendengarkan radio yang ada di kantor ustadzah diam-diam. Kami sengaja mencari frekuensi radio luar untuk mencari informasi update di luar sana. Maklum, selama nyantri kami dilarang punya handphone dan perangkat digital apa pun. 

Informasi yang kami tau, hanya dari koran dan majalah pesantren. 

Saat menemukan frekuensi radio luar, kami mendengar lagu "Afghan - Bawalah Pergi Cintaku" diputar. Syahdu sekali kami mendengar lagu itu. Diam-diam kami menikmatinya meski dengan volume yang super pelan. 

Jadi lagu itu lah yang sedang hits di luar sana saat itu. 

Wajar, di asrama kami dilarang mendengar lagu selain murottal dan nasyid. 

Bertahun-tahun berlalu setelah momen itu, setiap mendengar lagu Afghan: Bawalah Pergi Cintaku, memoriku kembali ke malam 2011 di sudut kantor ustadzah itu.

Kadang, sebuah lagu memang terikat dengan momen tertentu. 

Karena sering menghabiskan waktu bersama, aku jadi dekat dengan Lathi. Entah bagaimana mulanya, Lathi jadi sering membantuku menemani mengerjakan proposal OSIS. 

Kehadiran Lathi ternyata memberikan warna baru di kehidupan asramaku. Lathi tak hanya menemaniku setiap malam di kantor ustadzah. Tapi membantuku di semua sisi kehidupan berasrama. 

Kami jadi teman makan di dapur umum. Karena setiap santri dijatah makan berpasangan dengan satu ompreng. Sejak bersama Lathi, aku jadi tidak bingung lagi mencari teman setiap jam makan. 

Kami juga memutuskan berbagi lemari. Kebetulan aku punya satu lemari buku warisan sepupu yang sudah lulus dari pesantren. Lemari buku itu, kemudian ku bagi dua bersama Lathi untuk tempat menyimpan buku-buku dan stok cemilan kami. 

Dimana stok cemilan Lathi selalu aku habiskan. Karena aku suka sekali ngemil. Terutama kue-kue bugisnya dan Milo Malaysia. 

Lathi yang super rajin dan rapi, juga sering merapikan lipatan baju di lemariku. Salah satu kemampuan yang tidak pernah aku kuasai selama nyantri, memang "melipat baju." 

Padahal giliranku main ke lemarinya, tak pernah aku melakukan hal yang sama. Kami punya spot lemari yang terpisah lorong. Lorong lemariku berada di poros utama yang menjadi jalan lewat santri keluar-masuk. 

Sedangkan lorong lemari Lathi, lebih ekslusif. Berada di ujung dinding kamar lemari. Lemarinya yang tinggi membuatnya dekat dengan ventilasi udara. Aku sering tidur di atas lemarinya sambil merasakan semilir angin yang masuk dari ventilasi dan sela-sela jemuran pakaian santri yang harum pewangi. 

Kami juga selalu mencuci bersama di kamar mandi. Bahkan karena dekat dengan Lathi, aku bisa jadi member tetap di kamar mandinya. Wkwkwk.

Fun fact di asrama kami, hanya ada 18 kamar mandi untuk ratusan santri. Tiap kamar mandi itu, sudah ada member tetapnya. Bagi santri yang tidak jadi member tetap, hanya luntang-lantung menumpang di setiap kamar mandi. Termasuk aku. 

Setelah dekat dengan Lathi, aku bisa bergabung di kamar mandinya. Yang salah satu membernya adalah Ketua Dewan Santri (DS). Wow, tiba-tiba naik level strata sosial kamar mandi wkwkwk. 

Aku dan Lathi kemudian membentuk satu geng persahabatan, bersama ketiga teman kami di kelas IPA lainnya. Mereka adalah Daya, Nenti, dan Nitha. 

Meski nama gengnya super norak. Five Chun. "Five" karena kami berlima. Dan "Chun" diambil dari nama aktor Taiwan idola Lathi, Wu Chun. 

Lathi pun kami panggil Lathi Chun. Sampai sekarang. Bahkan akun instagramnya bernama "Chunna". 

Selama berteman dengan Lathi, tak pernah sekali pun kami punya riwayat berkelahi. Lathi memang berhati seperti malaikat. Dia sepertinya tidak punya emosi marah atau kesal. 

Misalnya, aku sering membangunkannya di tengah malam. Minta ditemani ke kamar mandi saat aku kebelet buang air kecil. Karena jarak asrama dan kamar mandi umum memang cukup jauh. Dan aku ini, super penakut. Apalagi kalau gelap. 

Sementara, giliran Lathi yang ingin ke WC tengah malam, tidak pernah membangunkanku. 

Lathi juga selalu mendukungku dalam karir organisasi di sekolah. Aku yang super sibuk karena menjabat Sekretaris OSIS dan Ketua Club Theater selalu terbantu dengan kehadiran Lathi. Dia sudah seperti aspri yang mendampingiku kemana-mana. 

Lathi juga jadi teman curhat yang super adem karena mampu meredam amarah. Aku yang super meledak-ledak dan impulsif bisa menjadi tenang setelah curhat dengan Lathi. 

Setelah lulus SMA di tahun 2013, Lathi kembali ke kota asalnya di Tarakan. Ia megambil kuliah Farmasi di sana. Sementara aku melanjutkan studi di Samarinda. 

Kami bertemu lagi empat tahun kemudian di 2017. Saat aku pergi ke nikahan teman SMA kami di Tarakan, Tika. 

Hal yang menandakan kedekatan kami, meski bertahun-tahun tidak bertemu dan tanpa komunikasi. Ketika bertemu kembali, tidak ada kecanggungan sama sekali. Rasanya masih sama seperti saat kami di asrama. 

Momen kebersamaan di asrama yang telah bertahun-tahun berlalu, rasanya hanya "seperti kemarin." 

Pada tahun 2020, Lathi menelponku untuk minta restu menikah. Hal yang aku pelajari, berarti aku juga harus meminta restunya saat aku menikah nanti. 

