Ini
akan menjadi blog pertama yang aku tulis khusus untuk teman SMA-ku, Nur Hidayah
Nogang. Aku mengenalnya saat kami mondok di Balikpapan dulu, tahun 2010.
Bertemu di umur 16 tahun saat kami masih kinyis-kinyis. Remaja labil yang baru
lulus SMP.
.jpeg) |
Nur Hidayah Nogang aka Dayah
|
Aku
mengenal Dayah sebagai sesama santri baru di sebuah pondok pesantren di
Balikpapan. Pertama kali mengenal dia, aku sudah menaruh simpati. Dayah yang
masih kinyis-kinyis, baru lulus SMP, masih labil karena baru pubertas, sudah
berani merantau sejauh itu untuk mondok. Dayah berasal dari daerah yang aku
saja (saat itu), baru mendengar nama itu dari dia, Nunukan. Aku sudah membayangkan, itu
pasti jauh sekali. Karena namanya belum pernah terdengar di telingaku sebelumnya.
Dayah
juga tidak punya siapa pun di pondok. Senior yang se-daerah, atau saudara, atau
siapa pun. Benar-benar sendiri. Tapi itu toh tak menjadikannya alasan untuk
cengeng di pondok. Justru aku yang lebih cengeng. Padahal aku di sana, ada
saudara sepupu, dan tiap bulan masih dijenguk orang tua.
Dayah
tak pernah ku lihat menangis. Dia seperti kepribadiannya, selalu ceria. Sangat
ekstrovert. Dengan kepribadian seperti itu, aku ingin Dayah menjadi temanku.
Pasti menyenangkan punya teman yang happy virus. Tapi sayangnya, dengan
kepribadian seperti itu pula, aku tidak bisa menahannya hanya menjadi temanku.
Dia
berteman dengan banyak orang. Dayah adalah social butterfly yang mudah sekali
akrab dengan siapa saja. Dayah juga sangat lovable karena kepribadiannya yang
ramah dan murah senyum.
Hal
yang menarik dari seorang Dayah adalah karena dia sangat pandai sekali
bercerita. Cerita apa pun, meski sepele, akan menjadi sangat menarik kalau
Dayah yang menceritakannya. Kami bisa berjam-jam mengobrol hanya
untuk mendengarnya bercerita.
Ia
sering bercerita soal Nunukan, teman-temannya di sana, dan kisah-kisah SMP-nya
yang terdengar sangat lucu dan menyenangkan. Dayah alumni SMPN I Nunukan. Sejak
SMP itu, dia sudah aktif di banyak ekstrakurikuler. Terutama PMR (Palang Merah Remaja) dan Pramuka.
Di
pondok dia tidak kehilangan minatnya, dia aktif lagi pada dua bidang itu.
Dengan pengalamannya di bidang PMR dan pramuka, Dayah sangat berguna untuk jadi
pengurus OSIS. Bahkan sejak santri baru, Dayah sudah tergabung di OSIS hingga tiga
tahun berturut-turut.
Tapi
Dayah juga aktif di ekskul yang lebih religius. Seperti kaligrafi dan qiroati.
Kami juga tergabung bersama di beberapa Ekskul seperti Theater, dan ekskul lain
yang memang wajib diikuti. English club' dan Arabic club'.
 |
Dayah dan aku di Club Theater
|
Di
asrama, Dayah dekat sekali dengan pengasuh kamar kami saat itu, Ummi Nisa. Seharusnya kita bisa memanggilnya Kak Nisa,
karena kalau di Madrasah, kak Nisa merupakan senior kami. Tapi karena jadi
pengasuh kamar, maka dipanggil lah Ummi. Kak Nisa ini baik dan kalem sekali.
Dari situ lah aku menyimpulkan, bahwa seseorang yang ceria dan hiperaktif akan
cenderung lebih nyaman dengan orang yang tenang dan kalem.
Keinginanku
sejak awal untuk berteman dekat dengan Dayah, akhirnya baru terwujud di tahun
kedua kami di pondok. Di kepengurusan OSIS angkatan kami, kebetulan aku jadi Sekretaris
OSIS dan Dayah sebagai Ketua Pandu yang membawahi PMR dan Pramuka.
Kami
sering bersama untuk mengerjakan proposal OSIS. Dayah sering membantuku untuk
membuat proposal OSIS karena kemampuannya yang bisa mengetik cepat. Dia bisa
mengetik dengan kesepuluh jarinya. Sungguh kemampuan langka pada saat itu. Karena
di pondok kami, tidak ada pelajaran TIK. Memang alumni SMP I Nunukan ini, tidak
kaleng-kaleng.
Saking
seringnya kami begadang, kami jadi punya playlist nasyid di laptop OSIS yang
selalu kami putar saat mengerjakan proposal. Lagu-lagu Maher Zain, Sakha, dan grup
nasyid Malaysia lah yang menjadi back sound music supaya mata kami tetap
terjaga di depan laptop. Walau pun aku, sering curi-curi dengar lagu Girls
Generation saat Dayah sedang tidak terjaga. (Aku emang penggemar SNSD nomor
wahid sejak jaman SMA wkwkwk)
Saat
menulis blog ini, aku sambil mendengarkan nasyid-nasyid dari Unic dan Hijazz untuk
menghidupkan kembali kenangan-kenangan kami di pondok dulu.
Karena
sering bersama itu lah yang membuat kami akhirnya jadi satu circle. Aku, Dayah,
dan ketiga teman kami lainnya. Lathi, Nitha, dan Nenti. Kebetulan kami berlima
memang sekelas di IPA dan sama-sama pengurus OSIS. Grup ini lah yang selalu begadang
bersama. Bahkan lebih sering tidur di kantor ustadzah dan Lab Keterampilan ketimbang
tidur di asrama.