Beberapa tahun kemudian aku kembali tidak berkomunikasi dengan Lathi. Sampai datanglah takdir yang membawaku tinggal di Tanjung Selor selama setahun di medio 2021-2022. 

Tanjung Selor hanya berseberangan pulau dengan Tarakan. Di saat itu lah aku sempat beberapa kali menyeberang ke Tarakan dan bertemu kembali dengan Lathi. 

Lebaran 2022 juga aku habiskan waktuku bersama Lathi di sela roadshow ku ke tiga pulau di Kaltara. 

Lathi kini sudah berumah tangga dan bekerja di Apotek KF. Dia bahkan memasukkan dataku sebagai pelanggan tetap di perusahaan farmasi plat merah itu. Jadi sampai sekarang setiap butuh membeli obat, aku pasti ke KF. Karena ingat, sahabatku bekerja di sana. Itu sebagai bentuk dukungan agar perusahaannya tetap jaya dan temanku sejahtera.  

Kepada Lathi, aku bisa cerita apa saja tanpa batasan. Aku bisa merendahkan diri serendah apapun yang ku rasa. 

Ungkapan: "Good friends only know about best stories in your life. But best friends have lived them with you," adalah Lathi dihidupku. 

Missyuuuu bestie, 

Khajjar RV. 


Tujuh bulan setelah blog ini ditulis, akhirnya bisa ketemu lagi sama Lathi. (Tarakan 25/4/2025)


Rinda. Nama lengkapnya Rinda Rizki Fitriana. Wanita berkulit seputih susu yang punya senyuman manis. Wajahnya juga teduh. Meski kalau sedang tidak tersenyum, juga punya aura judes. 


Aku mengenalnya saat sama-sama sebagai mahasiswa baru (maba) di sebuah kampus negeri di Samarinda. Kebetulan kami sekelas. Penghubung kami sebenarnya adalah Nure. Nure dan Rinda sudah lebih dulu berkenalan sebagai maba lalu memutuskan bersahabat. Aku join saja dengan mereka karena memang tidak mengenal siapa-siapa di kelas baru perkuliahan. 

Nure (tengah) Rinda (kanan). Dok pribadi tahun 2016

Baca Juga: Happy Birthday Nure

Takdir lalu menggabungkan kami ke geng persahabatan berisi 11 orang yang diberi nama Ishol. Ga usah nanya yaa singkatannya. 

Karena geng kami berkomposisi gemuk, aku jadi jarang punya momen berdua dengan Rinda. Selama kehidupan kampus, selain di kelas perkuliahan kami juga tidak punya banyak momen bersama. Wajar, saat kuliah Rinda lebih aktif berbisnis sementara aku sibuk di organisasi. 

Karena jarang punya momen bersama itu lah, sebagian orang mengira kami sudah tidak berteman... wkwkwk 

Bahkan Budeku saja sempat bertanya, "Kamu masih temenan sama Rinda?" 

"Masih, Bude..." 

Saking rasanya kami memang tidak punya things in common yang membuat kami jadi sahabat. 

Pasca lulus kuliah, Rinda masih aktif menjalankan bisnis sambil bekerja di sektor swasta. Sementara aku, kerja di media. 

Saat itu sebenarnya kami masih satu kota. Tapi karena pekerjaanku di media yang tidak kenal waktu (hanya mengenal deadline) aku jadi tidak punya kesempatan untuk nongki-nongki dengan teman-teman. Termasuk Rinda.  

Setelah itu aku malah sempat pindah kerja ke kota lain. Sementara Rinda tetap setia menetap di kotanya, Samarinda. 

Pada periode pindah di kota lain itu lah aku baru merasa kangen dengan teman-temanku. Saat masih di Samarinda aku merasa karena teman-temanku dekat, meski tidak pernah ketemu aku merasa baik-baik saja. Saat pindah dan tinggal sendiri di kota lain, baru lah rindu itu terasa. 

Hidupku yang jungkir balik, membawaku kembali lagi ke Samarinda. Di momen itu lah aku membayar rindu kepada teman-temanku dengan sering bertemu nongki-nongki bersama. Termasuk dengan Rinda. 

Alhamdulillah sekarang pekerjaanku juga punya jam kerja yang lebih teratur. Jadi aku bisa membagi waktu, kapan saatnya bekerja dan kapan quality time dengan teman-teman. 

Sekarang, juga ada something in common yang menyatukan aku dan Rinda. Pound fit. Olahraga kardio yang kami lakukan tiap sepekan sekali. 


Rinda yang aku kenal, adalah pribadi yang pekerja keras. Dia sudah mulai bekerja saat kami kuliah. Kalau saat jadi mahasiswa, kami taunya minta duit ke orang tua. Rinda sudah mulai mencari cuan sendiri. 

Bahkan pekerjaan pertamaku sebagai guru privat, juga dari Rinda. 

Padahal, Rinda yang bapaknya pensiunan PNS ini sepertinya tidak punya masalah kesulitan ekonomi. Tapi dia tetap rajin bekerja mencari cuannya sendiri. 

Posisinya sebagai anak perempuan pertama juga membentuknya sebagai pribadi yang kuat. In some cases, aku mengagumi ketangguhannya. Kalau aku jadi Rinda, rasanya aku ga akan sekuat itu. 

Karakter lain yang aku kagumi dari dia, adalah keberaniannya mengungkapkan perasaan. She bravely will show her feelings to someone she loved. The opposite with me, I rather be quite forever or burn the feelings till die. 

Rinda juga dengan besar hati akan mengaproach duluan, kalau dia merasa ada masalah dengan seseorang. Ga kaya aku yang suka silent treatment 😅

Mungkin kesamaan kami adalah kopi dan gift. Aku dan rinda punya love language yang sama. Suka memberi dan diberi gift hehe. Bahkan dengan tangan dinginnya, Rinda mendirikan usaha gift shopnya sendiri, Petticoat.  

Oiya cewek virgo penggemar warna earth tone ini, juga jago bahasa korea loh. Dia udah berbulan-bulan ngambil kelas hangul. Memang super rajin!

Di ulang tahunnya sekarang, tentu aku mendoakan harapan umum yang diharapkan perempuan seusia kami. JODOH BAIK. HIDUP BAHAGIA. SEHAT SENTOSA. KAYA RAYA. 

Salute! Salute! 

Khajjar RV


A glimpse of us....








Butuh keberanian dan pemikiran berulang-ulang untuk aku akhirnya memutuskan, meng-up cerita ini ke blog. 

Aku niatkan menulis ini, sebagai sarana sharing. Mungkin di luar sana ada orang yang mengalami penyakit yang sama dan bisa belajar dari ceritaku. 

Jadi aku adalah penderita pterygium di kedua mataku. Sudah hampir 10 tahun aku mengalaminya. 

Bagi kalian yang belum tahu, pterygium adalah penyakit mata berupa tumbuhnya selaput yang tumbuh di jaringan bening hingga area bola mata. Diagnosa medisnya, adalah H11.0 

Image source: iStock


Aku mulai menderita penyakit ini pada tahun 2013 sejak kelas 3 SMA. Teman sekelasku lah yang menyadari, ada selaput kecil yang tumbuh di mata kananku. 

Setahun kemudian, aku memeriksakannya ke Rumah Sakit Mata SMEC di Samarinda. Saat itulah aku tahu, bahwa selaput kecil yang tumbuh di mataku itu bernama pterygium. 

Dan satu-satunya cara mengobati penyakit ini hanya dengan operasi. Hanya saja saat itu, aku belum disarankan operasi. Karena selain umur yang masih terlalu muda, selaput yang tumbuh juga masih sangat kecil. Dokter hanya memberikan obat untuk mencegah pertumbuhan selaputnya. 

Bertahun-tahun kemudian, aku membiarkan selaput putih itu bersarang di mataku. Hingga tanpa sadar, tiba-tiba mata kiriku juga tumbuh selaput yang sama. 

Aku sempat mencoba membeli obat herbal. Namun tidak ada efeknya kecuali rasa perih di mata. 

Selama masa kuliah, pterygium itu sebenarnya tidak mengganggu aktivitasku. Karena memang masih samar terlihat jika tidak diperhatikan. 

Pterygium itu baru menggangguku saat aku mulai bekerja. Karena selain selaputnya yang tumbuh semakin besar, secara estetika juga mengganggu penampilan. 

Hingga aku putuskan menggunakan softlens setiap bekerja untuk menyamarkan pterygium yang ada di mataku. 

Awal tahun 2023, aku kembali memeriksakan pterygiumku ke Rumah Sakit Swasta. Dan betapa kagetnya aku, saat pemeriksaan update mata minus, ternyata aku teridentifikasi memiliki silinder. Padahal sebelumnya aku tidak punya gejala silinder sama sekali. 

Dokter bilang, itu salah satu efek dari pertumbuhan pterygiumnya. 

Karena mulai merasa pterygium ini semakin membahayakan, aku memeriksakan secara rutin mataku ke RS Pemprov. 

Di check up pertama, dokter bilang pterygiumku masih Grade-I dan belum berbahaya. Masih aman. 

Padahal aku merasa, pterygium ini sudah sangat mengganggu. Terasa mengganjal, gatal, merah, dan terkadang panas dan perih. 

Dokter menolak melakukan tindak operasi dan hanya memberikan resep obat setiap kontrol. 

Aku berniat ganti dokter atau pindah saja ke RS Swasta. 

Saat ganti dokter inilah, aku merasa diagnosanya pas seperti apa yang aku rasakan. Bahkan di pemeriksaan pertama kami, dokter sudah menyarankan untuk dilakukan tindak operasi. 

"Wah ini sudah Grade-II, kita operasi yaa. Karena kalau dibiarkan, nanti dia semakin tumbuh ke tengah dan semakin susah kita angkat," kata dokter spesialis mata yang memeriksaku, dr. Irwan Arziansyah. 

Aku langsung setuju karena I am so sick with this pterygium thing in my eyes. Benar-benar ingin secepatnya punya mata normal just like everyone else.

Pekan depan aku langsung dijadwalkan operasi mata. Sat set-sat set tanpa rehat. Sepulangku dari perjalanan di luar kota, aku langsung operasi. 

Operasi pertama dilakukan untuk mata kananku. Karena mata kananlah yang memiliki pterygium lebih besar. 

Sebelum operasi aku mengisi beberapa data diri untuk surat persetujuan operasi dan anestesi. Lalu perawat mengecek tekanan darahku. 

"Operasi pertama mba?" 

"Iya," 

"Tegang?" 

"Nda, biasa aja," sok cool.

Ternyata pemeriksaan tekanan darahku, 130/90. Padahal biasanya tekanan darahku selalu rendah. Tidak pernah lebih 100. Aku memang agak kicep. 

Momen operasi itu tidak akan aku lupa seumur hidup. Inilah momen operasi pertamaku. Jika bisa memilih, tentu aku tidak akan pernah mau yang namanya masuk ke ruang operasi. Sungguh ruang yang dingin dan menyeramkan.

Aku ditangani langsung oleh dokter mataku, dr. Irwan Arziansyah dibantu dengan dua orang perawat. 

Setelah dibius lokal, mataku diganjal dengan penahan besi agar tetap terbuka selama operasi.  

Karena tetap sadar, aku melihat apa pun yang masuk ke mataku. Tapi karena di bawah pengaruh obat bius tentu aku tidak merasakan sakit. Malah nyaman mata seperti digaruk ketika gatal. Lalu nyess disiram air pendingin, lalu disayat, dikoret, dilas, dibersihkan, disiram tetes mata pendingin lagi, dibersihkan. Dan selesai. 