Aku
mengingat Dayah sebagai penyuka warna biru yang sangat fanatik. Aku tidak
pernah bertemu dengan orang yang se-addict ini dengan sebuah warna, selain
Dayah. Hampir semua barang-barangnya di asrama, adalah warna biru. Bahkan soal
uang saja, Dayah lebih suka uang lembaran RP 50 ribu ketimbang Rp 100 ribu.
Karena warnanya biru.
Aku
dan Dayah selama tiga tahun tinggal bersama selalu saling membantu. Baik saat
di asrama mau pun di madrasah. Salah satunya adalah saat Ihtibar; ujian hafalan
santri sebagai penentu kelulusan SMA. Bagi kami, Ihtibar itu jauh lebih susah
dari pada Ujian Nasional (UN).
Karena
kami harus menyetor hafalan Al Quran sebanyak tiga juz: Juz 30, Juz 1, dan Juz 2 dalam
sekali duduk. Dengan pengujian one by one, satu santri diuji satu ustadzah.
Dimana aku dan Dayah saat itu, secara bergiliran saling membantu agar kami bisa
menyontek selama Ihtibar.
Jadi
saat giliranku menyetor hafalan di depan meja ustadzah, Dayah akan duduk
melantai di bawah kursiku sambil memegang Al Quran dan membuka halamannya
lebar-lebar. Halaman Al Quran yang Dayah buka akan ia sesuaikan dengan setoran hafalanku.
Jadi aku bisa curi-curi pandang melirik halaman Al Quran yang ia buka (menyontek
:D). Jangan ditiru ya adek-adek santri…
Ustadzah
sih sebenarnya tahu-tahu saja, jadi sesekali menegur, “Dayaaaah. . .” Lalu
Dayah menjawab dengan alasan, “Ana murojaah Ustadzah,” (saya mengulang hafalan
Ustadzah).
Hal
yang sama aku lakukan saat giliran Dayah Ihtibar, hehe.
Setelah
lulus di tahun 2013, aku hanya bertemu Dayah sekali saat kami ujian masuk
perguruan tinggi, SBMPTN di Samarinda. Dayah
lalu memutuskan kuliah di Makassar, mengambil S1 PGSD dan S2 Pendidikan Dasar
di Universitas Muhammadiyah Makassar (Unismuh). Sementara aku, kuliah di
Samarinda.
.jpeg) |
Dayah saat wisuda S2
|
Selama
bertahun-tahun kuliah di kota yang berbeda, membuat kami tidak pernah bertemu. Pun
berinteraksi. Padahal hidup di era digital, seharusnya memudahkan kami untuk
saling berkomunikasi meski via virtual.
Aku
akhirnya bisa kembali bertemu dengan Dayah, 9 tahun kemudian. Saat lebaran 2022
tahun ini. Kebetulan Dayah sedang mudik ke Nunukan, jadi aku menyempatkan main ke rumahnya
setelah perjalananku dari Sebatik.
Aku
menginap semalam di rumahnya. Bertemu dengan Mama, kakak, dan adek Dayah yang
dulu hanya tahu lewat cerita-cerita Dayah di pondok. Saat di pondok dulu, kami
memang saling bercerita tentang keluarga kami. Itu lah cara kami mengobati
rindu dengan keluarga di rumah. Termasuk ruang tamu legend-nya yang selalu
Dayah pamerkan kepada kami melalui foto-foto lebaran.
Sembilan
tahun tak bertemu, tak mengubah Dayah sedikit pun di mataku. Kecuali statusnya
yang kini sudah magister dan menjadi seorang guru. Pun aku di mata Dayah. Aku
di mata Dayah masih orang yang sama. Sampai-sampai dia mengonfirmasi lagi
semuanya.
“Masih
suka SNSD Jar? Masih suka goyangin kaki sebelum tidur? Masih selalu minum di
sela-sela makan?”
Dan
semuanya, aku jawab: IYA.
Sembilan
tahun tak bertemu, juga tak membuat kami canggung satu sama lain. Rasanya baru
kemarin kami berpisah. Kami bahkan bercerita sampai jam 2 pagi saat aku bermalam
di rumahnya. Menyatukan puzzle-puzzle memori kami berdua saat di pondok dulu.
Ada momen yang Dayah ingat tapi aku lupa, dan ada momen yang aku ingat tapi
Dayah lupa. Saling menceritakannya, membuat puzzle kenangan itu utuh lagi.
Sayang,
kami berdua tak banyak menyimpan foto-foto saat di pondok . . .
Blog
ini aku tulis special sebagai hadiah ulang tahun untuk Dayah, 20 Juni. Aku
sebenarnya, sangat sulit mengingat hari ulang tahun teman-temanku. Aku baru
ingat tanggal 20 Juni adalah hari ulang tahun Dayah, karena ia menyebutkannya
di pertemuan kami kemarin. Lalu aku berjanji, akan aku tuliskan di blog.
Walau
pun aku masih ragu-ragu, 20 Juni apa 20 Juli yaa? Hehe peace Dayah.
Doaku
semoga harapan-harapanmu, yang kamu ceritakan kemarin, semuanya bisa terwujud.
Tidak perlu dituliskan di sini. Cukup lah aku, kamu, dan Allah yang tahu.
Yaumul
Milad, Barakallah fii Umrik Daya Blue……
--Jaroh--