Saat selesai itu bersamaan dengan hilangnya pengaruh obat bius, mata ku sakit luar biasa. Perih dan panas. Di depan ruang operasi aku terduduk menangis ditemani oleh satu suster. 

Suster memberiku obat pil pereda nyeri. Tapi tidak ku minum karena aku tidak bisa menelan obat pil. (Fun fact about me, aku ga bisa minum obat pil terutama dalam bentuk kapsul besar). 

Jadi suster masuk lagi untuk menghancurkan obatnya ke dalam bentuk sebuk dan memberiku potongan kue untuk ku makan sebelum minum obat. 

Di momen itu aku merasa ngenes sekali. Menangis sambil memegang potongan kue, sendirian. Sampai aku berpikir, aku punya dosa apa yaa di masa lalu sampai harus menjalani cobaan sakit seperti ini. 

Sakit tak terperi.

Setelah minum obat, nyeri di mataku memang sedikit mereda. Tapi tidak tahu kenapa rasanya aku masih ingin terus menangis karena sedih akan penyakit mataku. 

Keesokan harinya, aku langsung check-up dengan kondisi mata kanan diplester seperti bajak laut. Aku belum melihat mataku sama sekali setelah operasi karena memang ditutup plester. 

Saat dokter membuka mataku dan aku melihatnya di cermin, hatiku nyess. Hancur dan menangis lagi di dalam hati karena betapa buruknya kondisi mataku. Merah, bengkak, dan masih tersisa sisa selaput pterygiumnya. 

Kata dokter, memang tidak bisa diangkat sampai bersih. Terutama dibagian area bola mata. Karena kalau diangkat akan berisiko melukai kornea. Sisa selaput itu, kata dokter akan menipis secara alami dengan bantuan obat. 

Sad, 

Dua hari pasca operasi aku masih terus menangis melihat kondisi mataku. Walau dokter bilang mataku sudah baik-baik saja dan akan segera pulih. Aku tetap menangis karena sedih akan kondisiku. Karena menangis terus, rasanya mataku tetap merah karena sembab.

Aku tidak bisa bekerja, tidak bisa memasak, tidak bisa melakukan aktivitas apapun. 

Sepekan kemudian, aku langsung operasi mata kiri lagi. Dokter memang menyarankan secepatnya, agar masa pemulihan juga lebih cepat. Jadi dokter bisa mengecek kembali kondisi mata minus dan silinderku pasca operasi. Sebab idealnya, jika operasi berhasil dan pterygiumnya hilang, minus dan silindernya seharusnya juga akan menurun. 

Aku setuju untuk operasi secepatnya, selain karena aku memang ingin segera punya mata yang sehat, aku takut sudah hilang keberanian untuk operasi lagi jika ditunda lebih lama. 

Jadi ayo cepat saja kita tuntaskan dengan keberanianku yang tersisa. 

Butuh mental kuat untuk masuk ke ruang operasi itu lagi. 

Saat operasi mata kiri, ternyata less drama. Tidak semenyedihkan operasi mata kanan. Karena selaput mata kiri memang lebih tipis. Jadi operasi lebih cepat. 

Dokter juga memberikan takaran obat bius yang lebih banyak. Jadi, efek biusnya bisa bertahan lebih lama sampai pulang ke rumah. Dan aku tidak perlu lagi menangis keperihan di ruang operasi hehe. 

Keesokan paginya aku kontrol lagi. Masih dalam kondisi seperti bajak laut. Tapi kali ini, mata kiri yang diplester. 

Dokter mengecek kedua mataku, memberi resep obat, dan menyuruhku kontrol dua pekan setelah operasi. 

Big possible aku akan menjalani operasi mata kanan lagi untuk membersihkan sisa selaputnya. Bukan karena aku hobi sekali operasi, tapi aku memang sudah bertekad membersihkan pterygium ini di mataku sampai tuntas! What ever it takes.

Setelah semua ini selesai, dokter akan memeriksa kembali kondisi mata dan mengukur jarak penglihatanku. Semoga minusnya bisa menurun dan silindernya hilang. 

Aku niatkan proses pengobatan mata yang aku jalani ini sebagai ikhtiar menjaga pemberian Tuhan. Karena nikmat penglihatan merupakan anugerah terbesar dalam kehidupan. 

Usaha tak akan berarti tanpa doa. Sembari berikhtiar, aku selalu melafadzkan doa yang ada di dalam Al-Matsurat:  

اللَّهُمَّ عَافِنِي فِي بَدَنِي، اللَّهُمَّ عَافِنِي فِي سَمْعِي، اللَّهُمَّ عَافِنِي فِي بَصَرِي، 

"Allahumma afini fi badani, allahumma afini fi sam'i, allahumma afini fi bashari."

(Ya Allah berikanlah kesejahteraan kepadaku di badanku, berikanlah kesehatan di pendengaranku, berikanlah kesehatan di penglihatanku). 


Laa ilaha illa anta, 


Khajjar. R 


After right eye surgery (17/3/2023). Sembab habis nangis nahan perih T_T

A week later, left eye surgery (24/3/2023). Dengan kondisi mata kanan masih super red and looks so bad 

Seumur-umur masuk RS dan menjalani operasi, ya baru ini... Sehat selalu masa depan! 

Yang nemenin selama operasi dan menjenguk di masa semedi 


Dijengukin Geng Ishol



Dijengukin temen pondok, Ijot dan Upit. Jazakillah bestie

  

Image source: JawaPos.com

Seperti judulnya, inti dari tulisan kali ini akan membahas tentang DAHLAN ISKAN. Lebih tepatnya, tentang bagaimana saya mengagumi sosok inspiratif, seorang Dahlan Iskan. 

Dan selama bertahun-tahun mengagumi beliau sebagai seorang tokoh idola, di tahun ini lah saya DINOTICE beliau, hehe. (Lucky fan)..... 

Tepat 1 Januari 2022, di awal tahun, jam 8 pagi, ada chat WA masuk. Nomor baru. Hanya dua baris, singkat, padat, dan jelas.

"Khajjar, Anda tinggal dimana? 
Salam, Dahlan Iskan."

Saya yang saat itu, masih dalam perjalanan dari Tanjung Selor - Samarinda, wajah kusut seperti zombie karena 20 jam melalui perjalanan darat di dalam mobil, baru bangun, langsung mengucek mata. Kesadaran langsung pulih 100 persen.  Karena tidak menyangka, mendapat wa dari seorang DAHLAN ISKAN....

Saya langsung merasa menjadi orang penting sekali karena di WA beliau. Dan hati rasanya saat itu, jadi tidak karuan - campur aduk. Tentu saja super bahagia, kegirangan, tapi juga nervous, deg-degan, dan bingung.

Apa saya mimpi? Saya harus jawab apa? Jawabnya bagaimana?

Bahkan saking girangnya saya, sebelum membalas chat beliau, saya melakukan ini, hal yang lebih penting! Men-screenshoot chat beliau dan memasangnya di Instagram story'.

Rasanya semua orang harus tahu, kalau saya dichat oleh DAHLAN ISKAN 🔥🔥

Ketika sudah sedikit berhasil menenangkan diri, baru lah saya membalas wa beliau. Sebenarnya saya tahu saja, beliau me-wa karena ada yang ingin ditanyakan tentang proyek KIPI (Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional/Kawasan Industri Hijau Indonesia-KIHI) di Kaltara. Beliau, memang sedang menulis tentang topik itu di Catatan Harian beliau, Disway.

Dan memang sudah jadi hal biasa, beliau akan menanyakan suatu informasi tertentu kepada wartawan di daerah. Saya yang memang bekerja sebagai wartawan di salah satu anak perusahaan dari grup media yang beliau pimpin, sedang mendapat giliran untuk memberikan informasi yang beliau butuhkan.

Tapi tetap saja, saya tidak bisa menyembunyikan kebahagiaan, betapa riang dan bangganya saya mendapat wa dari seorang DAHLAN ISKAN. Anda tidak akan memahami itu, kalau Anda tidak punya seorang idola.

Terkadang hal kecil bagi seseorang, bisa berarti besar bagi orang lain. Itu lah yang saya rasakan saat membuka wa beliau.

Cara beliau bertanya, dan menyebutkan nama saya dengan BENAR. "Khajjar," pakai K dan double J. Membuat saya tersentuh...

HAIL, SEORANG DAHLAN ISKAN, MENULIS NAMA SAYA DENGAN BENAR!

Hal yang jarang sekali terjadi, bagi orang baru yang mengenal saya. Biasanya nama saya pasti tertulis salah: Hajar, Hajrah, atau Hajah.

Dan saat beliau menuliskan identitas beliau di kalimat terakhir, "Salam, Dahlan Iskan." Itu lah kalimat yang paling mahal dari chat tersebut. Chat itu jadi tidak berharga, jika tanpa penyebutan identitas beliau.

Penyebutan salam dan identitas beliau di akhir kalimat itu, juga menjadi sebuah penghormatan sekali bagi penerima pesan. Beliau memang sangat tepat menempatkan diri.

Saat periode membalas pesan-pesan beliau itu, saya juga sambil belajar cara beliau bertanya dan mengulik informasi. Sungguh rasanya beruntung sekali, bisa belajar langsung dengan tokoh media nasional, bergelar Raja Koran dari Jawa Timur.

Beliau menanyakan topik terkait proyek KIPI di Kaltara. Tapi yang beliau tanyakan adalah hal kecil - sangat mendetail, yang pasti tidak terpikir oleh banyak orang.

Beliau menanyakan, usia pohon sawit yang ada di area KIPI. Sudah berapa tahun? Apa sudah panen? Dan bagaimana nasibnya? Apa akan ditebang? 

Hal yang hanya bisa dijawab oleh pemilik kebun. Jadi dengan malu saya menjawab:

"Tidak tahu, Abah....."

Di kesempatan itu, saya juga menyampaiakan aspirasi tentang keraguan saya terhadap proyek KIPI. Hal yang tidak bisa saya lakukan, karena seorang wartawan tidak boleh menuliskan pendapat pribadi di sebuah berita.

Saya mengadu begini:

"Kami warga Kalimantan ini, sudah biasa diiming-imingi proyek besar oleh pemerintah pusat. Yang akhirnya juga banyak yang tidak terealisasi. Contohnya saja, proyek kereta api di Kaltim, padahal sudah sampai digroundbreaking oleh presiden juga.

Yang terbaru, tentu saja KIPI dan IKN."

Lalu dijawab beliau, di dalam tulisan Disway dengan kalimat: Garibaldi Thohir jadi jaminan proyek ini bukan kaleng-kaleng. 

Baca di  Disway: Rejeki Boy

Disway: Pikul Baru 

Pak Dahlan, Anda Sudah Tahu, selalu mengangkat sisi humaniora seseorang. Jadi saya juga ditanya tentang latar belakang saya.

Seperti: Tinggal dimana? Suku apa? Orang tua asli mana? Dan background pendidikan.

Saya merasa sangat dihargai sekali. Seorang Dahlan Iskan mau tahu soal itu. Padahal orang yang saya sukai saja, mungkin tidak menyadari eksistensi saya di kehidupan ini. But, Pak Dahlan did!

Pak Dahlan Iskan adalah pengaruh besar bagi banyak orang. Terutama bagi kalangan wartawan. Beliau lah contoh terbaik menjadi wartawan sukses. Tidak hanya sukses karena berhasil menjadi pucuk pimpinan media besar. Tapi juga ibrah yang beliau ajarkan kepada generasi muda.

Bagaimana beliau berjuang dari nol, menjadi wartawan miskin di kota kecil. Lalu membesarkan media yang hampir bangkrut, sampai dinotice oleh presiden dan menjabat posisi strategis di kabinet.

Teladan terbaik sebagai tokoh wartawan, beliau juga masih aktif menulis sampai saat ini. Setiap hari. Membuktikan bahwa identitas sebagai jurnalis tidak pernah lepas lekat dari diri beliau.

Satu-satunya kebanggaan saya menjalani pekerjaan sebagai wartawan, juga karena Dahlan Iskan. Bangga sekali rasanya, bisa berada di dalam media yang beliau pimpin. Medianya Dahlan Iskan. Dinotice oleh beliau, adalah prestasi tertinggi dalam pekerjaan ini. 

Bapak saya juga pengagum Dahlan Iskan sejak dulu. Saya ingat sekali kata-kata Bapak saat saya minta dibelikan motor jaman kuliah dulu:

"Dahlan Iskan saja, sekolah tidak pakai sepatu bisa jadi menteri. Kamu belum apa-apa, sudah minta motor,"

Kisah Dahlan Iskan memang fenomenal sekali saat itu. Novel biografi beliau, Sepatu Dahlan menjadi best seller. Seluruh kisah hidupnya juga menarik. Terutama saat beliau menjalani transplantasi hati di Tiongkok.

Beliau juga jadi menteri paling menonjol di periode kedua masa kepemimpinan Presiden SBY. Seperti Bu Susi di era Jokowi.

Jadi saat saya menerima pesan dari Pak Dahlan itu, saya dengan bangga memberi tahu Bapak:

"Bapak harus bangga padaku, aku di WA Dahlan Iskan."

Begitu juga ke semua anggota keluarga lain.

"Mamak harus bangga padaku, aku di Wa Dahlan Iskan."

"Mba Luluk, harus bangga punya adek kaya aku, aku di WA Dahlan Iskan."

Itu seperti berkat pertama di tahun 2022. Yang akan menjadi bekal semangat menjalani kehidupan sepanjang tahun. Saya bahkan optimis, tahun 2022 ini akan menjadi tahun yang baik karena saya memulai dengan energi yang besar dari seorang Dahlan Iskan. 

Walau pun, baru beberapa bulan kemudian, saya sudah merasa luluh lantak menjalani hal yang berat sekali di tahun ini. Lalu saya membuka lagi room chat beliau. Untuk menyuntikkan kembali semangat itu.

"Ingat, bagaimana pun 2022 akan ku lalui, aku akan mengenangnya dengan baik. Karena tahun ini, aku dinotice DAHLAN ISKAN!!!"

Membaca tulisan pribadi beliau di laman Disway jadi bacaan favorit saya setiap hari. Termasuk tulisan anaknya Mas Azrul Ananda di Happy Wednesday.

Saya paling senang, kalau Pak Dahlan sudah menulis tentang politik. Rasanya seperti menerima informasi A1 dari istana.  Pak Dahlan tahu segalanya. Tokoh-tokoh politik yang ditulis, terasa menjadi karakter menarik dalam sebuah novel.

Semoga cita-cita Pak Dahlan untuk menulis sebuah novel bisa benar terwujud.  Supaya bisa membunuh siapa saja tanpa ditangkap polisi.

Salam,

Khajjar Rohmah

KIPI, 21 Desember 2021

 
Aku dirangkul 😭😭 (sampe lemes lututku tremor🤣🤣). Setelah sat set sat set, saingan sama ibu2 buat rebutan foto :D

Dua bulan setelah blog ini ditulis, Minggu 14 Agustus 2022, Alhamdulillah dapat kesempatan bertemu Abah Dahlan Iskan saat beliau 'pulang kampung' ke Samarinda. Hatur nuhun Abah, sehat selalu 🤗🤗


Dari dulu, sudah punya keyakinan. Suatu saat pasti akan ke Malinau. Entah kapan?

Pertama kali dengar ada daerah namanya Malinau itu, pas SMA. Kebetulan ada satu temen yang berasal dari sana, Hazar. Waktu itu, Malinau masih ikut Kaltim. Sebelum pemekaran Kaltim – Kaltara. Dan sekarang, Malinau jadi salah satu kabupaten di Kaltara.

Selama 6 bulan terakhir ini aku di Kaltara, emang udah commited harus ke semua kabupaten/kotanya. Dan yang sudah berhasil dikunjungi, di luar dari Bulungan tempat aku stay, baru Tarakan. Udah dua kali malahan ke sana. Dan Berau, sebenarnya. Tapi karena Berau bukan masuk wilayah Kaltara, jadi ga bisa dihitung deh.

Kemarin sempet ada kesempatan untuk ke Tanah Tidung, tapi karena ga dapet izin bos untuk pergi ke sana (udah drama nangis-nangis karena ga diizinin) jadi gagal pergi.

Tapi alhamdulillah, beberapa pekan setelahnya Allah balas dengan kesempatan jalan-jalan ke dua daerah sekaligus. Malinau dan Nunukan. Tujuan tripnya sebenarnya ke Kecamatan Lumbis Pansiangan di Kabupaten Nunukan. Tapi akses menuju ke sana, melewati Malinau. Jadi di Malinau sebenarnya hanya mampir. Kami pergi ke sana bareng rombongan Dispar Kaltara. Untuk acara peresmian Desa Wisata di Kecamatan Lumbis Pansiangan oleh Pemkab Nunukan.



Salah satu spot sungai di Lumbis Pansiangan 


Kamis sore (18/11) kami berangkat, dan sampai di Malinau sekitar jam 12 malam. Istirahat semalam di hotel sebelum lanjut perjalanan besok siang. 

(Kamis malam, dapat kabar duka. Bapak sahabatku Andes, wafat. Alfatihah. Semoga diberi tempat terbaik di sisi Allah SWT)

Paginya, sempet diajak makan coto makassar sama temen-temen Diskominfo. Dan mampir sebentar ke komplek kantor bupati buat foto sama patung buaya. (Sumpah ga penting banget,)

Terus siangnya, melanjutkan trip bareng rombongan gubernur menuju Mensalong. Dari Mensalong, kami naik perahu mesin (warga setempat menyebutnya long boat) dan melalui perjalanan sungai selama 3 jam. Ya 3 jam saudara-saudara! Mayoritas transportasi antar daerah di Kaltara memang menggunakan jalur air. Aku harus mulai membiasakan diri dengan itu. 

 


Dua jam pertama perjalanan, permukaan sungai cenderung tenang. Tapi makin ke hulu, ternyata banyak giramnya. Alhasil kami sudah seperti main arung jeram. Karena perahu mulai oleng ke kanan dan ke kiri melawan giram. Suara riuh rendah mesin perahu jadi penanda. Ketika menemui arus giram yang deras, kadang perahu mesin dimatikan. Dibiarkan perahu mengikuti arus giram, lalu digas kembali. (Yang malah bikin aku parno, karena ku pikir perahu mati dan kami akan terbawa arus sungai :D)

Spot giramnya memang bikin naik turun sport jantung. Kaya naik roller coaster. Kencang, tenang lagi. Kencang, tenang lagi. Begitu seterusnya sampai ke tempat tujuan. Bagi temen-temen yang punya adrenalin tinggi sih itu pasti menyenangkan. Tapi buat aku, yang parnoan karena gak bisa berenang. Tiap melewati giram, aku merasa itu adalah hari terakhirku. Karena aku pikir perahu akan terbalik dan kami semua akan hanyut di sungai tanpa ada yang menyelamatkan. (Emang aku drama banget anaknya).

Selama perjalanan 3 jam itu, kita akan melihat keindahan alam Kaltara. Di sisi kanan-kiri sungai adalah hamparan hutan belantara yang lebat sekali. Yang dalam bayanganku malah terlintas film Warkop DKI yang edisi mereka terdampar di hutan. Dan ditangkap masyarakat adat. Atau film Anaconda, yang mereka cari anggrek di pedalaman hutan Kalimantan. Selama 3 jam perjalanan itu juga membuatku sempat berfantasi, bagaimana kalau beneran ada anaconda di bawah sungai yang kami lalui. Lalu dia muncul dan makan kepala kami satu-satu. Huaaaa.





Tapi Alhamdulillah, Allah memberkahi perjalanan kami. Dan kami sampai dengan selamat. Perahu meski oleng hebat, ga sampai terbalik kaya pikiran parno ku hehe. 

Kami sampai di Kecamatan Lumbis Pansiangan. Ini adalah salah satu kecamatan di perbatasan Nunukan. Yang berbatasan sungai dengan daerah Pagalungan, Malaysia. Mayoritas desa di Kecamatan Lumbis Pansiangan berada di tepi tebing-tebing sungai yang kami lewati tadi. Meski di tepi sungai, perkampungannya cantik. Tidak kumuh. Rumah-rumahnya di cat warna-warni dan ada jembatan kayu panjang menghadap sungai.

Karena kami datang bareng rombongan gubernur, jadi ada tari-tarian sambutan. Tapi aku langsung lari menerobos rombongan buat nyari WC. Malamnya, kami makan malam bersama yang disediain masyarkat desa. Masih ada rangkaian acara menari-nari bersama masyarakat tapi aku sudah tepar dan ketiduran di saung. 

Paginya, acara seremonial peresmian desa wisatanya. Dan momen yang paling membahagiakan, aku bisa foto selfie akrab sama Bu Laura (Bupati Nunukan) hehe. 




Sejak datang ke Kaltara, aku emang baru tau ada bupati perempuan muda keren di sini. Ini kan ikonik banget yaa. Sosok pemimpin perempuan muda kan jarang banget di Indonesia. Karena dunia politik didominasi oleh laki-laki. Jadi menurutku Bupati Nunukan ini merepresentasikan dua hal. Perempuan dan pemuda. Nunukan harus bangga punya sosok seperti Bu Laura. Dan yang begini ini, harusnya bisa lebih terekspos ke dunia luar sih.

Jadi referensi kepala daerah yang keren-keren itu ga mostly hanya di pulau Jawa. Selain Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Ridwan Kamil, kita juga punya, Laura Hafid. Hehe.

Bismillah, masa depan secerah Bu Laura!


Sehabis acara seremoni desa wisata, rangkaian kegiatan dilanjutkan ke PLBN (Pos Lintas Batas Negara) Labang. Well aku udah kaya ibu-ibu BUMN yang ninjau proyek. Karena emang cuma ninjau-ninjau aja di sana. Sambil nanya sama kontraktornya “kapan selesai?” Wkwkwk. 

PLBN ini juga menurutku salah satu prestasi pemerintahan Jokowi sih. Perhatian ke perbatasan mulai jadi prioritas. Sip ya! Semoga cepet selesai.

Apa sudah cocok jadi ibu-ibu proyek?


Setelah peninjauan dari PLBN Labang, rombongan gubernur balik. Karena bos besar sudah pulang, kami jadi lebih santai. Sorenya kami main arung jeram di Sungai Lumbis. Dimana aku sempat kejebur giram dan keputar arus hidrolik sungai. Tenggelam beberapa detik, baru nongol lagi ke permukaan. Kaya ikan koi megap-megap.

Lalu diselamatin Bang Ipal pake pengait dayung dan dibawa ke perahu. Pengalaman once in a lifetime yang ga akan aku lupain sih. Karena selama tenggelam beberapa detik itu, aku udah mikir "apa aku akan mati di sini?" Ternyata masih dikasih kesempatan hidup sama Allah. Dari situ lah aku merasa bahwa anugerah masih dikasih umur itu besar sekali dan patut disyukuri setiap detiknya. 

Dan tentu aku masih selamat karena doa orang tua juga. Beberapa jam sebelum main arung jeram memang sempet nelpon orang rumah. Setelah ngabari kalau bapak teman ku meninggal, aku juga minta doa. "Aku mau main arung jeram. Doain yaa, biar selamat. Jangan bilang-bilang bapak. Karena nanti aku pasti diomelin, 'ga bisa renang. Jangan banyak tingkah!"

Well, habis jatuh sekali itu sebenernya ga mau nyobain lagi main arung jeram. Tapi karena temen-temen yang terlalu suportif aku disuruh nyobain sekali lagi untuk rafting. Dengan jaminan ga akan jatuh. Karena tim diset sama orang-orang ahli.

Untung aku ini tidak traumatik anaknya, well yeah jadi aku nyoba lagi. Dan yes! Memang berhasil melewati jeram dan ga jatoh. Tapi tetep aja yang ku ingat, adalah rafting pertama yang aku jatuh, tenggelam, dan megap-megap kaya ikan koi.

***

Minggu pagi, akhirnya kami bersiap pulang. Alam sana seperti sedih melepas kepergian kami, sehingga hujan turun dengan deras. (Kepedean. Padahal kata hujan, emang gue lagi mau turun aja sih)

Hujan belum sepenuhnya reda, tapi karena perahu sudah siap, kami tetap pergi. Hujan-hujanan. Kami udah kaya refugees yang nyari suaka ke perbatasan. Perjalanan balik, yang harusnya berasa lebi cepat. Ternyata sama aja. Ya 3 jam juga, ga kurang. Ga nawar. Wkwkwk. 

Sebelum melanjutkan trip darat menuju Tanjung Selor. Kami sempet istrirahat di Malinau. Dan makan coto makassar (lagi). Baru mulai start dari Malinau sekitar jam 4 sore. Dan melalui perjalanan darat selama kurang lebih 6 jam menuju Tanjung Selor, Bulungan. 

Karena mobil kami tidak punya musik, jadi sepanjang jalan kami mengobrol saja biar tidak mengantuk. Dari ngomongin pohon yang ada pinggir jalan, ngomongin kebab, ngomongin kampus, sampai ngomongin potensi bisnis helm di Sekatak. Karena pas melewati perkampungan itu, banyak sekali orang naik motor ga pake helm. 

Akhirnya sampai di Tanjung Selor, jam 10 malam. Aku yang empat hari selama di Lumbis Pansiangan ga ketemu sinyal internet. Tidak tahu bagaimana kabar dunia luar, langsung random menelpon teman-temanku. Nure dan Syarif. Terutama untuk menanyakan bagaimana kabar Andes. 

Dan tentu saja, nelpon rumah untuk ngabarin aku selamat main arung jeram. Baru akhirnya tertidur. Dan paginya, baru aku rasakan badan ku remuk. Bangun-bangun aku susah napas karena hidungku mampet. Mungkin efek tenggelam dan ngirup air sungai. Lalu kaki ku terasa keram dan kecengklok. Sampai jalan pincang-pincang. 

Efek batuk-pileknya bahkan masih terasa sampai seminggu kemudian. Tapi gapapa. Itu sebanding sama pengalaman ke Lumbis Pansiangan yang eksotis dan menegangkan. Suatu saat, pengen bisa balik ke sana lagi. Bahkan, kalau memang akan menetap di Kaltara. Sepertinya bagus punya villa di Lumbis Pansiangan wkwkwk. Jadi bisa healing kapan pun kalau lagi stress hidup di kota. Hehe. Mimpi aja dulu kan.

 Yuk bisa yuk, kemana lagi abis ini?

 --Khajjar RV--


 Dokumentasi foto-foto lain 👇

Bareng Mba Helga Dispar yang aku remas lengannya tiap ngelewatin giram (😂✌️) dan motoris kapal yang kalo mesin mati, aku panik nengok ke Bapak, tapi beliau lempeng saja.






Jembatan Merah Putih jadi jalan penghubung internal desa


Ini waktu foto sama patung buaya di Malinau. Perkara kemakan cerita mistis, kalau malam katanya patung buayanya ilang. Pergi ke sungai :D

Dan beneran ketemu buaya asli di desa!




Perjalanan menuju PLBN Labang (narsis banget yang di depan yaa)


 

Older Posts Home

Best of Mine

Best of Mine
Don't judge me too much if you don't know me too well

ABOUT AUTHOR

Suka Nulis || Suka Cerita || Suka Hal Baru || Dan Suka Kamu!! Terima Kasih Sudah Berkunjung :D

AmazingCounters.com

Blog Archive

  • ▼  2025 (1)
    • ▼  April (1)
      • Nostalgia Kecil di Tanjung Selor
  • ►  2024 (5)
    • ►  October (1)
    • ►  September (2)
    • ►  July (1)
    • ►  February (1)
  • ►  2023 (3)
    • ►  June (1)
    • ►  March (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2022 (9)
    • ►  August (2)
    • ►  July (1)
    • ►  June (1)
    • ►  May (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  February (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2021 (2)
    • ►  November (1)
    • ►  July (1)
  • ►  2020 (4)
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ►  June (1)
    • ►  March (1)
  • ►  2019 (2)
    • ►  October (2)
  • ►  2018 (15)
    • ►  December (2)
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ►  September (1)
    • ►  August (2)
    • ►  May (3)
    • ►  April (1)
    • ►  February (3)
    • ►  January (1)
  • ►  2017 (12)
    • ►  December (2)
    • ►  November (2)
    • ►  October (2)
    • ►  September (3)
    • ►  March (2)
    • ►  February (1)
  • ►  2016 (8)
    • ►  December (1)
    • ►  September (4)
    • ►  June (1)
    • ►  May (1)
    • ►  March (1)
  • ►  2015 (2)
    • ►  November (1)
    • ►  August (1)

Categories

  • Article
  • Impression
  • Prolife
  • Travelog

POPULAR POSTS

  • CATATAN SKETSA: JADI GINI RASANYA DEMIS. . .
  • 15 TH OCTOBER
  • CATATAN SKETSA: BEHIND THE SCENE (BTS) BINCANG EKSKLUSIF BERSAMA PAK REKTOR
  • Review Film: Dilan 1990

Copyright © 2016 THE CORNER OF MY WORLD . Created by OddThemes | Distributed By Gooyaabi Templates